Lihat ke Halaman Asli

Alden Reg

Mahasiswa di Universitas Indonesia

Tong Tong Fair: Wadah Pencarian Jejak Leluhur Indo-Belanda

Diperbarui: 5 Juni 2025   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tong Tong Fair atau terkadang disebut juga Pasar Malam Besar merupakan sebuah acara tahunan yang diselenggarakan di Den Haag sejak tahun 1959. Acara ini selalu mengambil kebudayaan Indonesia sebagai tema utamanya. Tong Tong Fair menampilkan sejumlah penampilan musik yang berlatarkan Indonesia. Musisi terkenal yang pernah bermain di acara ini adalah Wieteke van Dort. Beliau kebanyakan membawakan lagu-lagu bahasa Belanda yang masih bertemakan Indonesia. Kerap kali bahasa Indonesia dan bahasa Belanda dicampur di satu lagu yang sama. Contohnya seperti di lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng. 

Festival ini tidak hanya menunjukkan musik, tetapi juga menunjukkan kekayaan kuliner Indonesia. Kuliner yang beragam dirayakan khususnya oleh diaspora yang menetap di Belanda. Tong Tong Fair juga menjadi acara para diaspora melepas rasa rindu mereka terhadap Indonesia. Mereka dapat bernyanyi lagu berbahasa Indonesia bersama, merayakan keunikan dan keberagaman Indonesia, serta dapat berjumpa dengan orang-orang yang berasal dari negara yang sama. Namun, hal yang paling penting dalam festival ini adalah adanya pameran mengenai sejarah repatriasi dan penayangan film mengenai repatriasi. 

Film yang berjudul Naar Holland: repatriring, migratie of vluchten? ditayangkan pada Tong Tong Fair pada tahun 2017 dan 2018. Film tersebut menunjukkan betapa menderitanya keluarga repatriat yang harus ke Belanda meskipun mereka tidak pernah menginjak tanah Belanda. Pada saat fase repatriasi, hal yang paling berharga pada saat itu adalah makanan karena saat ke Belanda, harus menempuh perjalanan yang sangat lama dari Hindia Belanda. Meskipun sudah ada kesepakatan bahwa Kerajaan Belanda memberikan uang muka kepada reaptriat, tetapi para repatriat masih menderita. Sesampainya di Belanda, repatriat tidak mendapatkan perlakuan yang sama oleh masyarakat Belanda. Meskipun secara fisik sama, tetapi mereka dianggap beban karena jumlah kedatangan yang begitu banyak dengan kondisi Belanda pada saat itu sedang membangun kembali negaranya pasca Perang Dunia 2. 

Tong Tong Fair menjadi jalan pembuka bagi orang Indo-Belanda untuk menelusuri jejak leluhur mereka. Meskipun mereka adalah keturunan Indo-Belanda, tetapi masih ada keluarga yang memilih tidak memberi tahu bagaimana sejarah Indonesia atau budaya Indonesia akibat beberapa alasan. Salah satu dari alasan tersebut adalah trauma. Masih ada beberapa keluarga yang trauma dengan repatriasi dan juga masa bersiap. Saat masa bersiap, banyak sekali orang Eropa dan juga Indo-Eropa meregang nyawa akibat pembantaian massal pada saat itu. Banyak anggota keluarga para repatriat yang tewas saat peristiwa tersebut. Oleh karena itu, generasi muda mencari asal usul mereka melalui festival ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline