Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Potret Keluarga Bahagia Desa Ngadas Saat Upacara Karo

Diperbarui: 29 September 2019   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Pertengahan hingga akhir September menurut penanggalan Ajisaka merupakan puncak musim kemarau, atau mangsa kaloro (Karo) menjelang ketiga (katelu). 

Di mana tanah kering kerontang kurang air, langit yang biru kini mulai tertutup mendung kelabu namun hujan belum turun bahkan gerimis pun masih enggan.

Keadaan seperti ini hampir seluruh wilayah Bromo Tengger Semeru. Tanah memerah dengan sedikit hijau kobis dan cemara yang masih bertahan.

Minggu, 22 September 2019 mendung tipis juga menyelimuti langit Desa Ngadas, Poncokusumo Malang, membuat matahari enggan menunjukkan diri. 

Walau kadang mengintip warga Ngadas yang saat itu sedang pesta Karo untuk mengenang dua punggawa Ajisaka yang bernama Setya dan Tuhu yang sama-sama tewas akibat mempertahankan pendapatnya sebagai utusan Ajisaka. 

Setya yang dititipi pusaka oleh Ajisaka tak mau menyerahkan kepada Tuhu yang mendapat mandat dari Ajisaka untuk mengambil pusakanya. Akibatnya keduanya berkelahi dan sama-sama tersungkur atas kesetiaannya.

Dokpri

Dokpri

Dokpri

Sebagai penghormatan atas keteguhan Setya dan Tuhu, keduanya (Jawa: kekarone, karone, sakloron) dikenang dengan upacara Karo setiap tahun. Upacara ini bukan sekedar mengenang keduanya, tetapi juga ungkapan rasa syukur pada Sang Maha Kasih dan Maha Pencipta atas kesuburan Ibu Pertiwi dan panen yang diterima.

Serta sebagai ungkapan menjaga rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang utuh seluruh masyarakat Suku Tengger Desa Ngadas dan sekitarnya seperti Jarak Ijo, Gubuk Klakah, Tosari wilayah Malang, Ranu Pani --Lumajang,  Ngadiwono - Pasuruan, dan Ngadisari -- Probolinggo jangan sampai berselisih dan bertengkar seperti Setya dan Tuhu.

Dokpri

Dokpri

Dokpri

Manusia hidup dalam perjalanan sejarah masa lalu yang terus berjalan dalam sejarah kekinian, maka masyarakat Suku Tengger Desa Ngadas juga tak akan melupakan nenek moyang, pendiri atau dahnyang desa (the founding fathers), sanak keluarga yang telah kembali ke alam keabadian.

Untuk itu, lima belas hari menjelang upacara Karo sanak keluarga yang telah berpulang dipanggil lagi untuk tinggal bersama keluarga. Satu minggu kemudian, para leluhur diajak berpesta bersama dengan kembul bujana dan kembul donga (doa dan makan bersama) di masing-masing keluarga yang dipimpin oleh Mbah Dukun selaku kepala adat.

Dalam satu desa hanya ada satu Mbah Dukun, bisa dibayangkan betapa amat  melelahkan jika dalam satu desa ada 300 kepala kelurga. Maka dari itu biasanya meminta bantuan Mbah Dukun dari tetangga desa. Selanjutnya pada puncak Karo, para leluhur kembali ke alam baka dengan diantar seluruh anggota keluarga dan petinggi desa dengan berkumpul di pemakaman umum desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline