Lihat ke Halaman Asli

Aidhil Pratama

TERVERIFIKASI

ASN | Narablog

Sultan Ageng Tirtayasa dan Kemitraan Cerdasnya dengan Pendatang Tionghoa

Diperbarui: 3 September 2025   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu obyek wisata religi di Banten yaitu Masjid Agung Banten.(gotravelly.com via Kompas.com)

Kisah orang Tionghoa di Banten sering diringkas terlalu rapi. Mereka kerap ditempelkan label loyalis Dinasti Ming, seolah hanya ada satu warna: setia pada dinasti lama (Tirto.id, 2025).

Diceritakan mereka lari dari penguasa baru, Dinasti Qing Manchu, yang menaklukkan Tiongkok pada abad ke-17. Narasi seperti ini terdengar heroik dan sarat muatan politik.

Tapi mari kita tengok lebih dekat. Ceritanya tampaknya tidak sesederhana itu. Ada cara pandang yang lebih luas.

Apakah semua perantau Tionghoa berangkat dengan tujuan yang sama? Belum tentu. Banyak yang tak lebih dari pedagang yang mencari peluang. Ada juga yang pergi sebagai pengungsi, menyelamatkan diri dari kekacauan perang (Historia.id).

Mereka ingin hidup yang lebih layak. Dan Banten, pada masa itu, adalah pelabuhan lada yang terhubung ke pasar internasional (Kompas.id, 2022).

Jadi kedatangan mereka bukan misi politik. Mereka ingin selamat dan, kalau bisa, untung. Dorongan ekonomi sering lebih kuat. Begitu juga kebutuhan akan keselamatan pribadi. Keduanya kerap mengalahkan urusan ideologi.

Lalu muncul nama Kaytsu, atau Kiai Ketsu (Historia.id). Sering disebut sebagai kunci kejayaan Banten, terutama di masa Sultan Ageng Tirtayasa. Perannya sebagai penasihat penting memang tercatat. Pertanyaannya, apakah ia satu-satunya penentu? Jelas tidak.

Kejayaan sebuah kesultanan lahir dari kerja kolektif. Ada Sultan Ageng Tirtayasa sendiri, pemimpin cerdik dan berani, yang gigih menantang monopoli VOC (CNN Indonesia, 2023).

Ada para pejabat dan bangsawan, juga para ulama. Jangan lupa komunitas pedagang lain yang meramaikan pelabuhan, dari Arab dan India sampai Eropa. Dalam lanskap sebesar itu, Kaytsu adalah bagian dari mesin yang lebih besar. Bukan pahlawan tunggal.

Hubungan komunitas Tionghoa dengan Kesultanan Banten juga perlu dilihat dengan kacamata yang lebih jernih. Cerita populer sering menggambarkannya mulus dan harmonis. Nyatanya, sejarah jarang berjalan tanpa riak.

Kekuatan ekonomi bisa melahirkan persaingan, bahkan gesekan sosial. Persaingan dagang yang keras antara pengusaha Tionghoa dan pelaku lokal, misalnya, bukan hal mustahil (Kompas.id, 2022).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline