Mohon tunggu...
Zaly
Zaly Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seseorang yang gemar menulis cerpen dan karya lainnya. bisa kunjungi akun instagram untuk lebih lanjut !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lentera di Balik Gundukan Buku

1 September 2025   08:19 Diperbarui: 1 September 2025   07:54 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mentari pagi di Kediri mulai menyingsing, memancarkan cahaya keemasan di antara celah-celah genting rumah Reyna. Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu sudah terjaga sejak subuh. Bukan untuk bermain, melainkan untuk membantu ibunya membuat tempe. Tangan mungilnya cekatan memilah kedelai, sesekali mengusap keringat yang membasahi pelipisnya.

“Reyna, nanti kamu telat sekolah, Nak,” ujar Bu Lastri, ibunya, lembut. Ada gurat lelah di wajahnya, namun matanya memancarkan ketabahan.

Reyna tersenyenyum. “Tidak apa-apa, Bu. Tempe ini kan harus jadi. Rezeki kita hari ini dari sini.”

Meskipun begitu, hatinya berdebar tak sabar menantikan sekolah. Baginya, sekolah adalah oase di tengah gurun kehidupan yang keras. Di sana, ada buku-buku penuh cerita, angka-angka yang menantang, dan yang paling penting, Ibu Guru Dian.

Setibanya di sekolah, Reyna langsung menuju bangkunya. Ia membuka tas lusuhnya, mengeluarkan buku dan pensil yang sudah pendek. “Selamat pagi, Reyna!” sapa teman sebangkunya, Risa, yang selalu membawa bekal roti beraroma manis.

Reyna membalas sapaan itu dengan senyum tipis. Aroma roti Risa selalu membuatnya sedikit lapar, tetapi ia menahannya. Hari ini, ia hanya membawa sebungkus nasi putih dengan kerupuk.

Pelajaran dimulai. Ibu Guru Dian masuk ke kelas dengan senyum cerah. “Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang perjuangan para pahlawan kemerdekaan. Siapa yang tahu, apa itu pahlawan?”

Beberapa anak mengangkat tangan. Reyna juga. “Pahlawan adalah orang yang berani berkorban untuk kebaikan banyak orang, Bu!” serunya lantang.

Ibu Guru Dian mengangguk, matanya menatap Reyna dengan kebanggaan. “Tepat sekali, Reyna. Dan kalian tahu? Kalian semua juga bisa menjadi pahlawan. Pahlawan bagi diri sendiri, pahlawan bagi keluarga, bahkan pahlawan bagi bangsa.”

Reyna mendengarkan setiap kata Ibu Guru Dian dengan saksama. Kata-kata itu selalu memberinya semangat, seperti lentera yang menerangi jalannya. Suatu sore, Reyna tinggal sebentar di sekolah untuk mengerjakan tugas. Saat ia hendak pulang, Ibu Guru Dian menghampirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun