Mohon tunggu...
M Ammar Mahardika
M Ammar Mahardika Mohon Tunggu... Insinyur - Service Engineer PT ALTRAK 1978

Lahir di Jakarta 16 Agustus 1996, suka menulis. Akhir-akhir ini membuat prosa seperti puisi atau cerpen. Salam kenal! :)

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Kecil-kecilan terhadap Cawapres Jokowi untuk Pemilihan Presiden 2019

9 Agustus 2018   20:13 Diperbarui: 9 Agustus 2018   20:19 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi bersama K. H. Maruf Amin (sumber: news.detik.com)

Kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 memasuki babak baru. Setelah tagar #2019GantiPresiden, geliat Partai Demokrat yang mengaku berasal dari "poros tengah", hingga yang terbaru ini K. H. Maruf Amin yang kini memutuskan untuk berlabuh sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari petahana Joko Widodo (Jokowi). Berita ini mengejutkan banyak masyarakat. 

Apalagi alasannya kalau bukan nama tokoh Nahdlatul  Ulama (NU) ini sebelumnya tak pernah muncul di bursa cawapres pria yang sebelumnya menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta itu. Sebagai warga yang melek politik, penulis ingin berbagi pemikiran "kecil-kecilan" tentang alasan dan kemungkinan yang terjadi terhadap penentuan cawapres yang cukup menghebohkan ini.

  • Merangkul Ormas Islam Terbesar di Indonesia
  • Tak bisa dipungkiri, Jokowi yang berhasil merayu K. H. Maruf Amin untuk berada segaris dengan kubunya menunjukkan bahwa ulama yang sekarang menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat ini dianggap sebagai tokoh yang massa politiknya paling mengakar, khususnya bagi kalangan sayap kanan dan ormas-ormas pendukungnya. Kita bisa lihat kiprah beliau---selain sebelumnya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), DPRD, DPR dam MPR---pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 yang lalu. Hal ini penting karena dalam kontestasi tingkat nasional memegang  suara mayoritas adalah hal wajib; dan Jokowi selangkah di depan dari pesaingnya yang lain dalam hal ini.
  • Menghindari Politik Dinasti
  • Mengingat umur K. H. Maruf Amin yang memasuki 75 tahun, dapat dipastikan bahwa secara politis inilah titik kulminasi karier beliau. Kita bisa perhatikan pula bahwa Pilpres ini menjadi rentang waktu kedua Jokowi (bila terpilih tidak ada kali ketiga menduduki Istana Negara). Artinya, sejauh ini Jokowi tidak berniat untuk memanjangkan kekuasaannya di suatu saat nanti. Hal ini menurut penulis tidaklah buruk untuk dijadikan contoh berpolitik di Indonesia yang mengedepankan demokrasi daripada kolusi dan nepotisme.
  • Percaya Diri dengan Indonesia Tengah dan Timur
  • Salah satu kunci kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014 adalah berhasil memegang suara di Indonesia Timur. Walaupun jumlah pemilihnya kurang prestisius, tetapi isu-isu yang muncul di sana sering sekali muncul sebagai isu nasional, seperti disparitas harga, infrastruktur mandek, dsb. Pada gelaran sebelumnya, Jokowi mengandalkan sosok Jusuf Kalla (JK) untuk mendulang simpati dari sana. Namun, untuk sekarang tidak perlu lagi figur JK sebab Jokowi sudah "megang" di Sulawesi, Sunda Kecil, gugusan pulau Maluku dan Papua karena beberapa janji politik beliau dapat ditepati.

Analisis ini bukan mengunggulkan Jokowi. Ada beberapa kekurangan di formasi ini, contohnya tidak muncul regenerasi politik nasional hingga potensi terangkatnya lagi polarisasi antara NU dan Muhammadiyah. Selain itu, kita juga tidak tahu pesaing beliau (yang kemungkinan besar Prabowo Subianto-Sandiaga Uno) memunyai kartu truf yang bisa menahan laju petahana. Siapa tahu Prabowo ingin menguak luka lama, atau Sandiaga Uno---yang selama ini terlihat gagap politik---tiba-tiba siap bersaing menjadi cawapres dari kubu oposisi. Apapun yang terjadi, berpolitiklah dengan cerdas dan tanpa SARA!*

Salam,

MAM

9 Agustus 2018

(bacaan: kompas.com, detik.com, mui.or.id)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun