Lihat ke Halaman Asli

Dari MBKM ke Kampus Berdampak: Dampak untuk Mahasiswa atau Pemerintah?

Diperbarui: 2 Juni 2025   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari MBKM ke Kampus Berdampak: Dampak untuk Mahasiswa atau Pemerintah?

Pergantian kebijakan pendidikan tinggi dari MBKM ke Kampus Berdampak kembali menuai sorotan dari kalangan mahasiswa. Banyak yang merasa kebijakan ini terus berubah sebelum sempat benar-benar dipahami dan dijalankan dengan maksimal. Mahasiswa yang baru menyesuaikan diri dengan sistem MBKM kini kembali dituntut memahami arah baru Kampus Berdampak, yang membawa aturan dan target baru. Bagi sebagian mahasiswa, hal ini justru menambah beban ketimbang memberi manfaat. "Kami capek jadi bahan percobaan," keluh salah satu mahasiswa di Medan. 

MBKM awalnya disambut dengan antusias karena memberi ruang belajar di luar kampus. Namun pelaksanaannya masih belum merata, dan banyak kampus kesulitan memfasilitasi program -program yang ditawarkan. Ketika mahasiswa mulai paham dan mengikuti kegiatan seperti magang, proyek desa, atau pertukaran pelajar, kini muncul narasi baru tentang "harus berdampak". Mahasiswa mengaku bingung harus menyesuaikan diri dengan perubahan sistem, padahal program sebelumnya belum selesai dijalankan secara optimal. Ini memunculkan pertanyaan: siapa sebenarnya yang paling diuntungkan oleh perubahan ini?

Di sisi lain, mahasiswa merasa bahwa tuntutan untuk "berdampak" kerap tidak disertai dengan dukungan nyata. Banyak yang mengeluh soal minimnya anggaran, bimbingan, bahkan informasi. Ketika gagal mencapai ekspektasi program, mahasiswa justru disalahkan kurang aktif atau tidak inisiatif. Padahal, masalah utama ada pada komunikasi yang kurang jelas dan kebijakan yang terus berubah. Mahasiswa dituntut untuk menjadi agen perubahan, namun sistem pendidikannya sendiri tidak memberi ruang yang stabil.

Sementara pemerintah menilai Kampus Berdampak sebagai inovasi lanjutan dari MBKM untuk mendorong mahasiswa menjadi bagian dari solusi bangsa, mahasiswa merasa justru dijadikan alat untuk mengejar target-target kebijakan. Mereka ingin pendidikan yang memberi arah jelas, konsisten, dan tidak berubah setiap tahun. Bagi banyak mahasiswa, kestabilan sistem jauh lebih penting daripada slogan-slogan perubahan yang terus berganti.

Transformasi pendidikan tinggi idealnya membawa kemajuan, bukan kebingungan. Jika perubahan kebijakan tidak melibatkan suara mahasiswa dan hanya menekankan hasil tanpa mempermudah proses, maka yang terjadi hanyalah tekanan tanpa arah. Mahasiswa ingin belajar dan berkembang, tapi mereka butuh sistem yang mendukung, bukan membuat mereka terus beradaptasi dengan kebijakan yang tidak selesai dibangun.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline