Bulan lalu, Amerika Serikat dan Tiongkok merilis rencana aksi nasional tentang kecerdasan buatan (AI). Kedua dokumen itu muncul hampir bersamaan, seolah dunia sedang dipaksa membandingkan. Dari segi isi, keduanya nyaris seperti dua buku dari genre berbeda.
Rencana AS penuh retorika besar, menekankan dominasi teknologi, keunggulan pasar, dan kompetisi bebas. Pendekatannya sederhana: menang dengan memperlebar keunggulan yang sudah ada. Sementara itu, Tiongkok mengajukan dokumen yang jauh lebih singkat, berbicara tentang kerja sama internasional, inklusivitas, dan kepemimpinan "bertanggung jawab."
Jika dibaca sekilas, kita bisa tergoda untuk menyimpulkan bahwa Amerika lebih serius, lebih ambisius. Tetapi siapa pun yang mengikuti dinamika geopolitik tahu: gaya bicara tidak selalu mencerminkan strategi sebenarnya.
Bagi masyarakat awam, AI hari ini identik dengan large language models (LLM) seperti ChatGPT, Gemini, atau Claude. Memang benar, teknologi ini paling populer dan mudah dikenali. Namun AI jauh lebih luas dari itu.
AI juga berarti otomasi pabrik, sistem robotika, pengawasan massal (surveillance), kripto,hingga pusat data (data center) raksasa yang menopang semua layanan berbasis cloud.
Dengan kata lain, AI tidaklah monolitik. Ada banyak cabang dengan fungsi dan dampak yang berbeda. Dan di sinilah jalan Amerika dan Tiongkok mulai bercabang.
Amerika Serikat hari ini jelas mendominasi LLM. Lima nama besar yakni OpenAI, Google, Meta, Anthropic, dan X (Twitter) memimpin perlombaan. Mereka bukan hanya punya modal riset, tetapi juga dukungan kapital yang nyaris tanpa batas.
Model bisnisnya pun sudah berjalan: sebagian besar perusahaan menjual layanan premium. Menurut laporan, sekitar 75% pendapatan OpenAI berasal dari langganan pengguna. Meski hanya 1,6% pengguna aktif yang mau membayar, para raksasa yakin angka itu akan terus naik seiring AI menjadi lebih pintar.
Visi AS yaitu menciptakan chatbot yang tidak hanya menjawab pertanyaan, tapi juga menjadi asisten otonom yang mampu menyusun jadwal, memesan tiket, mengelola keuangan pribadi, bahkan menjadi dokter digital.
Strategi ini pas dengan struktur ekonomi AS. Sebagai ekonomi berbasis jasa, pertumbuhan digital selalu lebih cepat dibanding PDB nasional. AI versi "layanan konsumen" seperti ini adalah motor baru yang cocok dengan DNA ekonomi Amerika.