Indonesia sedang berada di ambang momen bersejarah. Bonus demografi, yaitu kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dibanding usia non-produktif. Kondisi tersebut sering digadang-gadang sebagai peluang emas untuk melompat ke tingkat kemajuan ekonomi baru. Namun, apakah kita benar-benar siap? Atau justru bonus ini akan berbalik menjadi beban demografi yang menghantui masa depan bangsa?
Di atas kertas, bonus demografi menjanjikan pertumbuhan ekonomi pesat. Angkatan kerja yang melimpah seharusnya menjadi motor penggerak industri, inovasi, dan kreativitas. Tapi kenyataan di lapangan berbicara lain. Pendidikan tinggi kita masih berkutat pada masalah klasik: kualitas lulusan yang belum sebanding dengan kebutuhan industri, rendahnya kompetensi berpikir kritis, serta dominasi pencapaian simbolik dibanding substansi.
Kampus berlomba-lomba menggaet mahasiswa baru dengan tawaran "kuliah tanpa tes" atau "lulus tanpa skripsi", sementara angka IPK tinggi dan predikat cumlaude meroket. Sekilas tampak membanggakan, tetapi di sisi lain, hasil pengukuran kualitas seperti PISA menunjukkan tren penurunan. Ditambah lagi, maraknya isu plagiasi dan "rendahnya integritas riset" memperburuk citra pendidikan tinggi kita.
Di sinilah garis tipis antara bonus dan beban mulai terlihat. Bonus demografi hanya akan menjadi kenyataan jika pendidikan tinggi mampu mencetak lulusan yang relevan dengan kebutuhan zaman, bukan sekadar memenuhi angka-angka target. Tanpa itu, yang kita hadapi adalah ledakan jumlah angkatan kerja yang minim keterampilan, rentan menganggur, dan pada akhirnya menjadi beban ekonomi dan sosial.
Pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat harus bersinergi. Pendidikan tinggi perlu bertransformasi. Independensi akademik dosen, Kurikulum yang adaptif, kolaborasi dengan industri diperkuat, dan integritas akademik ditegakkan. Bonus demografi adalah peluang sekali seumur hidup, tetapi jika salah kelola, ia akan menjadi bencana demografi yang dampaknya bisa terasa puluhan tahun ke depan.
Jangan sampai generasi emas Indonesia hanya menjadi slogan tanpa makna. Fakultas Teknik Unimma sangat sadar akan ancaman tersebut diatas dengan penyiapan dosen yang kompeten, kurikulum yang adaptif, serta penjagaan integritas akademik yang konsisten. Teknik Mesin Unimma berkomitmen untuk mewujudkan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan kemapuan kerjasama yang memadai.
mesin.teknik.unimma.ac.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI