Sepiring Harapan, Sendok Rakyat
Pukul tiga pagi, seorang ibu di desa mulai menyalakan tungku. Bukan untuk keluarganya, tapi untuk anak-anak tetangga yang akan berangkat sekolah.Â
Ia bukan koki profesional, bukan pegawai pemerintah, tapi bagian dari dapur gizi desa, tulang punggung Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program MBG digagas dengan niat mulia: menurunkan angka stunting, meningkatkan gizi anak-anak dan ibu hamil, serta menggerakkan ekonomi lokal.Â
Tapi seperti cermin, program ini bisa memantulkan wajah keadilan, atau memperbesar bayangan korupsi.
Ketika Risiko Disulap Menjadi Angka Aman
Baru-baru ini, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan bahwa hanya 0,0004% porsi MBG yang tercemar, atau 4.711 dari 1 miliar porsi.Â
Pernyataan ini terdengar menenangkan, bahkan membanggakan. Tapi di balik angka besar itu, ada 105 insiden keracunan dalam 8 bulan. Itu berarti hampir dua insiden per minggu sekolah.
Apakah ini wajar? Â
Apakah ini bisa ditoleransi?
Memahami Risiko: Bukan Soal Berapa yang Aman, Tapi Berapa yang Gagal
Dalam manajemen risiko, kita tidak menilai "berapa persen yang selamat", tapi "berapa kali terjadi kegagalan" dan "seberapa besar dampaknya". Mari kita bedah dengan kerangka yang benar:
 Keracunan makanan adalah operational risk yang berasal dari rantai pasok, distribusi, dan pengawasan mutu.
- Risk Assessment (Likelihood Impact) Â
- Likelihood: Tinggi (105 insiden dalam 160 hari sekolah) Â
- Impact: Tinggi (keracunan massal, reputasi, potensi gugatan hukum, bahkan kematian) Â
- High Risk, memerlukan tindakan korektif prioritas