Di tengah tuntutan global akan laporan berkelanjutan (sustainability report), dunia usaha kini menghadapi kenyataan bahwa nilai perusahaan tak lagi sekadar diukur dari aset fisik atau laba kotor. Lebih dari 70% nilai pasar perusahaan modern berasal dari aset tak berwujud, seperti yang diungkap oleh ahli akuntansi Baruch Lev. Dalam paradigma baru ini, manusia bukan lagi biaya operasional, melainkan aset tak berwujud (intangible asset) yang vital.Â
Dua hak asasi manusia yang secara spesifik menopang nilai aset tak berwujud ini adalah Hak atas Reproduksi dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sudah saatnya pasar modal dan laporan berkelanjutan (ESG) mengintegrasikan perlindungan kedua hak ini sebagai indikator kunci keberlanjutan.Â
1. Manusia: Modal Berkelanjutan, Bukan Sumber Daya Habis PakaiÂ
Akuntansi modern, terutama melalui Teori Modal Manusia (Gary Becker), mengajarkan bahwa investasi pada kualitas hidup manusia---pendidikan, kesehatan, dan kebebasan pribadi---akan meningkatkan produktivitas dan menciptakan nilai ekonomi jangka panjang.Â
Jika perusahaan menghormati hak-hak dasar manusia, mereka sedang memperkuat struktur nilai ekonominya sendiri. Sebaliknya, perlakuan manusia hanya sebagai "faktor produksi" tanpa mempertimbangkan martabatnya adalah risiko bisnis jangka panjang. Perusahaan yang gagal mengakui ini akan berhadapan dengan erosi reputasi, hilangnya loyalitas karyawan, dan pada akhirnya, penurunan nilai di mata investor global yang makin berorientasi ESG (Environmental, Social, and Governance).Â
2. Hak Reproduksi: Fondasi Kualitas Modal Manusia (S dalam ESG)Â
Hak atas reproduksi mencakup kebebasan individu dalam menentukan kesehatan reproduktif, kehamilan, dan keluarga. Ini adalah isu yang secara langsung memengaruhi kualitas dan kesejahteraan tenaga kerja, dan karenanya, produktivitas.Â
Dalam kerangka pelaporan berkelanjutan seperti GRI (Global Reporting Initiative) dan SASB (Sustainability Accounting Standards Board), isu reproduksi terangkum dalam kesehatan, kesetaraan gender, dan kesejahteraan sosial (S dalam ESG).Â
Melindungi hak reproduksi berarti memastikan karyawan dapat bekerja secara optimal tanpa diskriminasi kesehatan, yang pada akhirnya meningkatkan loyalitas dan produktivitas. Sebaliknya, membatasi hak ini menciptakan risiko reputasional dan hukum yang dapat menurunkan nilai pasar saham secara drastis. Akuntansi berkelanjutan harus mengukur hal ini sebagai bagian dari indikator sosial yang wajib dilaporkan.Â
3. HKI: Reproduksi Pikiran dan Basis Nilai DigitalÂ