Mohon tunggu...
Amirul SalsabilaFatany
Amirul SalsabilaFatany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPI

Senang mempelajari manusia dan kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesiapsiagaan Psikologis dalam Menghadapi Bencana

2 Mei 2023   09:45 Diperbarui: 2 Mei 2023   09:56 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara yang terletak dalam wilayah Ring of Fire (Cincin Api Pasifik) yang terbentang dari bagian utara pulau Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, hingga ke Sulawesi Utara. Hal ini membuat Indonesia dikategorikan sebagai negara yang rawan terhadap bencana. Artikel Husna (2012) menyebutkan bahwa bencana di Indonesia bisa mencapai lebih dari 1.000 kali dalam setahun atau mencapai 3 kali dalam sehari.

Bencana merupakan suatu peristiwa yang dapat menjadi stresor dan dapat dialami oleh semua orang. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendefinisikan bencana sebagai suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Menurut Chatarina (2012) korban bencana alam akan menghadapi persoalan fisik seperti gangguan pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan persoalan psikososial yang dihadapi seperti kehilangan mendalam atas meninggalnya anggota keluarga, kehilangan harta benda serta sumber pencaharian yang menyebabkan kesedihan berkepanjangan yang dirasakan oleh korban. Lebih lanjut, risiko dari korban bencana yang selamat adalah mengalami dampak psikologis dalam jangka panjang yang berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis saat melakukan aktivitas sehari-hari (Davidson & Mcfarlane dalam Wati, Mustikasari, & Ria, 2020).

KESIAPSIAGAAN PSIKOLOGIS DALAM KEBENCANAAN

Ilmuan sosial, manajemen bencana, dan pembuat kebijakan publik pada umumnya mengelompokkan penelitan dan panduan pengurangan risiko bencana dalam empat fase, yaitu mitigasi, kesiapsiagaan, respons dan pemulihan (Sutton & Tierney, 2006). Kesiapsiagaan adalah elemen penting dalam pengelolaan bencana. Kesiapsiagaan terhadap bencana dapat mengurangi dampak negatif bencana serta dapat memberikan kemudahan dalam mengurangi risiko bencana (Hasrul, Sri, & Arnim, 2019).

Carter (1991 dalam Kurnianto, 2019) mendefinisikan kesiapsiagaan bencana sebagai tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi-organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Sedangkan Federal Emergency Management Agency (FEMA) mendefinisikan kesiapsiagaan bencana sebagai bentuk kegiatan seperti pelatihan, kepemimpinan, kesiapan dan bantuan teknis serta keuangan untuk memperkuat masyarakat ketika mereka bersiap menghadapi bencana, mengurangi dampak bencana, menanggapi kebutuhan masyarakat setelah bencana dan melakukan upaya pemulihan.

Kesiapsiagaan sangat berperan penting dalam pengurangan potensi terganggunya kondisi psikologis korban yang terdampak bencana. Fan (Rohmi, 2016) mengatakan bahwa beberapa paparan bencana mampu menimbulkan gejala psikologis seperti amnesia, kecemasan, fobia, penyalahgunaan zat, insomnia, gangguan stres akut (ASD), depresi, bunuh diri, dan penyakit mental lainnya. Dalam menghadapi risiko dampak psikologis, seseorang harus mempunyai kesiapsiagaan psikologis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan psikologis disebutkan mampu mengurangi berbagai masalah kesehatan jiwa korban yang diakibatkan dari bencana (Jamali dkk., 2022).

Perbedaan tingkat kesiapsiagaan psikologis seseorang dalam menghadapi bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan guna meningkatkan kesiapsiagaan psikologis, perlu untuk memperhatikan beberapa faktor yang terkait. Faktor pengetahuan, efikasi diri, motivasi diri, stres, dan koping seseorang dalam menghadapi bencana dapat memengaruhi kesiapsiagaan psikologis bencana pada seseorang (Estafetta dkk., 2020). 

Kesiapsiagaan psikolgis juga dipengaruhi oleh usia, tingkat pendapatan, demografi, jenis kelamin, hingga fasilitas yang ada di wilayah tersebut (Widiastuti dkk., 2022). Lebih lanjut, kesiapsiagaan psikologis juga melibatkan beberapa proses dan kapasitas yang saling terkait dalam individu, seperti kesadaran, pengetahuan, antisipasi, perhatian, pemikiran, perasaan, stres yang dialami, motivasi, niat dan pengambilan keputusan, serta pengelolaan emosi, atau koping dalam pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang (Reser & Morrissey, 2009).

KESIAPSIAGAAN PSIKOLOGIS: ANTICIPATE, IDENTIFY, MANAGE (AIM)

Perasaan yang dirasakan individu dalam situasi bencana sangat dipengaruhi oleh cara mereka mengatasi reaksi fisik seperti detak jantung yang kencang dan sesak napas serta pikiran negatif yang dialami. Reaksi tubuh dan pikiran yang normal ini dapat membuat orang merasa cemas, putus asa, bahkan marah yang nyatanya kurang baik jika dirasakan dalam situasi bencana. Kesiapsiagaan secara psikologis berarti reaksi alami terhadap stres ini dapat diantisipasi dan dikelola untuk membantu orang merasa lebih terkendali dan percaya diri (APS, 2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun