Mohon tunggu...
amir amirudin
amir amirudin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Pulang Sebelum Doktor

9 Juni 2022   07:50 Diperbarui: 9 Juni 2022   07:54 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jangan Pulang Sebelum Doktor

Oleh: Amirudin

"Salim, Jika mau jadi pemain bola profesional, Ibu dukung. Pemain bola profesional yang shalat, pengaruhnya lebih hebat dari seorang kyai," dukung Ibu kepada Kak Salim suatu hari. Kakakku memang hobi bola. Ia pengagum berat kesebelasan Barcelona. Dengan persembahan 23 gelar Liga Spanyol, 25 gelar Copa del Rey, 10 gelar Piala Super Spanyol, 5 gelar Liga Champions Eropa, 4 gelar Piala UEFA, 4 gelar Piala Super Eropa, FC Barcelona saat ini menjadi salah satu tim tersukses di Spanyol, Eropa, dan dunia. Bukti paling nyata ketika pada tahun 2009 FC Barcelona berhasil menjadi klub Spanyol pertama yang berhasil meraih gelar treble (juara La Liga, Copa del Rey, dan Liga Champions). Kesukaannya kepada bola tak hanya lewat menonton. Kak Salim ingin jadi pemain. Di sekolahnya ia mengikuti ekstrakurikuler bola. Jadwal rutin latihan Sabtu dan Minggu di luar kegiatan sekolah dilakoninya dengan antusias.

Kukenang Ibu dahulu sering mengantarkan Kak Salim saat jadwal latihan, sebagai bentuk dukungan terhadap hobi Kak Salim. Bahkan perlombaan atau kejuaraan di manapun yang Kak Salim dan timnya ikuti, Ibu selalu menemaninya. Padahal Ibu berprofesi sebagai dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pengampu mata kuliah 'Ulumul Qur'an dan Tafsir. Sebagai perempuan yang mendapat gelar doktor dari Universitas Al-Azhar Kairo, dengan konsentrasi studi tafsir Al-Qur'an, Ibu tidak menampakkan kontradiksi atsar dan izzah keilmuan agamanya dengan perannya sebagai Ibu dalam pendampingan dan bonding time dengan putranya, Kak salim.  

"Dunia dan seisinya tidak sebanding dengan kasih sayang Ibu. Ibu lebih mulia, Ibu lebih indah, Ibu lebih agung, Ibu lebih kuat. Ibu adalah sumber memperoleh kebajikan," gumamku sadar. Dari beliaulah kami berguru kasih sayang. Tiada tempat bersandar yang lebih empuk dan lebih nyaman dari dada Ibuku. Denyut jantungnya adalah ketukan-ketukan melodi yang membuaiku. Nyanyian syair Arabnya adalah alunan musik yang meninabobokanku. Senyumnya adalah senyuman terindah dalam hidupku.

Cerita episode parenting Kak Salim berbeda dengan diriku. Ibu jeli melihat potensiku. Sejak kecil aku terpengaruh oleh Ibu, seorang Guru Besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terkenal itu. Aku mengidamkan jadi seperti Ibu, mendalami Ilmu Tafsir. Benih kecintaan kepada ilmu tafsir disemai di usia beliaku. Ibu mengajakku ke kampus, mendengar lecture Ulumul Qur'an dari kefasihan lisannya disertai diskusi kritis para mahasiswa. Motivasi untuk meraih cita-cita setinggi mungkin lamat-lamat kudengar di sela-sela pengajarannya. Kuingat pesannya saat itu di depan para mahasiswa,

"Satu hal yang buruk, jika seseorang berhenti, di tempat di mana dia masih bisa berlanjut."

Kenanganku jauh terbang ke negeri Mesir, saat berburu sanad Al-Qur'an di negeri Kinanah. Sanad sendiri memiliki arti jalur periwayatan atau transmisi suatu ilmu. Untuk mendapat sanad Al-Qur'an kita mesti mendapatkan ijazah dari seorang guru. ijazah adalah sesuatu amalan yang diberikan mulai dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kepada sahabat, sahabat kepada tabi'in, tabi'in kepada tabi'it tabi'in sampai kepada para ulama, kiai dan para guru kita sekarang. Dalam bidang Al-Qur'an, mencari ijazah yang bersambung atau muttashil kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan suatu hal yang terpuji. Banyak para ulama yang pergi ke suatu negara dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah ijazah dari seorang guru.

Bukan tanpa alasan bila negeri Kinanah (Mesir) menjadi destinasi petualangan ini. Ada alasan kenapa Mesir menjadi pelabuhan untuk mengambil Sanad Al-Qur'an. Mesir merupakan salah satu kiblat khazanah intelektual Islam. Ribuan tahun Mesir menjadi primadona buat pencari ilmu. Di sinilah pula kulabuhkan studi S1 dan S2 -ku dengan baik dan tuntas, sesuai 'penerawangan' atau pembacaan potensi Ibuku terhadapku, jauh saat masih belia.

"Nak, jangan pulang sebelum kamu menggondol gelar doktor," spirit ibuku lembut berpesan.

Sebetulnya tidak ada paksaan bahwa aku harus menjadi doktor. Namun dari pancaran mata batin Ibuku, beliau mengatakan hal itu.

 "Aku tidak pernah melihat pada aib manusia, melebihi kurangnya usaha dari yang mampu meraih kesempurnaan. Masih bisa melangkah kok berhenti," Ibu mendendangkan syair al-Mutanabbi`.

Meski tidak ada paksaan dan dorongan, aku tetap merasa utang belum lunas. Cita-cita menjadi doktor, ingin kutunaikan.

Begitulah Ibu mendidik aku dan Kak Salim. Masing-masing kami merasa anak yang dicintainya. Ibu pun tidak ingin membebani kami dengan obsesinya. Suatu hari kudengar nasihatnya saat memberikan materi pada suatu seminar,

"Jika orang tua mematok anak menjadi sosok yang dia inginkan, bisa jadi anak akan mengikuti permintaan orang tua untuk menunjukkan ketaatan. Tapi itu hanya akan menjadi beban bagi anak, dan tidak akan mengantarkan mereka menjadi manusia yang sukses dan bahagia," jelas Ibu.

Terakhir, menurut ibuku,

"Fondasi agama dan akhlak, tidak bisa hanya dibentuk di sekolah, melainkan yang utama dibangun di rumah."

Pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua. Orang tua wajib menjaga diri dan anak-anaknya dari keterjerumusan ke dalam neraka. Tamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun