Lihat ke Halaman Asli

akda septi

Mahasiswa

Menimbang Risiko Bioteknologi Laut : Solusi Canggih yang Perlu Diperiksa Ulang

Diperbarui: 19 Juni 2025   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Disusun Oleh: Kelompok 10

Akda Septi Amelia Putri, 

Devi April N., 

Nadilatus Maulita S.

Di tengah kecemasan terhadap pencemaran laut, bioteknologi hadir sebagai harapan baru. Dengan pendekatan biologis seperti bioremediasi menggunakan mikroorganisme untuk mengurai limbah teknologi ini tampak menjanjikan. Namun, apakah benar bioteknologi adalah solusi paling bijak bagi ekosistem laut kita?

Kami justru melihat dari sisi berbeda : risiko yang tersembunyi di balik kecanggihan.

Pertama, bioremediasi berpotensi merusak keseimbangan ekosistem laut. Mikroba seperti Alcanivorax borkumensis yang digunakan untuk menghancurkan tumpahan minyak bukanlah bagian dari komunitas asli laut. Ketika dilepaskan secara massal, mereka bisa mendominasi dan mengganggu mikroorganisme lokal. Akibatnya? Rantai makanan laut bisa terganggu, memengaruhi populasi ikan, bahkan terumbu karang yang sangat sensitif.

Kedua, hasil dari teknologi ini sangat tidak pasti. Laut adalah sistem yang dinamis kadar garam, suhu, oksigen, semuanya berubah-ubah. Mikroorganisme tidak selalu bekerja optimal dalam kondisi tersebut. Bahkan, sisa penguraian dari proses bioteknologi belum diketahui pasti efek jangka panjangnya. Apakah sisa tersebut aman bagi ikan? Atau malah mencemari kembali rantai makanan kita?

Ketiga, ada risiko munculnya mikroorganisme baru yang berbahaya. Sebagian mikroba dalam bioremediasi merupakan hasil rekayasa genetika. Ketika mereka dilepas ke alam, kemungkinan terjadinya pertukaran gen dengan mikroba lain bisa melahirkan jenis baru yang lebih kuat dan tak terkendali. Bahkan bisa kebal terhadap antibiotik dan menimbulkan penyakit baru.

Keempat, biaya bioteknologi tidak murah, dan belum tentu cocok di semua wilayah. Negara berkembang dengan sumber daya terbatas bisa kesulitan mengakses teknologi ini. Padahal ada alternatif lokal, seperti jerami atau serbuk gergaji, yang juga bisa menyerap minyak secara alami dan ramah lingkungan.

Terakhir, aturan dan etika penggunaannya belum jelas. Siapa yang bertanggung jawab jika terjadi bencana biologis? Apakah kita boleh semena-mena merekayasa mikroorganisme lalu melepasnya ke laut?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline