Mohon tunggu...
Amien Laely
Amien Laely Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai informasi terkini, kesehatan, karya sendiri, religiusitas, Indonesia, sejarah, tanaman, dll

menulis itu merangkai abjad dan tanda baca, mencipta karya seni, menuangkan gagasan, mendokumentasikan, mengarahkan dan merubah, bahkan amanah serta pertanggungjawaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekilas Sejarah Awal Penduduk Nusantara

15 Juli 2019   10:35 Diperbarui: 15 Juli 2019   11:05 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah teori mengenai asal-usul orang Indonesia dan Melayu menyebut bahwa nenek moyang orang Indonesia dan Melayu adalah dari Yunnan, sebuah negeri di China bagian selatan. Bangsa Yunnan termasuk kelompok suku Mongoloid Selatan. Sebagian dari mereka bermigrasi ke Taiwan dan sebagian lagi kemudian melanjutkan migrasi ke Asia Tenggara. 

Mereka inilah yang dijuluki sebagai orang-orang Austronesia. Selain Mongoloid Selatan ada kelompok suku Mongoloid Utara yang terdiri dari orang-orang China, Korea, dan Jepang saat ini. 

Demikianlah Paul Michel Munoz, seorang sejarawan asal Perancis memberikan analisisnya dalam buku Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula (edisi terjemah Bahasa Indonesia: Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia)

Migrasi suku-suku Mongoloid Selatan menuju ke arah Kepulauan Indonesia dan Melayu diperkirakan terjadi pada 2500 Sebelum Masehi (SM), melalui jalur Taiwan kemudian berlanjut ke Filipina. 

Dari Filipina, gelombang imigrasi terbagi menjadi dua, yaitu ke Sulawesi-Kalimantan, dan ke Maluku. Kelompok yang bergerak ke jalur Kalimantan-Sulawesi selanjutnya menyebar ke Vietnam, Sumatera, Semenanjung Malaysia, Jawa, Bali, dan Madagaskar. 

Kelompok yang bergerak ke jalur Maluku selanjutnya menuju ke Papua, Papua Nugini, Fiji dan kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara. Disebutkan pula perjalanan mereka ada yang mencapai wilayah Selandia Baru.

Berdasarkan teori tersebut, bangsa Indonesia dan Melayu yang saat ini mendiami Indonesia dan sebagian besar wilayah ASEAN adalah warga pendatang. Skenario ini mirip dengan warga Amerika dan Australia, yang asal muasalnya adalah orang Eropa, kemudian bermigrasi ke dua benua tersebut. Yang membedakan hanyalah waktu terjadinya migrasi. 

Orang Melayu bermigrasi dari tempat asalnya di China bagian selatan ke Asia Tenggara pada ribuan tahun Sebelum Masehi, sedangkan orang Eropa ke Amerika dan Australia melakukannya mulai abad 15 Masehi (1492) yaitu ketika Christoper Columbus mendarat di Kepulauan Karibia.

Sedikit tentang Karibia, adalah kepulauan yang terletak antara Amerika Utara dan Amerika Selatan. Di Kepulauan Karibia terdapat 30 negara seperti Kuba, Haiti, Jamaika, dan lain-lain. Kepulauan ini pula adalah jajaran pulau-pulau yang menjadi salah satu sisi Segitiga Bermuda (Wikipedia).

Sama seperti riwayat Amerikaa dan Australia, ketika orang-orang Austronesia bermigrasi ke pulau-pulau Nusantara, saat itu telah ada penduduk yang mendiami pulau-pulau di Nusantara. Munoz menyebutkan bahwa mereka yang telah lebih dulu mendiami Nusantara terdiri dari tiga kelompok, yaitu Veddoid, Negrito, dan Papua-Melanesia.

Kelompok Veddoid terdiri dari orang-orang nomaden yang bertahan hidup dengan berburu dan mencari ikan. Komunitas Veddoid bertahan hingga saat ini, yaitu seperti suku-suku Kubu dan Sakai di Sumatera, dan Toala di Sulawesi.

Kelompok Negrito bernasib serupa dengan Veddoid, masih bertahan di Kepulauan Nusantara bagian barat dan Semenanjung Malaysia, membentuk sekelompok kecil komunitas pemburu dan pencari ikan.

Kelompok Papua-Melanesia atau disebut juga Austro-Melanesia, saat ini di era Indonesia modern menjadi kelompok dominan di wilayah timur Indonesia.

Itulah sekilas sejarah asal muasal penduduk Asia Tenggara umumnya dan Indonesia khususnya, yang sejak 4500 tahun lalu bermigrasi dari negeri asalnya nun jauh di China bagian selatan.

"Penduduk Asli Bumi"

Jika menelusur ulang sejarah Asia Tenggara dan Indonesia tersebut, sesungguhnya mereka yang disebut sebagai bangsa pribumi, ternyata adalah bangsa pendatang juga. Bahkan boleh dikata, kelompok Veddoid, Negrito, dan Papua-Melanesia, yang telah mendiami Nusantara sebelum kelompok Austronesia datang, adalah warga pendatang. 

Hal ini disandarkan pada silsilah manusia dari Adam dan Hawa, yang konon awal turunnya Adam dan Hawa ke bumi adalah di sebuah tempat di Srilangka. 

Semua manusia adalah anak cucu Adam, dan sebagian dari mereka kemudian mencapai daratan Asia Tenggara dan Nusantara dan berdiam di tempat tersebut.

Kesadaran bahwa manusia adalah anak cucu Adam, dari bangsa atau suku apapun dan tinggal di manapun, menjadi kesadaran fundamental yang seharusnya dimiliki untuk membangun kedekatan dan kebersamaan. Istilah "penduduk asli" akan lebih tepat jika dimaknai sebagai "penduduk asli bumi". 

Tuhan menciptakan bumi untuk manusia dengan segala amanah yang harus ditunaikan oleh manusia terhadap bumi. Selain amanah menjaga kelestarian bumi, amanah utama tentu saja membangun kemakmuran bersama di bumi untuk semua manusia. Kemakmuran dan kesejahteraan hakiki adalah jika dirasakan oleh semua penduduk bumi. 

Menjadi keliru jika kemakmuran dan kesejahteraan itu hanya terbatas untuk dinikmati kelompok tertentu dengan mengabaikan kelompok lain, bahkan berusaha agar kelompok lain selalu dalam kondisi kekurangan dan keterbelakangan. Yang dimaksud kelompok di sini bahkan mencakup lingkup yang luas bangsa dan negara atau yang lebih luas dari itu.

Kesadaran sebagai "penduduk asli bumi" harus dibarengi dengan kesadaran untuk membuat semua "penduduk asli bumi" tersebut mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama. 

Keberadaan sebagai "penduduk asli bumi" menjadi dasar bahwa seseorang memiliki hak untuk berdiam dan mengelola bagian bumi manapun, sedangkan konsep "kemakmuran bersama seluruh bumi" adalah kesadaran akan kewajiban berbagi untuk sesama dan merupakan amanah dari Tuhan.

Apakah dengan demikian dalam konteks negara-negara bangsa saat ini urusan dalam negeri negara-negara dianggap tidak ada lagi? Tentu saja tidak demikian memahaminya. Di zaman modern ini telah ada kesepakatan tentang batas-betas kedaulatan negara, maka atas kedaulatan tersebut harus saling harga-menghargai. 

Tinggal ditambah dengan pemahaman bahwa Bangsa Bumi adalah satu bangsa, yaitu Bangsa Manusia, yang salah satu misi bersamanya adalah mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bumi secara bersama-sama pula.

Sebagai contoh, melimpahnya sumberdaya alam hakekatnya adalah  anugerah Tuhan bagi seluruh manusia dan makhluk di bumi. Demikian pula Sumber Daya Manusia serta kemajuan peradaban, budaya, dan teknologi, hakekatnya adalah anugerah Tuhan bagi selueuh manusia dan makhluk di bumi. 

Antara kedua penerima anugerah tersebut sudah seharusnya saling memberi secara adil dan saling berusaha memakmurkan dan mensejahterakan orang lain untuk mecapai kemajuan bersama, bukan dengan saling merugikan orang lain. Indah sekali bumi ini jika sikap selalu berbagi menjadi sikap yang diutamakan.

Namun realita yang terjadi tidak demikian, keinginan untuk memperkaya diri, anak turun, dan teman, lebih menguasai dan kemudian tidak peduli dengan nasib orang lain. Barangkali itulah mengapa terjadi carut marut dunia saat ini. 

Sudah seharusnya semua manusia kembali kepada misi utama manusia di bumi untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama-sama seluruh bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun