Siang itu matahari baru saja naik ketika saya tiba di lahan pertanian milik Pak Jamal, seorang petani berusia 52 tahun di Kampung Waru, Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, Banten. Beliau adalah sosok petani yang sudah lebih dari tiga puluh tahun bergelut dengan lumpur sawah. Pak Jamal menceritakan masa-masa sulitnya dulu ketika bertani masih serba manual. Semua dikerjakan dengan tenaga manusia, mulai dari mencangkul, menanam, hingga panen. "Dulu belum ada mesin, jadi satu hektar sawah bisa dikerjakan berhari-hari. Kadang kalau musim hujan datang lebih cepat, bibit bisa busuk semua," katanya. Selain cuaca yang tidak menentu, harga pupuk juga sering naik, membuat petani seperti dirinya harus memutar otak agar tetap bisa menanam. "Kalau harga gabah turun, hasil panen kadang cuma cukup buat bayar utang pupuk. Sisanya ya habis buat makan," keluhnya. Tantangan itu membuat sebagian tetangganya beralih profesi, namun Pak Jamal tetap bertahan dengan keyakinan bahwa bertani adalah bagian dari kehidupannya.
Beberapa tahun terakhir, kehidupan Pak Jamal perlahan membaik. Ia mulai mengenal beberapa teknologi sederhana yang mudah dijangkau petani kecil. Salah satunya adalah pengering gabah tenaga surya yang dibuat bersama kelompok tani dari bambu dan plastik transparan. "Dulu kalau jemur gabah di jalan, sering kehujanan. Sekarang pakai plastik bening kayak rumah mini, jadi gabah cepat kering kalau mendung," ujarnya sambil menunjukkan alatnya yang sederhana tapi fungsional. Ia juga menggunakan plastik mulsa hitam perak di lahan taninya untuk menjaga kelembapan tanah dan mengurangi tumbuhnya gulma. "Lumayan, nggak perlu sering nyabutin rumput, dan air nggak cepat habis. Hasil panen juga lebih banyak," katanya dengan nada puas. Selain alat-alat sederhana, Pak Jamal juga mengandalkan ponsel jadulnya untuk hal-hal penting. Ia mengikuti grup WhatsApp petani desa yang rutin berbagi informasi tentang cuaca, pupuk, dan cara tanam. "Sekarang banyak anak muda tani yang pinter teknologi, mereka sering kirim video dari YouTube tentang cara rawat tanaman biar nggak kena hama. Saya jadi ikut belajar juga," katanya sambil tertawa kecil. Dengan cara sederhana itu, ia merasa tidak tertinggal dari perkembangan zaman. "Nggak perlu alat mahal, cukup tahu cara pakai yang sederhana tapi tepat guna. Yang penting hasilnya terasa," ujarnya mantap.
Di akhir wawancara, Pak Jamal menatap hamparan sawahnya yang mulai menguning siap panen. Ia tersenyum dan berkata pelan, "Saya ingin anak muda nggak malu jadi petani. Sekarang zamannya sudah beda, bertani pun bisa pakai teknologi. Asal mau belajar, hasilnya bisa lebih baik." Ucapan itu menjadi penutup yang menghangatkan hati---sebuah pesan sederhana dari seorang petani desa yang membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari teknologi kecil di tangan yang mau berusaha.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI