Kali ini kita bahas bersama ya isu royalti musisi dari kacamata penulis. Alasan sederhananya karena belakangan banyak yang menyoroti isu ini.
Menariknya isu ini masih bergulir bertepatan dengan momen hari perayaan kemerdekaan. Maka izinkan penulis melihat kemerdekaan adalah sebuah kedaulatan. Lalu menguraikan tentang kedaulatan musisi berikut nuraninya terkait masalah ini.
Sudah saatnya mereka yang berkarya di negri ini berdaulat termasuk musisi dengan royaltinya. Ini adalah pandangan fundamental karena menyangkut harga-menghargai karya dengan sebenarnya.
Negara dan Regulasi Barunya
Pemerintah meregulasi atau mengeluarkan PP No. 24/2025 Meluncurkan sistem digital real-time untuk menarik royalti. Secara teknis tentu ini langkah maju.
Namun kebijakan di atas menuai kritik bahkan dari beragam musisi itu sendiri. "Urusan royalti ini bukan barang baru, tapi orang-orang (yang meregulasi) itu lagi---itu lagi." Ujar Tompi Sang musisi kawakan negri ini.
Sang musisi di atas hanya ingin menegaskan tentang transparansi. Jikalaupun regulasinya baik, tapi yang menjadi persoalan selama ini banyak yang mengambil keuntungan dari isu kesejahteraan musisi melalui regulasi royalti ini.
Dimana letak merdekanya musisi?
Mereka yang sedang hajatan pernikahan dengan dana secukupnya bahkan kurang dikenakan royalti. Apakah seorang musisi bahagia dan senang menyaksikan hal ini?
Justru banyak musisi menggelengkan kepala. Satu sisi menjual isu kesejahteraan namun dipihak lain menindas rakyat kecil dan kurang mampu.
Royalti dengan regulasi semacam inikah untuk memerdekakan sekaligus memberi kesejahteraan bagi musisi? Raim Laode seorang musisi sekaligus seniman fenomal berasal dari Indonesia timur ini pun turut menaruh komentar.
Pencipta lagu komang ini (Raim Laode) pun berujar dengan tegas, "Sistem royalti ini harus transparan untuk semua". Itu artinya, kemerdekaan bukan hanya milik yang besar, tapi juga musisi yang bertahan dengan idealismenya.