Tiba-tiba, sebuah suara membuatku tersentak.
"Asmara?"
Aku membuka mata. Seorang perawat berdiri di ambang pintu, tersenyum ramah. Jantungku berdebar kencang.
"Ya, saya Asmara."
"Mari ikut saya. Langit sudah sadar."
Rasanya seperti ada ribuan kembang api meledak di dalam dadaku. Air mata yang tadi kutahan kini mengalir deras, air mata kelegaan. Aku berdiri, kakiku gemetar. Perawat itu menuntunku ke sebuah kamar. Pintu kamar itu terbuka, dan di sana, terbaring sosok yang sangat kurindukan.
Ia terlihat pucat, tapi matanya terbuka. Ia menoleh ke arahku, dan senyumnya merekah, senyum yang sama seperti saat di taman.
"Asmara," bisiknya pelan.
Aku berjalan cepat menghampirinya, menggenggam tangannya erat. Tangannya terasa dingin, tapi sentuhannya menghangatkanku.
"Langit," suaraku bergetar. "Aku takut."
"Jangan takut," katanya, suaranya parau. "Aku di sini."