Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun peradaban suatu bangsa. Guru, sebagai ujung tombak pendidikan, memegang peran krusial dalam mencetak generasi yang berkualitas. Namun, belakangan ini, citra guru di Indonesia kerap dipertanyakan akibat berbagai kasus yang mencoreng profesi mulia ini. Salah satu kasus terbaru yang mencuat adalah kelalaian input data Pangkalan Data Siswa dan Sekolah (PPDS) di SMA Mampawah, Kalimantan Barat (Kalbar). Lantas, benarkah insiden ini semakin memperburuk citra guru?
Apa Itu PPDS dan Dampak Kelalaian Input Data?
Program Penghapusan Double Siswa (PPDS) adalah inisiatif pemerintah untuk memastikan keakuratan data siswa dalam sistem pendidikan. Tujuannya adalah menghindari duplikasi data yang dapat mengakibatkan ketidakakuratan dalam perencanaan dan alokasi sumber daya pendidikan. Namun, di SMA Mampawah, Kalbar, terjadi kelalaian dalam proses input data PPDS. Akibatnya, data siswa menjadi tidak valid, dan hal ini menimbulkan berbagai masalah, mulai dari kesalahan distribusi bantuan pendidikan hingga ketidakjelasan status siswa.
Kelalaian ini tidak hanya berdampak pada sistem administrasi sekolah, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang profesionalisme guru dan tenaga kependidikan. Padahal, guru seharusnya menjadi teladan dalam hal kedisiplinan dan tanggung jawab.
Data dan Fakta yang Mengkhawatirkan
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), terdapat sekitar 3,3 juta guru di Indonesia. Sayangnya, hanya 50% di antaranya yang memenuhi standar kompetensi minimal. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak guru yang perlu ditingkatkan kualitasnya, baik dari segi pedagogik maupun administratif.
Kasus di SMA Mampawah bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada 2022, terdapat laporan serupa di beberapa daerah, seperti Jawa Timur dan Sumatera Selatan, di mana kesalahan input data menyebabkan ribuan siswa tidak terdaftar dalam sistem. Dampaknya, siswa-siswa tersebut tidak bisa mengikuti ujian nasional dan kehilangan hak atas bantuan pendidikan.
Dampak terhadap Citra Guru
Citra guru sebagai profesi yang mulia dan terhormat semakin terancam akibat kasus-kasus seperti ini. Masyarakat mulai mempertanyakan integritas dan kompetensi guru, terutama dalam hal administrasi dan teknologi. Padahal, di era digital seperti sekarang, kemampuan mengelola data secara akurat dan efisien merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh setiap tenaga pendidik.
Selain itu, kasus ini juga memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan. Orang tua siswa merasa khawatir bahwa anak-anak mereka tidak mendapatkan pelayanan yang optimal akibat kelalaian yang seharusnya bisa dihindari. Jika dibiarkan, hal ini dapat memperparah krisis kepercayaan terhadap institusi pendidikan.