Lihat ke Halaman Asli

Andri Suryo Prayogo S.H.

Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Reformasi Pajak Daerah Pasca UU No.1 tahun 2022: Menuju Kesimbangan Pusat dan Daerah

Diperbarui: 15 September 2025   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang Sedang Dikejar Tagihan Pajak(Sumber: Freepik.com )

Pajak selalu menjadi tulang punggung keuangan negara. Kontribusinya bukan hanya untuk mengisi kas negara, tetapi juga untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Dengan sistem desentralisasi yang dianut Indonesia, hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi salah satu isu krusial dalam pengelolaan pajak.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), sistem perpajakan Indonesia mengalami perubahan signifikan, khususnya terkait pajak daerah. UU ini hadir menggantikan UU Nomor 28 Tahun 2009 yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan sosial, ekonomi, maupun putusan Mahkamah Konstitusi.

Fungsi Pajak dan Tantangan Kepatuhan

Pajak memiliki dua fungsi utama: fungsi anggaran (budgeter) sebagai sumber penerimaan negara, serta fungsi regulasi (regulerend) untuk mengatur arah pembangunan, stabilitas ekonomi, hingga redistribusi pendapatan. Namun, dalam praktiknya, pemerintah masih menghadapi kendala, mulai dari resistensi pasif masyarakat yang enggan membayar pajak karena krisis kepercayaan, hingga resistensi aktif berupa penghindaran dan penggelapan pajak.

Program seperti tax amnesty pernah menjadi strategi untuk meningkatkan kepatuhan, namun tantangan terbesar tetap terletak pada transparansi, akuntabilitas aparat pajak, serta kesadaran wajib pajak.

Transformasi Pajak Daerah

UU No. 28 Tahun 2009 sebelumnya memberikan daftar pajak daerah yang cukup luas, mulai dari pajak hotel, restoran, hingga pajak kendaraan bermotor. Namun dalam UU No. 1 Tahun 2022, pembagian jenis pajak dipertegas dan disertai dengan inovasi berupa opsen pajak, yakni tambahan pungutan berdasarkan persentase tertentu atas pajak provinsi maupun kabupaten/kota.

Dengan mekanisme ini, daerah diharapkan memiliki sumber penerimaan yang lebih stabil sekaligus tetap berada dalam kerangka keseragaman nasional. Selain itu, UU baru memberikan ruang bagi pemerintah pusat untuk meninjau ulang tarif pajak daerah demi mendukung investasi.

Reformasi yang Dibutuhkan

Meski UU No. 1 Tahun 2022 membawa semangat baru, implementasinya tidak lepas dari sejumlah tantangan. Reformasi pajak tidak hanya soal regulasi, melainkan juga perbaikan tata kelola, penindakan terhadap aparat yang menyalahgunakan kewenangan, serta peningkatan kesadaran wajib pajak.

Sistem self-assessment yang memberi keleluasaan wajib pajak untuk menghitung dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya, misalnya, hanya akan efektif bila diiringi dengan pengawasan ketat dan edukasi berkelanjutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline