Dalam sebulan terakhir, kondisi masyarakat Indonesia sedang terkoyak. Aksi demonstrasi terjadi di seluruh penjuru tanah air dan tidak sedikit berakhir dengan ricuh seperti pembakaran fasilitas umum dan penjarahan, terlepas adanya provokasi dari luar pendemo.
Aksi demonstrasi yang terjadi di seluruh negeri merupakan puncak kemarahan rakyat yang merasa dikhianati oleh pemerintahnya sendiri.
Sejak pelantikan Presiden Prabowo Subianto pada Oktober 2024 lalu, muncul berbagai kontroversi yang membuat rakyat geram dan menganggap kebijakan pemerintah tidak pro rakyat.
Ketika pemerintah sedang menyerukan penghematan nasional dengan kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak pada ekonomi masyarakat, tunjangan anggota DPR naik fantastis, berkali-kali lipat dari UMR Jakarta.
Lebih dari itu, para pejabat negara termasuk beberapa Menteri dan Anggota DPR bersikap pongah dan nir-empati yang kemudian memancing amarah rakyat.
Di sisi lain, di masa pemerintahan Prabowo, banyak kasus korupsi ratusan trilliun yang diungkap. Meski hal ini seharusnya menjadi kabar baik, namun skandal mega korupsi yang terjadi di negeri ini, semakin membuat rakyat muak.
Puncak kemarahan rakyat terjadi di tanggal 28-29 Agustus, yang dipicu oleh kematian Affan Kurniawan seorang pengemudi ojek online yang dilindas kendaraan rantis Brimob.
Kematian Affan Kurniawan, menjadi titik poin yang memancing solidaritas sebagai sesama rakyat biasa. Aksi demonstrasi meluas di berbagai wilayah dari ibukota Jakarta, kota-kota besar di hampir seluruh provinsi dan bahkan hingga ke kota-kota kecil kabupaten.
Sayangnya aksi demonstrasi juga banyak ditunggangi oleh pihak lain yang memiliki motif memecah belah aksi demonstrasi, termasuk adanya aksi pembakaran gedung-gedung DPRD, berbagai fasilitas umum dan juga penjarahan rumah anggota DPR RI dan Menteri.
Kericuhan yang terjadi, tercatat hingga hari ini telah memakan 10 korban jiwa (Kompas.com, 2/9), belum aksi massa yang masih belum ditemukan serta aksi massa yang mengalami luka-luka.