Mamabot kami tidak senang.
"Robot tidak bisa bahagia," kata Nur. Dia bodoh, karena umurnya baru delapan tahun.
"Bisa, kok," kataku padanya. "Kita tertawa ketika kita bahagia dan Mamabot bisa tertawa."
Nur mengangkat hidungnya, seperti sedang mencoba memainkan game pesawat dengan lensa kontaknya, tapi ternyata tidak.
"Mamabot," katanya. "Tertawa."
"Ho-ho-ho," kata mamabot kami.
Itu bukan tawa sungguhan. Kedengarannya seperti Sinterklas di mall, dan aku tahu Mamabot tidak senang. Maksud Mamabot hanyalah membuat seseorang tertawa ketika sedang tidak bahagia.
Nur bodoh.
***
Aku suka mamabot kami. Bentuknya besar dan berwarna merah seperti kaleng Coca-Cola. Dia punya empat kaki sehingga tidak terjatuh saat kami bermain di halaman. Kadang-kadang ia meninggalkan jejak, lubang-lubang kecil yang rumputnya rata, seperti gajah sungguhan, dan aku harus mencarinya. Aku suka kalau Mamabot bermain denganku. Tidak ada orang lain yang bisa kuajak bermain.