Mohon tunggu...
Amirul Jannah
Amirul Jannah Mohon Tunggu... 12 MIPA 7

hiiii

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sultan Syarif Kasim II: Semua Demi RI

14 November 2021   21:54 Diperbarui: 14 November 2021   22:07 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sultan Syarif Kasim II: Semua Demi RI

 

    Yang di pertuan besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II adalah Sultan ke-12 dan juga merupakan sultan terakhir kesultanan Siak. Sultan Syarif Kasim II merupakan anak dari Sultan Syarif Hasim I dan istrinya permaisuri Tengku Yuk. Sultan Syarif Hasyim I adalah sultan ke-11 kerajaan siak yang amat sangat dicintai rakyatnya. Dalam kegelapan malam yang dikelilingi dengan doa, Sultan Syarif Kasim II dilahirkan di Siak Sri Indapura, Riau pada tanggal 1 Desember 1893. Lahir sebagai putra kesultanan membuat ia dari kecil di didik dalam lingkungan kesultanan yang dipenuhi cerita baik dan buruk. Ia didik sebagaimana mestinya adat istiadat raja-raja, baik dari hal fisik, mental, sampai kerohanian.

    Ayahnya  merupakan seorang sultan bercitra bersih yang memegang kuat prinsip Islam. Ia juga memiliki pandangan luas mengenai peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya serta citra baik terpenuhi olehnya. Untuk itu, ia ingin Syarif Kasim menjadi duplikat dirinya yang nanti akan menggantikannya dikemudian hari dalam memimpin kerajaan dengan prinsip Islam dan pengetahuan yang luas. Sekalipun tidak terlihat seperti kekurangan orang berilmu pada kesultanan itu. Hanya saja prinsip yang diterapkan ayahnya akan sangat berpengaruh untuk pembentukan karakter Kasyim dimasa depan.

  Bahkan demi terwujudnya keinginan itu, ayahnya mengirim Kasyim untuk melanjutkan pendidikannya di Batavia. Tengku Yuk yang merupakan ibu dari Kasim, pada saat itu tidak setuju dengan keputusan tersebut.

    "Mengapa paduka menginginkan aku jauh dari putraku? Jika alasannya karna pendidikan Kasyim pun masih bisa melanjutkannya disini", tanya Tengku Yuk penasaran.

    "Bukan begitu istriku, aku hanya ingin putra kita bisa melanjutkan pendidikannya di Batavia untuk lebih memperdalam ilmu disana yang memang ku akui lebih baik. Yang secara langsung pun akan sangat amat berpengaruh akan nasib kesultanan dimasa yang akan datang", jelas Sultan Hasim I.

    "Aku tidak ingin Kasyim hilang dari pandanganku, itu akan membuat hatiku gelisah", minta sang permaisuri.

    "Kau ingin anak kita bisa menggantikan ku saat aku telah tiada kan? Keputusan ini pun sangat berat untukku tapi ini merupakan cara yang tepat untuk mendidik Kasyim agar bisa seperti diriku bahkan lebih baik dariku".

    Tengkyu Yuk menunduk, lalu menoleh ke kanan tepat pada sang suami. Sultan Kasim I terus meyakinkan istrinya utuk merelakan Kasim pergi melanjutkan pendidikannya di Batavia. Setelah dilema yang panjang pada akhirnya Kasim dikirim ke Batavia saat berusia 12 tahun tepatnya pada 1904 dengan tujuan untuk menjalankan pendidikannya. Di Batavia, Kasim memperdalam pendidikannya tentang hukum Islam.

    Di Batavia, Sayed Kasim melanjutkan pendidikan tentang hukum Islam dan berguru kepada Sayed Husein Al-Habsyi yang adalah ulama akbar dan juga termasuk orang pergerakan nasional. Selain berupaya bisa tentang hukum Islam beliau juga menuntut ilmu hukum dan ketatanegaraan dari Prof. Snouck Hurgronye dari Institute Beck en Volten.

    Dalam kehidupannya yang sangat berpengaruh adalah nasihat dari Sayed Husein Al-Habsyi hingga beliau menjadi pemeluk agama Islam yang taat dan berjiwa kebangsaan yang tinggi. Masa penempaan diri selama 11 tahun dari tahun 1904 sampai tahun 1915 di Batavia yang masa itu adalah Pusat Pergerakan Nasional, telah menanamkan kepada pemuda Sayed Kasim semangat kesatuan, semangat kemerdekaan dan semangat sebagai menentang penjajah.

    Kasyim yang sedang berada dikelas dan fokus mengemban studinya dikagetkan dengan datangnya utusan kesultanan.

    "Ada masalah penting apa sampai kau datang kemari sendiri menemuiku?",tanya heran Kasyim.

    "Tuan ada yang ingin saya sampaikan, saya membawa kabar bahwa sang sultan saat ini telah tiada," jawab prajurit dengan keraguan.

    "A-apa maksudmu? Tidak mungkin", respon Kasyim tidak percaya.

Seperti disambar petir Kasyim yang dikabari oleh utusan kesultanan bahwa ayahandanya telah wafat (1908) langsung terbujur kaku yang masih tidak percaya akan kenyataan itu. Raut wajah yang tidak dapat ditutupi bahwa Kasyim sangat terpikul hatinya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih Kasyim berusaha menerimanya.

    Berita itu secepat kilat menyambar seluruh negeri yang tidak luput menjadi bahan omongan rakyatnya. Seketika langit diseluruh penjuru Riau terkumpul doa untuk sang sultan, tidak peduli perbedaan agama, mereka semua mendoakan kepergian sang sultan. Tidak ada angin tidak ada hujan dirinya tidak menyangka ayahnya akan pergi untuk selamanya secepat ini. Kala itu diusianya yang baru menginjak 16 tahun tidak siap akan kenyataan bahwa dirinya akan menjadi pemimpin.

    "Ibunda, aku belum siap untuk menggantikan posisi ayah. Mampukah diriku menjadi tulang punggung menjadi pemimpin penyelenggara pemerintahan?", kegelisahan yang Kasyim sampaikan.

    "Kamu masih ingat apa yang ayah titipkan padamu setelah dirinya tiada? Kamu harus selalu ingat karena itu yang akan memberi kamu kekuataan," jawab Tengu Yuk untuk menguatkan Kasyim.

    Sebagai penerus ayahnya Ia mendapat gelar sebagai Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin. Malam buta selalu menjadi suasana yang pas untuk dirinya merenung. Memikirkan bagaimana nasib kesultanan saat ia memimpin menjadi pertanyaan yang paling banyak muncul dalam pikirannya. Dalam banyak hal, ia terlintas untuk tidak mengambil alih tahta ayahnya, namun ia telah dititipi pesan sedari ia kecil untuk menjaga dan memimpin kesultanan jika ayahnya telah tiada. Tetapi karakter yang ayahnya sudah tanamkan pada Kasyim sejak ia kecil membuat ia mempunyai jiwa pemimpin yang tidak akan membuatnya lari dari masalah.

    Terlebih dahulu mesti dibilang, sebelum resmi dinobatkan menjadi sultan, ia telah sedikit bernegosiasi dengan para petinggi kesultanan. Dan menyatakan dirinya akan meyelesaikan terlebih dahulu studinya. Ibunya hanya mendukung apa yang dilakukan Kasyim karena dia tau Kasyim sudah dewasa dan itu yang terbaik. Menghadapi para petinggi ke sultanan harus ia hadapi agar bisa menyampaikan apa yang ada dilubuk hatinya. Mendengar alasan Sultan Syarif Kasim II, hati para petinggi dikesultanan pun mulai mencair dan memberi kelonggaran pada Sultan Syarif Kasim II untuk terlebih dahulu menyelesaikan studinya.

    Sebagai pengisi kekosongan pemimpin di kesultanan maka sementara masa pemerintahan dipegang oleh dua orang pejabat yang mewakili raja yaitu Tengku Akbar Sayed Syagaf dan Datuk Lima Puluh selama 7 tahun. Di masa pemerintahan ayahandanya Sultan Sayed Hasyim dalam melaksanakan pemerintahannya, baginda dibantu oleh Dewan Menteri atau Dewan Kerajaan. Dewan inilah yang memilih dan mengangkat sultan. Dewan ini bersama sultan membuat undang-undang dan peraturan. Dewan itu terdiri dari Datuk-datuk Empat Suku, yaitu Datuk Tanah Datar Sri Pakermaraja, Datuk Limapuluh Sri Bijuangsa, Datuk Pesisir Sri Dewaraja dan Datuk Kampar Maharaja Sri Wangsa.

    Hingga pada waktunya tiba, saat Sultan Syarif Kasim mulai menginjak usia 21 atau yang bisa dibilang usia yang sudah cukup matang untuk menjadi sultan dia diresmikan sebagai sultan dari Kesultanan Siak. Tetapi sebelum itu ia telah lebih dulu untuk menikah dengan putri bangsawan yaitu Tengku Syarifah Latifah yang kemudian diberi gelar Tengku Syarifah. Pada saat itu, pada waktu tepat dimana Kasim dinobatkan menjadi Sultan Syarif Kasim II. Ia ragu ragu menuju mimbar penobatan. Tapi selalu terlintas wajah ayahnya yang selalu muncul dalam pikirannya seolah olah hadir langsung menyaksikannya. Semua rakyaknya berkumpul pada tempat dimana Kasyim di resmikan, tidak peduli mereka sedang apa mereka tetap berkumpul pada tempat penobatan demi menyambut sultan baru untuk kesultanan Siak Indapura yang amat dicintai mereka.

    Dengan dada ditegakkan dan kepala diangkat Kasyim berdiri didepan semua rakyat yang siap menyambut dirinya sebagai sultan yang baru. Dimulainya proses peresmian Kasyim menjadi Sultan Syarif Kasim II diiringi sorak soray penonton yang berbahagia. Sebelum Sultan Syarif Kasim II menyampaikan kebijakan baru dia telah terlebih dahulu sujud syukur memaknai lancarnya proses penobatan dirinya.

    "Assalamualaikum, saya Sultan Syarif Kasyim dengan ini telah resmi sebagai sultan di Kesultanan ini".

    "Dengan ini beberapa kebijakan baru akan saya umumkan kepada kalian semua wahai rakyatku yang amat saya cintai".

    "Saya menegaskan bahwa Kerajaan Siak berkedudukan sejajar dengan Belanda".

    Kebahagiaan yang terlihat dari para rakyatnya sangat terpancar. Menyambut hadirnya pemimpin baru yang membawa angin segar untuk para rakyatnya. Terlebih selama ini Belanda selalu memperlakukan para rakyat dengan semena mena. Dengan pernyataan ini para rakyat pun merasa lebih lega. Sejak saat itu hidup rakyatnya sangat amat terjamin. Mereka tidak perlu khawatir akan kedatangan Belanda saat sedang terlelap dalam kegelapan malam. Pengangkatan Sayed Kasim sebagai sultan dilakukan oleh Datuk Empat Suku yang merupakan Dewan Kerajaan Siak. Dewan inilah yang bertugas membuat peraturan dan undang-undang kerajaan. Sultan Syarif Kasim membuat aturan perundang-undangan mengenai pemerintahan di daerah. Dalam aturan tersebut dibagi wilayah yang setiap wilayahnya akan dipimpin satu raja.

    Tidak berselang lama setelah penobatan Sultan Syarif Kasim II berlangsung, berita itu dengan cepat menyebar keseluruh penjuru Riau, maka saat itu juga berita itu sudah sampai ketelinga pemerintah Hindia Belanda. Seketika itu pemerintah Belanda ketar ketir akan kebenaran berita tersebut. Maka itu para koloni Belanda mengadakan rapat darurat menyusul kegelisahannya setelah berita pengangkatan itu.

    "Apa kalian sudah mendengar berita bahwa Kesultanan Siak telah menobatkan secara resmi putranya? yang dikabarkan memiliki sikap yang progesif dan juga berwawasan luas setelah mengemban studinya di Batavia", kegelisahan para pemerintah Belanda.

    "Kita harus segera mengambil tindakan sebelum semua nya bertambah rumit untuk kita,"

    "Bagaimana sebagai tindakannya kita mulai mengecilkan guna dan fungsi Dewan Kerajaan dan bahkan kalau bisa Dewan Kerajaan dicerai-beraikan,", usulnya

    "Sepertinya tindakan itu cukup bisa menjatuhkan masa awal pemeritahan Sultan Syarif Kasim II", para petinggi pemerintahan Hindia Belanda pun setuju atas putusan tersebut.

    Harus dibilang bahwa pada masa pemerintahan Sultan Syarif Kasimn II, Kesultanan Siak adalah Kesultanan yang kaya. Karana pada masa pemerintahannya perekonomian Kerajaan Siak Sri Indrapura meningkat. Selain membuka hubungan dagang dengan banyak wilayah, Sultan Syarif Kasyim II juga banyak membuka lapangan kerja baru dan berhasil menata kota Siak Sri Indrapura. Dalam bidang tata pemerintahan, Sultan Syarif Hasyim menyempurnakan aturan perundangan kesultanan Siak Bab Al-Qawaid yang berarti pintu segala pegangan. Sultan Syarif Hasyim juga menyederhanakan struktur pemerintahan dengan mengilangkan jabatan wakil raja.

    Undang-Undang Kerajaan dan Atur Pemerintahan Kerajaan Siak yang tertuang dalam Babul Kawaid, yang adalah pedoman sepuluh provinsi Kerajaan Siak semenjak kepemimpinan ayahandanya tersebut dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda. Sultan Siak tidak menerima perubahan yang diusulkan Hindia Belanda karena hal ini dirasakan bahwa Hindia Belanda terlalu banyak mencampuri urusan kerajaan.

    Sebagian besar para petinggi kerajaan sangat amat menyarankan Sultan Syarif Kasyim melakukan perlawanan kepada Hindia Belanda dengan peperangan. Karena mereka nilai Hindia Belanda pun sudah melewati batas dalam mencampuri urusan dalam Kesultanan.

    "Begini. Aku sendiri pun sudah tidak tahan dengan sikap para pemerintah Hindia Belanda yang semakin semena mena pada kita."

    "Namun jika aku bergerak untuk memilih jalur perang, maka itu akan berdampak lebih buruk untuk para rakyatku. Aku tidak mau mereka yang saat ini pun merasa kesulitan akan tambah sulit ketika ada perang."

    Terdiam sejenak, menalar, lalu mengangguk angguk. Dengan demikian para petinggi kerajaan tetap mengormati keputusan Sultan Syarif Kasim II, mereka tetap mendukung apapun yang Kasyim lakukan. Sebab mereka tau apa yang dilakukannya akan lebih baik dan mereka sangat menerima keputusan itu.

    "Aku tau pasti mereka sangat senang saat kita tidak terlihat melakukan tindakan apa apa terhadap putusannya".

    "Kita akan bergerak dalam tanah, dan menggunakan cara yang elegan sehingga itu akan membuat pemerintah Hindia Belanda terkejut;" tegas strategi Sultan Syarif Kasim II.

    Kala itu saat Sultan Syarif Kasim II terfokus menyusun strategi untuk menentang keputusan pemerintah Hindia Belanda, pemaksaan dan tekanan yang berjalin-jalin dilakukan Hindia Belanda akhir-akhirnya membuahkan hasil.

    "Aku tidak melihat aksi berarti dari Sultan Syarif Kasim II yang dikabarkan memiliki sikap progresif", tawa pemerintah Hindia Belanda saat melakukan rapat.

    "Ya benar. Buktinya saja kita berhasil membangun pemerintahan di daerah-daerah dari wujud provinsi menjadi district dan onder district," balas orang Hindia Belanda yang tampak bahagia. Selanjutnya Kerajaan Siak terdiri dari 5 distrik, yaitu Distrik Siak, Distrik Selatpanjang, Distrik Bagansiapi-api, Distrik Bukit Batu dan Distrik Pekanbaru.

    Setelah Datuk Empat Suku tidak berfungsi lagi, penghasilan hutan tanah yang disebut pancung alas tidak boleh lagi dipungut. Dari hari ke hari tekanan oleh pihak Hindia Belanda semakin terasa dan meresahkan rakyat. Rakyat yang mengeluhkan ini kepada Kesultanan hanya bisa berharap pihak Kesultanan akan mengatasi nya dengan baik. Mereka sangat menggantungkan harapan mereka kepada Kesultanan. Kesultanan yang menerima banyak keluhan dari rakyat nya pun berbegas mencari solusi lain.

    Strategi Sultan Syarif Kasyim tak kunjung mempan dan membuahkan hasil yang baik. Sultan Syarif Kasim II semakin menentang Hindia Belanda dan memandang perlu membangun kekuatan fisik, karena ancaman Hindia Belanda tidak dapat dielakkan lagi. Sultan membangun kekuatan militer yang berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih sebagai membangkitkan semangat perlawanan dan mempertahankan diri serta membela nasib rakyat. Semangat jiwa para pemuda dan sikap nasionalisme sudah terlihat saat mereka dimintai menjadi barisan yang akan membela rakyat.

    Sultan Syarif Kasim II menolak campur tangan peraturan pengadilan pemerintahan Hindia Belanda terhadap rakyatnya dan tetap mempertahankan keberadaan Kerapatan Tinggi Kerajaan Siak yang diatur dan disusun oleh Kerajaan Siak sendiri. Sultan Syarif Kasim II dengan tegas juga menolak mengakui Kesultanan Siak sebagai anggota dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, meskipun para sultan pendahulunya telah terikat akad dengan Hindia Belanda, termasuk Akad London 1824.

    Seketika itu keadaan menjadi memanas. Belanda tak bisa terima, Sultan Syarif Kasim II dianggap memberontak. Untuk menumpas pemberontakan itu, Belanda melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah penduduk.  Yang biasanya pemerintah Hindia Belanda sedikit tenang karna kesultanan tidak melakukan perlawanan tiba tiba menjadi khawatir akan situasi ini.

    "Sepertinya Kesultanan akan melakukan perlawanan kali ini", cetus pemerintah kolonial Hindia Belanda.

    "Kendati begitu, kita harus lebih mempersiapkan pasukan untuk maju lebih cepat, dan bila perlu meminta bala bantuan datang"

    "Cepat kau hubungi para pasukan pimpinan Letnan Leiner dan minta untuk segera datang kemari."

Tidak berselang lama  pun bala bantuan Marsose dari Medan dibawah pimpinan Letnan Leiner pun datang.

    Dalam menentang penjajahan Hindia Belanda, Sultan Syarif Kasyim II menyadari selain penguatan fisik, kualitas sumber daya manusia tentu juga sangat penting. Dan itu amat disadari oleh Sultan Syarif Kasim II yang berpandangan bahwa orang Belanda mampu melangkah lebih jauh salah satunya dari aspek kecerdasan. Hal macam ini bisa diperoleh melalui pendidikan yang baik. Sultan Syarif Kasim II tentu saja ingin masyarakat Siak nantinya memiliki sumber daya manusia yang mumpuni. Maka dari itu, langkah awal yang dilakukannya dengan mendirikan sekolah dasar untuk menandingi Belanda yang sudah jauh-jauh hari mempunyai Hollandsche Inlandsche School (HIS).

    Sultan Syarif Kasim II punya alasan kuat sebelum mendirikan sekolah sendiri. Ia kecewa terhadap kebijakan Belanda mengenai HIS. Tak sembarang kalangan bisa mengenyam pendidikan di sekolah tersebut. Selain anak-anak Eropa dan peranakan Tionghoa, hanya anak bangsawan, orang kaya atau terkemuka dari golongan pribumi saja yang boleh masuk HIS. Ini membuat segelintir putra Siak memperoleh kesempatan pendidikan terbaik. Selain itu, kurikulum HIS tak sesuai dua unsur utama yang sangat dipegang teguh oleh sultan: agama (Islam) dan nasionalisme.

    Kala itu 1917, dengan harta yang dimilikinya, Sultan Syarif Kasim II membangun Sekolah Agama Islam yang diberi nama Madrasah Taufiqiyah Al-Hasyimiah. Sebelum itu ia telah leih dahulu berdikusi dengan para petinggi di Kesultanan dan juga istrinya.

    "Istriku apakah kau setuju dengan keputusanku untuk membangun sekolah agama Islam yang akan kuberi nama Masdrasah Taufiqiyah Al-Hasyimiah?", tanya Sultan Syarif Kasyim II pada permaisurinya.

    "Jika tujuanmu bukan hanya untuk menandingi sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda aku sangat setuju. Aku tidak mau kau mendirikannya hanya karna untuk menandingi pemerintah Hindia Belanda saja", jawaban tegas sang permaisuri.

    "Pendidikan yang ku maksud selain sebagai menimba pengetahuan agama Islam, juga sebagai menanamkan semangat kebangsaan, harga diri dan jiwa patriotisme", alasan Sultan Syarif Kasyim II.

    "Baiklah jika itu alasannya maka aku akan sangat menyetujuinya. Tapi apakah kau baik baik saja dengan hartamu yang bisa terkuras untuk membangun semua itu?", tanya permaisurinya.

    "InsyaAllah saya ikhlas. Berjuang dijalan Allah pasti akan ia ridho'i, saya tidak khawatir atraupun takut jika nantinya harta saja bisa sangat terkuras".

    Sekolah-sekolah susunannya menggunakan bahasa pengantar Melayu dan Hindia Belanda. Dengan harta yang dimilikinya, sultan juga mengirimkan anak-anak Siak yang cerdas ke Batavia. Sekolah dasar yang didirikan Kesultanan Siak Sri Inderapura yang berdiri pada 1917 diperuntukkan bagi anak laki-laki dengan masa pendidikan selama 7 tahun. Selain untuk memperdalam ajaran Islam, Madrasah Taufiqiyah al Hasyimiah mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum.

    Kala itu pada tahun 1926 tepatnya setelah Sultan Syarif Kasyim II mengunjungi daerah di luar Siak, seperti saat menghadap Residen Sumatera Timur di Medan, juga ke Langkat atau Tanjungpura tiba tiba terbesit dalam pikiran sang permaisuri untuk membangun sekolah khusus untuk wanita. Ia pun mulai memberitahu suaminya itu tentang rencana yang ada dibenaknya itu. Lebih dulu mesti dibilang sebelum Sultan Syarif Kasyim menyetujuinya ia telah terlebih dulu menanyakan alasan sang istri.

    "Atas dasar apa kau tiba tiba terinspiras untuk membangun sekolah khusus wanita?", tanya sang sultan.

    "Saat aku menemanimu mengunjungi Medan, aku melihat disana sudah jauh lebih modern. Tidak sedikit para wanita yang melakukan pekerjaan pria. Emansipasi wanita disana sangatlah terlihat,tidak banyak perbedaan antara pekerjaan laki laki dan perempuan yang biasanya hanya dianggap lemah, aku pun ingin disini pun begitu", jelas sang permaisuri.

    "Tapi Sultan, maaf sekali jika harus menguras hartamu lagi," kekhawatiran sang permaisuri

    "Tenang saja istriku, justru saya merasa lebih bahagia karena bisa menggunakan harta sama dengan baik," jelas sang sultan.

    Sultan Syarif Kasyim yang setuju atas keputusan istrinya itu tidak lupa ikut menyumbang hartanya demi membangun sekolah itu. Hati Syarifah Latifah pun tambah berbunga bunga setelah sekolah itu akan diberi nama sekolah kepandaian Latifah School. Namun belum seberapa lama Syarifah Latifah mengurusi sekolah yang ia gagas, ia sudah lebih dulu meninggal dunia. Dan lalu dilanjutkan oleh permaisuri kedua yakni Tengku Maharatu yang meneruskan kiprahnya. Ia juga lalu menggagas sekaligur mendirikan sekolah untuk perempuan yang tak cuma mempelajari seputar keterampilan seperti yang diajarkan di Latifah School, melainkan sekolah untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum. Maka, berdirilah Madrasyahtul Nisak, sekolah khusus untuk perempuan yang setara sekolah dasar macam HIS atau Madrasah Taufiqiyah al Hasyimiah. Selain itu, Tengku Maharatu menggagas sekolah taman kanak-kanak.

......

    Kala itu tepatnya pada tahun 1931, banyak sekali keluh kesah rakyat yang diterima Sultan Syarif Kasyim II. Sikap yang semena mena dan sangat menyimpang dari norma kemanusiaan sangat mudah dijumpai pada masa ini.

    "Tuan, saya baru saja menerima laporan dari salah satu rakyat yang sudah tidak tahan lagi dengan sikap Belanda yang memperlakukan mereka untuk kerja paksa," adu sang prajurit.

    "Saya pun sudah sangat geram akan sikap mereka yang makin hari makin menjadi jadi", Sultan Syarif Kasyim II.

    "Tolong kumpulkan orang orang yang sangat menentang sikap yang dilakukan pemerintahan Hindia Belanda, dan temui saya di balai secepatnya".

     Tidak berselang lama para rakyat yang  sudah lelah dengan peraturan kerja rodi yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda pun telah berkumpul dibalai. Sikap Sultan Syarif Kasyim II yang menentang ini akan mendukung pemberontakan Si Koyan yang dilakukan oleh mereka yang tidak sudi dijadikan pekerja paksa. Namun pada akhirnya karna perjanjian Kalijati, Hindia Belanda harus pergi dari Indonesia dan pada saat itu pun digantikan oleh Jepang.

    Pecahnya perang Asia Timur Raya pada tahun 1942, tentara Jepang menguasai Singapura dan Semenanjung Melaka. Tentara Jepang sampai di Pekanbaru menempuh Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Orang-orang Hindia Belanda gelisah dan mengharapkan perlindungan dari Sultan Syarif Kasim II. Di tangsi militer Hindia Belanda, tentara Jepang mengumpulkan pembesar Hindia Belanda tidak memihak sipil maupun militer. Akhir mengutus inspektur polisi sebagai meminta Sultan Syarif Kasim II datang ke kantor Contileur, namun sultan menolak sebagai datang dan tetap berada di Istana Siak.

    Kerajaan Siak tetap berjalan seperti biasa, atur pemerintahan tidak berubah, hanya penyebutan nama dan posisi yang berubah. Seperti District Koofd menjadi Gun Cho dan Onderdistrichoofd menjadi Kun Sho. Tidak lama sesudah Musyawarah Kaisi (musyawarah raja-raja), Jepang menangkapi beberapa raja di Riau. Di Siak sendiri ditangkap Guncho Wan Entol. Jepang belum berani menangkap Sultan Syarif Kasim II, karena takut terjadi pemberontakan.

    Sementara itu terjadi pemberontakan orang Sakai terhadap Jepang di kawasan Balai Pungut wilayah Mandau. Pemberontakan ini dipimpin oleh Si Kodai dan beberapa kawan-kawannya, sehingga banyak korban dari pihak tentara Jepang. Jepang mengira pemberontakan ini sebagai reaksi atas penangkapan Datuk Wan Entol. Karena itu, Datuk Wan Entol diberi keleluasaan dan Sultan Syarif Kasim II mengirim Datuk Johar Arifin bersama Muhammad Djamil menyelenggarakan perundingan dan perdamaian dengan Si Kodai, sehingga Si Kodai dapat dibawa ke Siak atas jaminan sultan. Dengan demikian pemberontakan suku Sakai dapat dihentikan.

    Pada awal penjajahannya, Jepang telah menyusun pemerintahan baru, dan kekuasaan langsung dipegang oleh Jepang. Sultan praktis tidak memegang kekuasaan lagi.

    "Tuan, baru saja aku menerima pesang dari pemerintah Jepang bahwa kita harus mengirimkan tenaga Romusha", lapor seorang prajurit.

    "Mengapa Jepang menginginkan hal itu?. Bukankah itu sama saja mengulang kerja rodi yang dilakukan Hindia Belanda".

    Tidak lama dari itu pun Sultan Syarif Kasyim menemui pemimpin Jepang untuk menanyakan sekaligus memprotes sikap para pemerintah Jepang itu. Penuh kegelisahan Sultan Syarif Kasim II sudah berada ditempat dimana Jepang menduduki kota.

    "Syarif Kasyim, bukankah aku minta dikirimkan tenaga Romusha? Mengapa justru dirimu yang     datang," sambut Jepang.

    "Mengapa jadi begini? Bukankah pada awalnya kau datang ke Indonesia memiliki niat baik bahkan kau menganggap sebagai saudara tua," tanya Sultan Syarif Kasyim.

    " Sudahlah Sultan kau jangan banyak tanya dan cepat kirimkan kepadaku tenaga Romusha".

Biarpun secara de yure tidak lagi memegang pemerintahan, namun sultan tetap bertanggung jawab terhadap kerajaan dan rakyatnya.

......

    Selama bertahun tahun Indonesia dijajah Jepang. Sultan Syarif Kasyim II yang selalu khawatir akan para rakyatnya itu rela membantu pemerintahan Indonesia agar bisa lepas dari para penjajah. Maka dari itu saat berita kekalahan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 serta berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersiar di kawasan Kesultanan Siak pada pengahabisan Agustus 1945. Sultan Syarif Kasyim II pun lansung tersenyum rekah seperti bunga yang baru mekar. Tidak perlu bertele tele, Sultan Syarif Kasim II pun langsung mengirim surat kepada Soekarno-Hatta.

Sementara itu di Jakarta (Batavia yang berubah nama sejak 1942)

    "Hatta lihatlah, surat ini dikirim oleh Sultan Syarif Kasim II yang berisikan pernyataanya bahwa ia menyatakan dukungan dan kesetiaan terhadap Republik Indonesia," ucap Soekarno dengan penuh kebahagiaan .

   "Saya sangat senang mendengar itu kita bisa lebih percaya diri untuk lebih membangun Indonesia," balas Hatta

    Kala itu pada Oktober 1945 ia mengadakan rapat dengan para petinggi di kesultanan.

    "Indonesia sudah bisa terlepas dari para penjajah, aku ingin meminta kalian semua untuk sesegera mungkin mengibarkan bendera merah putih di kesultanan", sambut bahagia sang sultan

    "Baik Tuan ".

   "Apa kalian punya saran lain demi mendukung kemerdekaan ini sekaligus mencegah para penjajah datang lagi?," tanya sang Sultan dalam rapat yang diadakan itu.

    " Tuan sepertinya kita belum bisa mengatakan sudah sepenuhnya terbebas dari para penjajah, saya khawatir jika penjajahan terulang kembali".

    Kekhawatiran Sultan Syarif Kasyim II masih tersisa. Maka dari itu Sultan Syarif Kasim II membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) di Siak yang dipimpin Dr Tobing. Dia lalu membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik. Dalam rapat itu Sultan Syarif Kayim II berikrar untuk sehidup semati mempertahankan kemerdekaan RI. Saat itu pun Sultan Syarif Kasim II tidak tanggung tanggung menyumbangkan 13 gulden hartanya kepada Soekaeno-Hatta untuk membantu perjuangan. Dan juga ia memberikan Mahkota dan pedang Kesultanan Siak untuk membantu RI.

    " Berita Kemerdekaan ini membuatku amat bahahgia. Aku akan membujuk raja raja di Sumatera Timur untuk turut serta berpihak pada Indonesia", pernyataan sang sultan.

    Keputusan tersebut ternyata sampai kepada Belanda. Yang membuat Belanda datang kembali ke Indonesia bersama pasukan Sekutu tak lama setelah kemerdekaan RI dan melayangkan ancaman terhadap sang sultan. Ancaman itu membuat Syarif Kasim II terpaksa diungsikan ke Aceh.

    Atas semangat juang dan jiwa nasionalisme nya itu Sultan Syarif Kasyim tidak berhenti sampai disitu. Di Serambi Makkah, Syarif Kasim II bergabung dengan kaum pejuang dan dipercaya sebagai penasihat pemerintah Karesidenan Aceh. Sultan masih menyuarakan dukungannya terhadap RI dari Aceh.

    Saat itu. Saat revolusi kemerdekaan pecah pemerintah Indonesia di Yogyakarta.

    "Sultan aku mendengar bahwa revolusi kemerdekaan pecah dan mereka membutuhkan bantuan," laporan kepada sultan.

    "Jika begitu aku akan segera mengirimkan dan menyuplai bahan makanan untuk para laskar yang sedang berjuang disana," jawab sang sultan.

    Kala itu juga Sultan Syarif Kasim II turut menyumbangkan kembali 30% harta kekayaannya berupa emas kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta demi kepentingan perjuangan. Belanda yang saat mendengar berita itu seketika langsung panik. Van Mook, Gubernur Jenderal de facto Hindia Belanda berkeinginan mengangkat Sultan Syarif Kasim II sebagai Sultan Boneka Belanda. Tentu saja dengan amat jelas Sultan Syarif Kasim II menolaknya. Ia tetap memilih bergabung dengan pemerintah Republik Indonesia yang ia pun sudah berikrar bahwa akan setia kepada Republik Indonesia.

    Dibawah langit yang cerah dimana bunga bermekaran. Pada suatu kali, setelah masa damai. Sultan Syarif Kasim II sempat tinggal Jakarta kendati tidak menempati posisi khusus di pemerintahan. Itu terjadi lantaran ia harus kembali ke Riau untuk mengurusi harta peninggalan leluhurnya yang ternyata masih ada di Singapura. Di Riau, sultan menetap di bekas kediaman almarhumah istrinya, Latifah. Pengorbanan dan kesetiaan Sultan Syarif Kasim II membawanya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia pada 6 November 1998.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun