Lihat ke Halaman Asli

Ari J. Palawi

Petani Seni dan Akademisi

Menumbuhkan Respek terhadap Seni di Tengah Obsesi terhadap STEM

Diperbarui: 22 Juli 2025   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuliah Umum, Kelas Master & Resital Dr. Royke B. Koapaha (2018)

"Kalau nggak masuk teknik atau kedokteran, berarti gagal atau kurang pintar."

Kalimat seperti ini sering kita dengar, baik di rumah, sekolah, bahkan dalam diskusi serius. Ini bukan sekadar stereotip, tapi kenyataan yang membentuk cara pandang kita tentang masa depan. Banyak mahasiswa seni yang memulai kuliah bukan dengan rasa bangga, tetapi dengan pertanyaan yang menyakitkan: "Kenapa nggak ambil jurusan yang lebih menjanjikan?"

Di balik cinta mereka pada musik, seni rupa, tarian, atau teater, ada perjuangan batin melawan stigma yang masih melekat. Banyak orang menganggap seni cuma pelarian dari kenyataan. Padahal, melalui seni, dunia ini bisa jadi lebih hidup, lebih manusiawi, dan penuh makna.

Seni vs STEM di Mata Banyak Orang

Di dunia yang makin fokus pada STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika), seni sering dipandang sebelah mata. Banyak yang berpikir seni itu kurang menjanjikan atau terlalu santai dibandingkan dengan jurusan yang "lebih serius". Ini juga yang memengaruhi dukungan terhadap pendidikan seni, yang kerap dianggap kurang penting.

Padahal, seni bukan cuma ruang pelarian. Seni adalah ruang untuk berpikir kreatif, merasakan hal-hal yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, dan membangun imajinasi yang bermanfaat untuk banyak hal. Semua ide inovatif di dunia, seperti: desain produk yang fungsional dan aplikasi yang ramah pengguna, berasal dari seni. Lulusan seni bukan cuma pelukis atau musisi, mereka adalah pembuat pengalaman, pencipta inovasi, dan penggerak perubahan.

Seni dalam Konteks Ekonomi dan Sosial

Sektor ekonomi kreatif Indonesia, menurut laporan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2022, menyumbang lebih dari 7,8% PDB negara kita. Seni bukan hanya tentang pertunjukan, tetapi juga tentang kontribusi nyata dalam ekonomi, pendidikan, bahkan politik. Lulusan seni, dengan kreativitas mereka, bukan beban pembangunan, melainkan bagian penting dari perekonomian masa depan yang berbasis ide dan estetika.

Seni juga sangat berguna dalam pemulihan pascabencana. Di Palu dan Lombok, misalnya, seni membantu menyembuhkan trauma warga dengan lokakarya teater, musik, dan seni rupa. Seni memang bisa merawat luka sosial, menguatkan rasa aman, dan mempererat hubungan antarwarga.

Literasi Seni untuk Semua

Kita perlu lebih banyak memahami seni bukan hanya sebagai hobi atau bakat, tetapi sebagai ruang untuk berpikir, bekerja, dan memberi kontribusi positif. Media harus lebih sering menampilkan kisah-kisah inspiratif dari lulusan seni yang telah berperan besar di bidang ekonomi, teknologi, hingga politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline