Denpasar, 3 Oktober 2025 – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman
(PKP) melalui Direktorat Keterbukaan Publik, Transparansi dan Akuntabilitas (KPTA) menggelar rapat pembahasan hasil monitoring dan evaluasi (monev) rumah subsidi di Provinsi Bali, Jumat (3/10/2025).
Rapat yang berlangsung di kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, Kota Denpasar, dipimpin langsung oleh Direktur KPTA, Brigjen Pol. Julisa Kusumowardono, serta dihadiri berbagai pihak dalam ekosistem perumahan, antara lain perbankan penyalur, pemerintah daerah, asosiasi pengembang, pengembang, hingga perwakilan Polda Bali.
Monev yang dilakukan pada 30 September – 2 Oktober 2025 bertujuan untuk mengetahui kondisi pada sektor perumahan khususnya pada perumahan subsidi dengan meninjau aspek kualitas konstruksi, PSU, tingkat keterhunian perumahan hingga pemahaman
masyarakat atas regulasi dan pembiayaan rumah subsidi.
Tidak hanya mencatat temuan lapangan, monev juga menjadi mekanisme kontrol yang memastikan tata kelola sektor perumahan berjalan dengan baik. Upaya ini membuat terselenggaranya kebijakan di bidang tata kelola dan pengendalian risiko dalam rangka efisiensi dan pencegahan korupsi dalam pelaksanaan pembangunan perumahan. Hal ini selaras dengan tugas Direktorat Jenderal Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Kementerian PKP.
Dalam pemaparan hasil monev terhadap sepuluh perumahan subsidi di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Tabanan, ditemukan sejumlah persoalan. Mayoritas rumah dijual dalam kondisi semi finishing, tingginya angka kredit bermasalah (NPL), hingga kualitas konstruksi yang belum sesuai ketentuan.
“Terdapat persoalan yang masih perlu diperbaiki pada beberapa temuan seperti penyiapan rumah subsidi yang siap dihuni oleh MBR dan perlu perhatian para pengembang untuk menyediakan kualitas konstruksi yang baik sesuai spesifikasi yang telah ada dalam peraturan,” ujar Direktur KPTA, Brigjen Pol. Julisa Kusumowardono, saat memberikan keterangan di sela rapat.
Direktur KPTA bersama Direktur Pengendalian Risiko dan Pencegahan Korupsi, Brigjen Pol. Budi Satria Wiguna, menegaskan pentingnya seluruh pihak mewujudkan penyediaan perumahan sesuai regulasi yang berlaku. Keduanya juga mengingatkan adanya konsekuensi hukum bagi pengembang yang terbukti melakukan pelanggaran.
Sejumlah pihak turut menyampaikan pandangan dalam rapat. Perbankan menyoroti permasalahan debitur bermasalah dan proses verifikasi KPR subsidi, pemerintah daerah menekankan mekanisme perizinan PBG serta pengawasan terhadap pengembang, sementara asosiasi pengembang mengeluhkan persoalan rumah non-finishing serta kendala perizinan yang dianggap berbelit, termasuk kewajiban membayar izin PBG dan BPHTB meski sudah ada SKB Tiga Menteri. Dari sisi penegakan hukum, Polda Bali menekankan pentingnya pengecekan potensi pelanggaran hukum serta kesesuaian lokasi perumahan dengan RTRW dan aspek lingkungan.
Sebagai tindak lanjut, Direktur KPTA merekomendasikan peningkatan penerapan prinsip keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap tahap pembangunan rumah subsidi, mulai dari perencanaan hingga serah terima. Pemerintah daerah juga diharapkan memberi kemudahan dalam proses perizinan pembangunan, dengan tetap menjamin kualitas bangunan serta prasarana, sarana, utilitas.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!