Lihat ke Halaman Asli

ruslan effendi

Pengamat APBN dan Korporasi.

Strategi Logika Institusional Ganda China sebagai Kunci Sukses BUMN

Diperbarui: 2 Juli 2025   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CR400AF-0208 (CRRC Qingdao Sifang) dan CR400BF-0507 CRRC Changchun. By N509FZ - Own work, CC BY-SA 4.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curi

Mengapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Tiongkok seperti CRRC mampu menjadi pemimpin global dalam industri kereta cepat, sementara banyak BUMN di negara-negara berkembang lainnya justru tertatih mengejar efisiensi atau bahkan hanya menjadi beban fiskal? Jawabannya bisa jadi bukan semata soal dana, teknologi, atau skala ekonomi. Justru kuncinya terletak pada satu pendekatan strategis yang jarang disorot dalam wacana publik, yaitu logika institusional ganda.

Istilah ini merujuk pada kemampuan BUMN untuk menggabungkan dua logika sekaligus, logika negara dan logika pasar. Dalam logika negara, BUMN bertindak sebagai agen pembangunan nasional---mengemban mandat strategis seperti kemandirian teknologi, penyediaan layanan dasar, atau penguatan industri nasional. Di sisi lain, logika pasar menuntut BUMN untuk efisien, kompetitif, dan inovatif seperti perusahaan swasta. Alih-alih memilih salah satunya, pemerintah Tiongkok secara sadar membangun kerangka kelembagaan yang memaksa BUMN untuk menjembatani keduanya.

Salah satu contoh konkret dapat dilihat dalam strategi industrialisasi kereta cepat. Pemerintah Tiongkok membuka tender pengadaan kereta cepat dalam skala besar pada awal 2000-an, namun dengan syarat yang tidak bisa ditawar, apa itu? transfer teknologi wajib dari perusahaan asing ke BUMN dalam negeri. Empat konsorsium BUMN kemudian menggandeng mitra seperti Siemens, Alstom, dan Kawasaki. Namun yang membuat strategi ini menonjol bukan hanya transfer teknologi, melainkan pemberian otonomi strategis kepada manajemen BUMN untuk memilih jalur teknologi, membangun rantai pasok domestik, dan berinovasi melebihi desain awal mitranya. Dalam waktu satu dekade, CRRC tidak hanya mampu menyerap teknologi asing, tapi juga merancang dan memproduksi sendiri rangkaian CR400 Fuxing---kereta cepat berkecepatan 350 km/jam dengan kandungan lokal tinggi dan paten sendiri.

Kisah ini mengajarkan bahwa keberhasilan BUMN tidak terletak pada dukungan fiskal semata, melainkan pada kemampuan negara untuk menata relasi institusional yang memungkinkan BUMN bertumbuh sebagai entitas inovatif. Logika negara tetap hadir dalam bentuk target jangka panjang dan misi pembangunan, namun tidak membelenggu dinamika internal perusahaan. Sebaliknya, logika pasar diwujudkan dalam bentuk insentif kinerja, kompetisi antar-BUMN, dan tuntutan memenuhi ekspektasi konsumen.

Bagaimana dengan Indonesia? Sayangnya, banyak BUMN kita justru terjebak pada salah satu kutub. Ada BUMN yang terlalu birokratis---semua keputusan strategis ditentukan kementerian, sehingga manajemen tidak punya ruang berinovasi. Ada pula yang terlalu pasar---mengejar dividen dan laba jangka pendek, tapi abai pada misi jangka panjang seperti transisi energi, teknologi lokal, atau penguatan industri nasional. Padahal, seperti yang ditunjukkan Tiongkok, jalan tengah adalah kunci.

Untuk itu, dibutuhkan perubahan desain kelembagaan yang memberikan otonomi strategis kepada manajemen BUMN, namun tetap dalam koridor target pembangunan nasional yang jelas. Pemerintah harus mendorong pembentukan ekosistem kolaboratif antara BUMN, universitas, dan pemasok lokal. Di saat yang sama, sistem evaluasi kinerja harus memasukkan indikator inovasi, transfer teknologi, dan penguatan rantai nilai domestik, bukan hanya capaian laba.

Menjadi BUMN yang inovatif tidak berarti keluar dari misi kebangsaan. Sebaliknya, justru melalui inovasi dan daya saing lah BUMN bisa menghidupi kembali makna kedaulatan ekonomi yang selama ini dirindukan. BUMN tidak harus memilih antara menjadi alat negara atau menjadi perusahaan komersial. Dengan strategi logika institusional ganda, keduanya bisa dicapai bersamaan---dan itu bukan sekadar wacana. China telah membuktikannya.

Referensi: Huang, Y. (2022). The multiple roles of state-owned enterprises in China's innovation system. China Review, 22(1), 77--105. The Chinese University of Hong Kong Press.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline