Mohon tunggu...
Amirah Syahirah
Amirah Syahirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Neokonservatisme dan Perdamaian Dunia

8 April 2022   22:57 Diperbarui: 8 April 2022   22:57 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Neokonservatisme atau yang biasa disebut sebagai Neocons merupakan aliran politik yang lahir pada tahun 1960-an di Amerika Serikat. Lahirnya Neocons ini ditandai dengan adanya ketidaksepakatan di kalangan Demokrat mengenai kebijakan baik dalam maupun luar negeri partainya. Awal mula lahirnya gerakan Neokonservatif ini diceritakan dalam buku Right-Wing Populism in America, Chip Berlet dan Matius Lyons yang menuliskan bahwa Neokonservatif, termasuk banyak cendekiawan Yahudi dan Katolik berakar pada liberalisme perang dingin, berkumpul di sekitar publikasi seperti Public Interest dan Commentary dan organisasi seperti the Committee on the Present Danger. Mereka menekankan kebijakan luar negeri, di mana mereka menganjurkan antikomunisme agresif, dominasi global AS, dan aliansi internasional. Neocons sering dianggap kurang menekankan pada isu-isu kebijakan sosial dan banyak dari mereka yang menentang sekolah doa atau larangan aborsi. Selain itu, banyak Neocons didukung program-program kesejahteraan sosial yang terbatas dan kebijakan imigrasi non-restrictive.

Adapun tujuan utama dari kaum Neokonservatif adalah untuk menjaga keunggulan global AS, menghalangi munculnya satu kekuatan besar saingannya, serta membentuk keamanan internasional agar sejalan dengan prinsip AS. Tujuan tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa selain AS memiliki kekuatan, juga memiliki hak dan tanggung jawab untuk secara sepihak mengejar 'tatanan dunia baru'. Kaum Neocons percaya bahwa kekuatan militer merupakan sebuah cara yang luar biasa untuk membentuk tatanan dunia dengan cara-cara yang menguntungkan AS. Mereka juga menganggap bahwa tiap-tiap kebijakan luar negeri AS harus dijalankan secara agresif dan unilateralis, yaitu dengan cara lebih dulu menyerang musuh sebelum diserang, atau dalam kata lain melawan negara manapun yang dianggap dapat mengancam kepentingan AS.

Namun nyatanya, Neokonservatisme ini malah dianggap tidak akurat dalam memahami kekuatan militer AS, kekuatan demokratisasi, maupun kegagalan penduduk dunia dalam menerima persuasi dari ideologis, yang merupakan bukti meyakinkan yang bertentangan. Neocons yang persuasi telah menyebabkan krisis legitimasi dalam sistem global. Tidak sedikit pula yang menganggap bahwa kekuatan AS tidak lagi dianggap sah oleh banyak orang. Sehingga dapat memunculkan stigma bahwa Neokonservatisme ini akan menjadi ancaman, bahkan bagi perdamaian dunia. Maka, dalam tulisan ini akan dijabarkan lebih lanjut mengenai alasan-alasan mengapa penulis berargumen bahwa Neokonservatisme dapat menjadi ancaman bagi perdamaian dunia.

Pertama, Amerika Serikat dan Neocons-nya cenderung bersikap uniteralis dan agresif. Setelah berakhirnya Perang Dingin atau Cold War, Amerika Serikat muncul sebagai The Sole Super Power atau kekuatan tunggal dunia. Namun sayangnya, munculnya AS sebagai satu-satunya negara adidaya dibarengi dengan perdebatan sengit di kalangan politikus serta para pengambil kebijakan AS mengenai karakter politik luar negeri seperti apa yang akan dijalankan pasca Perang Dingin.[1] Apakah uni-multipolar, internasionalis (multilateralis), atau bahkan berhaluan isolasionis (unilateralis). 

Mereka yang berasal dari golongan internasionalis berpandangan bahwa dalam kegiatan menjaga kepentingan AS di dalam dunia global dan dalam menjalankan hegemoninya, yaitu Pax Americana pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai pesaing, AS diharuskan untuk bertindak secara aktif dalam isu-isu dan keterlibatannya di dunia internasional. 

Oleh sebab itu, lahirlah slogan "polisi dunia" yang ditujukan untuk AS. Untuk mencapai kepentingannya tersebut, golongan ini mengedepankan nilai-nilai kerjasama internasional dan cenderung low-politics issues seperti pada ekonomi, kebudayaan, perdamaian internasional, serta kemanusiaan. Neocons menganggap bahwa tiap-tiap kebijakan luar negeri AS harus dijalankan secara agresif dan unilateralis, yaitu dengan cara lebih dulu menyerang musuh sebelum diserang, atau dalam kata lain melawan negara manapun yang dianggap dapat mengancam kepentingan AS.


Dalam postur politik AS, visi yang bersifat isolasionis dan unilateralis diidentifikasikan dengan Partai Republik dan kader-kadernya apabila memegang kekuasaan, baik di legislatif (Kongres atau Senat) maupun eksekutif (Kepresidenan). Era baru dalam politik luar negeri AS ditandai dengan naiknya George Walker Bush pada Januari 2001 yang sebelumnya dipegang oleh Bill Clinton dari partai Demokrat yang lebih condong bervisi internasionalis. 

Peristiwa pengeboman gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon oleh jaringan terorisme Al-Qaeda pada 11 September 2001 merupakan mukadimah bagi legitimasi kembali visi unilateralis. Meskipun dalam perpolitikan di Senat dan Kongres, golongan ini telah berkuasa sejak kemenangan di pemilu legislatif tahun 1994. "Perang terhadap Terorisme Global" dan senjata pemusnah massal dijadikan sebagai senjata atau ujung tombak serta semenanjung Timur Tengah sebagai area utama (battleground). Singkatnya, Bush yang awalnya tidak menunjukkan sikap Neocons-nya, berubah secara drastis setelah terjadi penyerangan tersebut. Lalu, sikap AS yang dinilai hanya ingin mengambil keuntungan sendiri itu terlihat dari perannya dalam konflik Suriah yang disebut-sebut hanya ingin 'mencuri' minyak dari mereka.

Perilaku politik luar negeri AS yang uniteralis dan agresif ini tidak hanya disebabkan oleh peristiwa 11/9 saja, namun juga disebabkan faktor lain, seperti pemikiran dan kelompok Neokonservatif. Pandangan politik Neokonservatif di masa Bush ini menjadi sebuah paradigma baru dari politik Konservatif yang pernah menaungi politik global AS pada masa 1970-an, ketika masa pemerintahan presiden Ronald Reagan. Kembali berkembangannya paham ini dimulai pada pertengahan 1990-an, tepatnya musim panas 1997, saat terbentuk sebuah institusi pemikiran (think-thank) Project for New America Century (PNAC). 

Secara garis besar, pandangan mengenai politik konservatif berlandaskan pada asumsi penggunaan kekuatan militer dan melakukan politik secara uniteralis (jika mengharuskan) dalam mencapai kepentingan nasional demi mencegah tindakan atau ancaman dari negara-negara yang disebut autokrasi dan rezim berbahaya serta aktor-aktor non-negara seperti terorisme internasional. Landasan politik Neokonservatif ini tertuang dalam sebuah blue-print yang dikeluarkan PNAC pada bulan September 2000 yaitu draft paper berjudul Rebuilding America's Defense: Strategy, Forces and Resources for a New Century.

Kedua, obsesi yang berlebihan pada kekuatan militernya. Neocons menganggap bahwa AS memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi pemimpin dalam tatanan dunia baru. Konsep Neocons ini dapat dijalankan dengan masif karena pemerintahan Bush menyandarkan politik luar negerinya pada kerangka realis --dimana pasca 11/9, ancaman terorisme dan senjata pemusnah massal dapat selalu terjadi--- dan didukung dengan kekuatan hegemoninya, terutama dalam penggunaan kekuatan ekonomi dan militer secara unilateral. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun