Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Social Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya. Tiga buku terakhir nya: (1) 'Membaca Identitas, Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas: Suatu Tinjauan Filsafat dan Psikologi' (Gramedia Pustaka Utama, 2023); (2) 'Teori Peran, Konsep, Derivasi dan Implikasi di Era Transformasi Sosio-Digital' (Zifatama Jawara, 2025), dan (3) 'Kecerdasan Jamak, Keberagaman dan Inklusivitasnya' (Zifatama Jawara: 2025).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Psikologi Di Balik Nama Anda: Kekuatan yang Mengukir Identitas

4 Oktober 2025   06:03 Diperbarui: 3 Oktober 2025   16:33 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cassius Clay (Muhammad Ali (Sumber: https://www.primerus.com/article/cassius-clay-muhammad-ali)

Pada 26 Februari 1964, sehari setelah mengalahkan Sonny Liston dan merebut gelar juara dunia tinju kelas berat, seorang pemuda bernama Cassius Clay membuat pengumuman yang mengguncang dunia jauh lebih keras daripada pukulannya di atas ring.

Ia menyatakan bahwa Cassius Clay adalah "nama budak" dan selanjutnya ia ingin dikenal sebagai Muhammad Ali. Dunia terhenyak. Mengapa seorang atlet di puncak ketenaran, yang namanya sedang dielu-elukan, secara sadar memilih nama baru yang asing dan kontroversial? Mengapa ia mempertaruhkan citra dan kariernya demi sebuah label baru?

Tindakan radikal Ali bukanlah sekadar pergantian nama; itu adalah deklarasi identitas yang mengundang kita untuk menyelami pertanyaan yang lebih dalam: seberapa besar kekuatan sebuah nama dalam mengukir siapa diri kita?

Kisah Ali yang monumental ini bukanlah anomali, melainkan manifestasi ekstrem dari proses psikologis yang bekerja dalam diri setiap individu. Bagi banyak orang, nama memang sekadar  label---penanda yang membedakan satu individu dari yang lain. Namun, dalam ranah psikologi sosial, nama jauh lebih dari itu.

Nama membawa lapisan makna yang tak kasat mata, serangkaian simbol, stereotip budaya, dan harapan sosial yang menanam benih bagaimana kita dan orang lain memandang diri kita. Seperti yang pernah dinyatakan oleh sosiolog William I. Thomas, "Jika seseorang mendefinisikan situasi sebagai nyata, maka konsekuensinya juga nyata".

Dalam konteks ini, ketika sebuah nama---sebuah label---didefinisikan memiliki makna tertentu, maka konsekuensi sosial dan psikologisnya menjadi sangat nyata, memengaruhi cara seseorang diperlakukan dan akhirnya, bagaimana ia memaknai dirinya sendiri.

Pemahaman ini diperkuat oleh fenomena yang disebut Face-Name Matching Effect, yang diungkap dalam studi oleh Yonat Zwebner dan timnya (2017). Penelitian mereka yang dipublikasikan di Journal of Personality and Social Psychology menemukan bahwa sebuah algoritma komputer mampu menebak nama seseorang hanya dari fotonya dengan tingkat akurasi yang signifikan di atas probabilitas kebetulan.

Temuan ini bukan tentang sihir, melainkan tentang keberadaan stereotip budaya yang mengakar kuat. Secara tidak sadar, masyarakat kita telah membangun asosiasi antara nama-nama tertentu dengan fitur wajah tertentu. Stereotip inilah yang membentuk ekspektasi kolektif, sebuah bayangan yang tanpa sadar kita proyeksikan pada orang lain, bahkan sebelum kita benar-benar mengenal mereka.

Lantas, bagaimana tepatnya sebuah nama mampu mengukir identitas kita secara mendalam? Proses ini terjadi melalui beberapa mekanisme psikososial yang saling terkait dan memperkuat satu sama lain.

Mekanisme pertama adalah efek pelabelan (labeling effect). Seseorang yang diberi nama dengan konotasi positif atau diasosiasikan dengan sifat tertentu---misalnya, "Cendekia"---akan sering menerima harapan dan dorongan dari lingkungannya untuk menjadi cerdas dan berprestasi. Dorongan ini bukanlah harapan kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun