Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Apa yang kamu rasakan tetap penting, bahkan jika dunia sibuk sendiri.

Manusia yang pernah menahan banyak hal diam-diam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saga Epik Kesuksesan Ala Indonesia: Dihina, Dituduh Pesugihan hingga Ditagih Pajak

7 Oktober 2025   19:06 Diperbarui: 7 Oktober 2025   19:25 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (GenImage by sora, dokpri)

Bagaimana setiap fase kesuksesan dihadapi dengan respons unik khas Indonesia dan pelajaran apa yang bisa kita petik?

Bayangkan sebuah panggung di sudut kota, di mana senja mulai menyeret cahayanya yang oranye, pokoknya jika gambar hasil generate AI, Bokeh banget atmosfer-nya. Udara berat, pekat dengan kepulan asap rokok kretek tanpa filter dan aroma kopi hitam yang kental. Di meja kayu lusuh, seorang pemuda bernama  Barata dengan laptop usang dan sepasang mata yang menyala penuh ambisi sedang menggulirkan mimpinya di hadapan tiga sahabat.

"Guys," suaranya bergetar, "kita harus bikin platform e-commerce yang benar-benar fokus mengangkat produk lokal. Kita scale up UKM Indonesia!"

Respon yang diterimanya sungguh sunyi, tetapi maknanya nyaring dan abadi. Satu teman tertawa skeptis suara renyah yang meremehkan. Yang kedua menggelengkan kepala iba seolah melihat orang kesurupan idealisme. Dan yang ketiga, melemparkan pertanyaan yang akan menjadi hantu sekaligus penunjuk jalan dalam dekade berikutnya: "Emangnya bisa?"

Perjalanan  Barata dimulai dengan 372 hari pertama yang terasa seperti gurun. Pagi-pagi buta, ia bergumul dengan kodingan yang buggy. Siang hari, ia mengejar janji meeting dengan calon investor yang selalu berujung pada penolakan dingin. Malamnya, ia menjadi tukang packing dan operator customer service bagi perusahaannya sendiri.

Di mata keluarga, ia adalah anak hilang yang memilih jalan gila yang tak masuk akal. Bagi tetangga, ia tak lebih dari pengangguran berkedok entrepreneur, maklum tetangga di mana pun kadang seperti para netizen yang suka banyak konumsi chilli oil. "Kerja yang benar, jadi PNS saja!" adalah mantera keraguan yang paling sering ia dengar dari sang Bunda, setiap kali ia pulang dengan mata bengkak karena kurang tidur, padahal bang Rhoma jutaan kali bilang begadang-jangan begadang.

Namun, setiap cemooh adalah bahan bakar. Setiap tawa yang meremehkan justru menambah sentimeter tingginya tekad. Di balik rasa sakit dihina,  Barata menemukan sebuah hukum besi kesuksesan yang kelak akan ia pahami:

"PROSESMU PASTI AKAN DIHINA. TETAPI, BEGITU KESUKSESANMU NYATA, MEREKA SEMUA AKAN BERLOMBA-LOMBA BERTANYA BAGAIMANA CARANYA." -- Bill Gates

Ilustrasi (GenImage by Sora, Dokrpi)
Ilustrasi (GenImage by Sora, Dokrpi)

Memasuki tahun ketiga, cahaya pertama menembus kabut. Platform e-commerce  Barata merangkul 10.000 pengguna aktif. Omsetnya mulai konsisten, cukup untuk menggaji tiga karyawan pertamanya. Ia pun bisa pindah dari kos-kosan pengap ke apartemen sederhana. Tetapi, ia segera mempelajari ironi kesuksesan, bahwa semakin tinggi kamu terbang, semakin jelas kamu menjadi target.

Kegaduhan tak datang dari persaingan, melainkan dari grup WhatsApp keluarga besar. Pesan berantai mulai beredar: "Hati-hati, kesuksesan instan itu bisa jadi dari pesugihan atau ritual sesat!" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun