Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arung Palakka dan Perannya dalam Konsolidasi Pra Kemerdekaan

23 Agustus 2020   16:05 Diperbarui: 25 September 2020   17:04 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam segitiga pergulatan perebutan hegemoni antara Gowa-Tallo, Kompeni dan Bone, variabel Kompeni menjadi pembeda siapa kawan dan siapa lawan. Keseluruhan struktur dan penuturan sejarah pergerakan dan perjuangan kemerdekaan menempatkan Kompeni atau Belanda sebagai musuh sehingga siapa yang beraliansi dengan Kompeni (Belanda) dikategorikan juga sebagai bagian dari musuh republik.

Pertarungan yang terjadi antara Bone dan Gowa-Tallo yang terjadi bahkan ketika Republik Indonesia pun belum terbayang nama dan bentuknya dengan gegabah sering ditarik interpretasinya dalam konteks kekinian atau era ketika Republik Indonesia sudah berdiri. 

Sebagaimana Ternate dan Tidore bertarung mendapatkan hegemoni perdagangan rempah di Kepulauan Maluku, di banyak bagian Nusantara juga terjadi persaingan, pertarungan bahkan peperangan antar kerajaan-kerajaan lokal.

Sebagai penguasa yang berdaulat setiap raja-raja lokal mengerahkan segenap daya untuk menjaga kedaulatan dan pengaruh masing-masing dalam percaturan kekuasaan dan ekonomi masa itu. 

Bukti pengakuan tersebut adalah gencarnya Kompeni menekan penguasa setempat untuk mengikat perjanjian dagang untuk keberlangsungan dan keuntungan bisnis Kompeni. 

Soal perjanjian itu ditandatangani karena ada tekanan atau intimidasi dari Belanda itu soal lain, namun yang jelas Kompeni membutuhkan legitimasi untuk aktifitas dagang mereka dan salah satu sumber legitimasi itu adalah pengakuan terhadap eksistensi negara atau kerajaaan lokal.

Dalam latar demikian lah peristiwa peperangan antara Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka terjadi dan Kompeni menjadi bagian dari aliansi dengan pihak Bone. 

Tentu saja tidak atau belum ada pemerintah pusat Republik Indonesia yang dewasa ini kita kenal. Menjadi tidak relevan karenanya menempatkan salah satu pihak sebagai aliansi atau oposisi terhadap Republik Indonesia hari ini.

Kalau Sultan Hasanuddin hari ini diberi label sebagai pahlawan nasional, maka rivalnya yaitu Arung Palakka ditempatkan sebagai apa dalam konteks hari ini? Bagi orang Bugis, nama Arung Palakkka hidup dan harum dalam hati mereka sebagai pahlawan kemanusiaan. 

Sultan Hasanuddin berada dalam bahasan sejarah politik dengan Republik Indonesia sebagai pusat orientasinya, maka Arung Palakka mendapatkan tempatnya dalam sejarah sosial dan kultur.

Ahmad Saransi (2014) menerjemahkan sebuah naskah Lontara berbahasa Bugis yang ditulis oleh La Side dengan gaya roman yang menceritakan sepak terjang Sang Pembebas Bugis ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun