Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Tak Ada Rujak Cingur, Nasi Kandar pun Jadi

Diperbarui: 12 Februari 2025   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi Kandar (dokumen pribadi)

SABTU pekan lalu. Warung Kelud menjadi tujuan bersantap siang. Lagi. Entah doyan atau suka, yang jelas masalah Jawa Timur tidak pernah membosankan.

Sampai lokasi, ternyata warung tutup. Ya sudahlah, mau tidak mau balik badan dan memikirkan alternatif tempat makan lain, misalnya, di daerah Jembatan Merah, Kota Bogor.

Dalam perjalanan balik, ekor mata menangkap pantulan tulisan "Nasi Kandar" di seberang Taman Makan Pahlawan Dreded, Jalan Pahlawan/Bondongan.

Seingat saya, gerai penjualan nasi kandar ada di Jalan Merdeka, tidak jauh dari Jembatan Merah. Namun, beberapa kali saat hendak mencobanya, rumah makan yang menempati Toko Singer itu belum buka.

Tutupnya Warung Kelud menghadirkan hikmah. Tak disangka-sangka saya menemukan gerai penjualan Nasi Kandar. Blessing in disguise, kata para penyuka keju.

Setelah menghampirinya, ternyata ia pindahan dari rumah makan di Jalan Merdeka. Saya membaca menu menempel, bertanya-tanya ke pramusaji, dan melihat-lihat isi etalase, karena belum pernah menyantap Nasi Kandar.

Etalase rumah makan penyedia Nasi Kandar (dokumen pribadi)

Terinformasi, pertama kali Nasi Kandar dipopulerkan di Penang, Malaysia, oleh pedagang Muslim Tamil Nadu dari India. Ia disajikan dalam piring besar bersama lauk, sayur, dan kuah kari.

Kandar bukan nama orang, tetapi sebutan bagi tongkat terbuat dari kayu pohon bakau, yang digunakan untuk memikul ember-ember kayu berisi nasi dan kari.

Itu dulu. Sekarang Kandar merujuk pada seluruh hidangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline