Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

NU dan Muhammadiyah Menjaga NKRI dari Diskriminasi SARA Serta Toleransi Pilkada Sula

18 Maret 2016   20:46 Diperbarui: 18 Maret 2016   20:51 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="NU dan Muhammadiyah penjaga kedamaian dan toleransi di NKRI"][/caption]

Lagi-lagi perbuatan diskriminasi SARA sedang membara di Indonesia khususnya di Jakarta. Sebelumnya ada syiah yang menjadi musuh bersama kalangan Intoleran di Indonesia. Namun setelah kedatangan ulama Grand Shaikh Al-Azhar yang merupakan Kepala Universitas Al-Azhar Mesir ke Indonesia, sentimen anti syiah di Indonesia sedikit mereda.

Hal ini dikarenakan Grand Saikh Al-Azhar, Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb, menyerukan persatuan antara Sunni dan Syiah. Sunni dan Syiah adalah bersaudara sehingga perbedaan yang terjadi antara Sunni dan Syiah seharusnya tidak menjadi benih pertikaian. Apalagi dengan kedatangan utusan Iran dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) ke Indonesia yang ikut memikirkan jalan keluar terkait persoalan Palestina. 

Hal makin membenarkan bahwa gerakan anti syiah di Indonesia adalah suatu bentuk provokasi yang dapat menimbulkan konflik dan sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI. Terlebih lagi di Arab Saudi yang merupakan pusatnya agama Islam, sekitar 15% penduduknya adalah syiah namun dapat hidup damai bersama mayoritas penduduk Sunni.

Provokasi kebencian di Indonesia bisa dikatakan berhasil diredam oleh NU dan Muhammadiyah yang merupakan ormas Islam dengan pengikut paling banyak di Indonesia. NU dan Muhammadiyah begitu memahami Indonesia dengan realita bhineka tunggal ika sehingga mengedepankan sikap moderat dan toleran dalam menyikapi perbedaan. NU dan Muhammadiyah sangat menentang perilaku diskriminasi SARA apalagi yang bersifat pemaksaan dan kekerasan kepada umat agama lain. NU dan Muhammadiyah adalah faktor kunci yang menyebabkan mayoritas umat Islam di NKRI sampai saat ini tetap ramah, toleran dan tidak semena-mena.

Kini ada lagi provokasi dan kebencian terkait diskriminasi SARA menjelang Pilkada DKI Jakarta. Ada yang menentang etnis tertentu untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta. Ada juga yang menentang agama tertentu untuk menjadi kepala daerah di Jakarta. Dalil-dalil agama pun dipakai sebagai pembenaran untuk melakukan Diskriminasi SARA di NKRI yang berdasarkan Pancasila.

Namun saya tidak begitu khawatir terhadap fenomena anti kebhinekaan Indonesia tersebut. Meskipun Diskriminasi SARA mulai terasa dan terlihat begitu vulgar, kasar bahkan disertai ancaman, namun hal tersebut hanya dilakukan oleh segelintir warga negara yang belum (mau) memahami filosofi NKRI yang menjunjung tinggi kasih sayang dan kedamaian. Apalagi NU dan Muhammadiyah telah menarik garis tegas agar mayoritas umat Islam Indonesia tidak terpancing dan terprovokasi ikut-ikutan melakukan Diskriminasi SARA.

Kita harus mencontoh indahnya toleransi dan kerjasama antar agama yang terjadi di Maluku saat Pilkada beberapa waktu lalu. Dalam Pilkada Kabupaten Sula, PKS yang merupakan partai Islam bahu membahu dengan umat kristen untuk memenangkan Hendrata Thes, S. Pd.k sebagai Bupati Kabupaten Sula. Meskipun PKS mendukung dan berjuang untuk tokoh yang beragama Kristen yaitu Hendrata Thes, S. Pd.k, tidak ada provokasi dan kebencian terkait SARA dalam Pilkada tersebut. Masyarakat DKI Jakarta jangan sampai kalah. Tunjukkan bahwa rakyat Ibukota NKRI juga memiliki semangat toleransi yang tinggi sehingga tidak terpancing untuk berbuat diskriminasi SARA dalam Pilkada Jakarta.

Kita sebagai rakyat Indonesia yang toleran dan menghargai kebhinekaan di dalamnya, harus terus berusaha menyuarakan dan melaksanakan persatuan Indonesia. Satu suara yang menyerukan diskriminasi SARA akan tenggelam oleh ribuan bahkan jutaaan suara yang menghargai perbedaan dan saling menghormati serta berkasih sayang meskipun saling berbeda terkait SARA. Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila yang mengayomi semua rakyat tanpa memandang SARA adalah hasil perjuangan para pendiri NKRI yang berasal dari berbagai suku, agama, ras dan antar golongan.

Jangan sampai Sukarno, Bung Hatta, Muhammad Yamin, K.H. Agus Salim, M. Natsir, Yos Sudarso, Sudirman, Tan Malaka, Cokro Aminoto, Wolter Monginsidi, Adi Sutjipto dan berbagai tokoh yang berbeda agama bersedih melihat perilaku diskriminasi SARA akan mengoyak keutuhan NKRI dan kedamaian di dalamnya. Salam Persatuan Indonesia. Salah Bhineka Tunggal Ika.    

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun