Budi Prasetyo, juru bicara KPK, menegaskan bahwa langkah Ilham merupakan bentuk iktikad baik. KPK menghargai keputusan tersebut, meski proses hukum tetap berlanjut untuk menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk RK.
Makna di Balik Sebuah Mobil
Drama Mercy Habibie menyingkap setidaknya tiga lapisan makna.
Pertama, aspek historis. Sebuah mobil yang pernah dikendarai atau dimiliki presiden bukanlah barang biasa. Ia membawa nilai simbolik, menjadi bagian dari narasi besar perjalanan bangsa. Ketika warisan semacam itu masuk ke pasar dengan proses yang kurang transparan, nilai sejarahnya bisa tereduksi menjadi sekadar komoditas.
Kedua, aspek etika pejabat publik. Membeli barang koleksi milik tokoh bangsa dengan dana yang kemudian dipertanyakan integritasnya menimbulkan tanda tanya besar. Dalam demokrasi modern, pejabat publik dituntut untuk tidak hanya bersih, tetapi juga tampak bersih. Transparansi sumber dana pembelian barang mewah seharusnya menjadi standar etika.
Ketiga, aspek hukum. Penanganan aset bersejarah yang terlibat perkara pidana menuntut kehati-hatian. KPK dalam hal ini memilih solusi kompromi: menerima pengembalian uang lalu mengembalikan mobil ke keluarga. Langkah itu pragmatis, tetapi juga mengandung pesan bahwa proses hukum tidak boleh mengorbankan nilai sejarah.
Kasus BJB dan Bayang-Bayang Dana Non-Bujeter
Kasus BJB sendiri bukan sekadar cerita pengadaan iklan. Ia membuka borok tata kelola keuangan di lembaga keuangan daerah. Dana non-bujeter yang diduga diselewengkan melalui anggaran iklan menjadi cermin bagaimana uang publik dapat dialirkan ke luar jalur resmi. KPK telah menetapkan lima tersangka, termasuk direktur utama BJB dan pemilik sejumlah agensi iklan.
Dari kasus ini, masyarakat belajar bahwa korupsi tak selalu berupa proyek fisik atau mega-infrastruktur. Bahkan pengadaan iklan pun bisa disulap menjadi lahan bancakan bernilai ratusan miliar.
Pelajaran Bagi Bangsa
Dari drama Mercy Habibie, ada beberapa pelajaran penting yang patut direnungkan: