Ada kalanya sebuah benda bukan sekadar benda. Ia menjadi simbol, menyimpan cerita, dan bahkan ikut menorehkan babak sejarah. Demikianlah nasib Mercedes-Benz klasik milik almarhum Presiden ke-3 RI, BJ Habibie. Mobil yang dulunya sekadar menghiasi garasi keluarga Habibie, kini justru melintas dalam pusaran hukum, politik, dan moral publik. Perjalanannya penuh liku: dari rumah keluarga Habibie, berpindah tangan ke mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, terseret dalam perkara dugaan korupsi di Bank Jabar Banten (BJB), hingga akhirnya kembali ke keluarga Habibie setelah drama panjang dengan KPK.
Kisah Mercy Habibie mengajarkan bahwa warisan sejarah tidak pernah netral. Ia bisa berubah menjadi komoditas, menjadi barang bukti, bahkan menjadi saksi bisu sebuah praktik yang lebih besar: tentang transparansi keuangan, etika pejabat publik, dan betapa rapuhnya garis antara ruang privat dan ruang publik di negeri ini.
Awal Mula: Dari Garasi ke Tangan Ridwan Kamil
Semua bermula ketika Ridwan Kamil, kala itu masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat sekitar tahun 2021, mendatangi rumah keluarga Habibie. Ilham Habibie, putra sang presiden, menceritakan bahwa RK begitu tertarik pada salah satu Mercy koleksi ayahnya. Dari sekian koleksi, ada dua mobil dengan tipe serupa di garasi keluarga. Maka diputuskanlah untuk melepas satu unit, dengan harga Rp 2,6 miliar.
Pembelian itu dilakukan dengan skema cicilan. RK membayar Rp 1,3 miliar sebagai uang muka, namun sisa pembayaran tak kunjung dilunasi. Mobil kemudian berpindah tangan ke RK pada 2021, bahkan sempat diganti warnanya dari silver menjadi biru metalik. Namun, di balik urusan cicilan yang belum rampung, muncul persoalan lain yang jauh lebih serius: sumber dana.
Ketika KPK Turun Tangan
Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan indikasi bahwa dana yang digunakan RK untuk membeli Mercy Habibie berasal dari dana non-bujeter Bank BJB. Dana tersebut diduga hasil kongkalikong dalam pengadaan iklan BJB periode 2021--2023. Dari total anggaran sekitar Rp 300 miliar, hanya sebagian yang benar-benar digunakan untuk iklan, sementara sisanya---sekitar Rp 222 miliar---diduga fiktif.
KPK pun bergerak cepat. Mobil Mercy itu disita sebagai barang bukti. Namun posisi mobil semakin pelik karena ternyata masih tertahan di sebuah bengkel di Bandung akibat ongkos perbaikan yang tak kunjung dibayar. Dengan kata lain, mobil itu tak hanya terjebak dalam pusaran kasus hukum, tetapi juga dalam sengketa kecil antara pemilik sah, pembeli, dan bengkel.
Ikhtiar Keluarga Habibie
Di tengah keruwetan itu, keluarga Habibie mengambil langkah tegas. Ilham Habibie mendatangi KPK dan menyerahkan kembali Rp 1,3 miliar yang pernah dibayarkan RK. Alasannya sederhana: mobil itu bukan sekadar benda, melainkan warisan yang memiliki nilai historis tinggi. Dengan pengembalian uang tersebut, KPK menganggap aliran dana terputus, dan mobil pun dikembalikan ke keluarga Habibie.