Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... bidang Ekonomi

Penceèdas Bangsa dan Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dengan Mengesampingkan "Rupiah" Masih Ada Yang Baik dan Jujur ?

16 Agustus 2025   11:18 Diperbarui: 16 Agustus 2025   11:18 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp


Oleh Amidi


 

Di era yang serba  menonjolkan gaya hidup hedonis dan glamor ini,  hampir semua gerak, langkah, kegiatan,  dan atau akvitas  anak negeri ini senantiasa di ukur dengan rupiah, dengan kata lain semua itu senantiasa dihubungkan dengan rupiah atau senantiasa memperhitungkan aspek ekonomi-nya, ketimbang aspek sosial dan kemanusiaan.


Demi pertimbangan rupiah dan atau aspek ekonomi tersebut, sehingga aspek kebaikan dan kejujuran jauh panggang dari api, aspek kebaikan dan kejujuran ditempatkan  nomor "sepuluh", yang ada berbohong demi rupiah, yang ada menipu demi rupiah, yang ada mengsengsarakan orang lain  demi rupiah dan seterusnya. Singkat kata, semua dilakukan demi rupiah.

 

Kewajaran.


Bila disimak, memang rupiah sangat dibutuhkan sebagai  salah satu alat untuk memenuhi kebutuhan. Apalagi mengingat saat ini, semakin hari, semakin banyak rupiah yang harus kita miliki untuk memenuhi kebutuhan yang terus bertambah dan beragam tersebut.  Apalagi mengingat harga-harga barang dan jasa terus meningkat, sementara tingkat pendapatan anak negeri ini tidak bertambah bahkan yang ada justru berkurang,  karena kondisi  ekonomi negeri ini masih dirasakan sulit bagi sebagaian  besar anak negeri ini. Untuk itu, bila kita memburu rupiah sah-sah saja,dan wajar-wajar saja. Tidak berlebihan kalau diistilahkan "tiada hari tanpa rupiah", karena rupiah bisa membeli kedudukan, karena rupiah bisa menjadikan anak negeri ini bisa terhormat.

 

Namun, dalam memburu rupiah tersebut harus dalam koridor yang wajar, dalam koridor yang normal-normal saja. Apa pun profesi kita, harus mengedepankan "nilail kewajaran" dalam memburu rupiah.

Rupiah yang diperoleh dengan cara wajar,akan  mendatangkan ketenangan dan akan memberikan "keberkahan". Rupiah yang diperoleh dengan wajar, biasanya pemburu-nya tidak akan merugikan pihak lain, tidak menyusahkan pihak lain dan lebih jauh lagi tidak akan "merongrongi kredebilitas negeri ini".

 

Ketidak Wajaran.


Sebaliknya,  jika rupiah yang diperoleh dari hasil yang tidak wajar, selain tidak mendatangkan/menciptakan kebaikan, rupiah yang diperoleh tersebut justru akan menghukum pemburu-nya sendi

Dilapangan kita bisa saksikan, demi rupiah terkadang kita rela "mempertontonkan" kemunafikan kita dimata publik.Sudah tau sesuatu itu atau pristiwa itu, atau kasus itu tidak benar atau "memang salah", "memang tidak ada", biasanya demi memburu rupiah, maka mereka mati-matian membenarkannya, mengadakannya, dan seterusnya.

Jelas sesauatu itu tidak  wajar, karena demi memburu rupiah, maka  sesuatu itu harus di rekayasa, harus dipaksakan,  agar sesuai  yang kita inginkan, untuk  mendatangkan  rupiah.    Terkadang pihak yang salah, mereka bela agar kesalahan yang dilakukannya menjadi benar atau adanya pembenaran, sehingga publik akan meyakini bahwa memang  benar. Untuk melakukan pembenaran tersebut,  mereka  munculkan  berbagai narasi agar dapat membentuk opini dan atau agar dapat menggiring opini publik untuk menerima apa yang mereka  inginkan bahwa sesuatu yang mereka  sedang perjuangkan tersebut benar adanya.

Ketidak wajaran dalam memperoleh rupiah, memang di mata publik, sepertinya sepertinya pemburu-nya masih kelihatan "senang","mewah", "terhormat", tetapi dalam diri yang memburu rupiah dengan tidak wajar tersebut, akan dihantui oleh perasaan yang senantiasamengantui diri mereka, merekaakan jauh dari ketenangan, suasana akan  terasa panas dan berbagai hukuman lainnya akan melanda pemburu rupiah dengan tidak wajar tersebut.

Rasakan sendiri, terkadang mereka   yang memburu rupiah dengan wajar saja, ada saja cobaan,ada saja ujian dari Tuhan Yang Maha Esa, kurang ini dan itulah, adanya kesulitan ini dan itulah, kondisi hidup dan kehidupan selalu terusiklah dan seterusnya.

Menjatuhkan  Demi Rupiah


Terkadang mereka  tidak segan-segan menjatuhkan pihak lawan, demi memburu rupiah. Hal ini tidak hanya berlaku dalam aktivitas keseharian, tetapi berlaku juga dalam aktivitas bisnis.

Dalam aktivitas keseharian atau hal-hal yang menyangkut keduniaaan, seperti "kekisruan" yang terjadi saat ini, diduga karena adanya dorongan pihak-pihak yang akan  memburu rupiah, sehingga pihak yang salah mereka  posisikan benar dan dibenarkan agar akan datang rupiah yang angkanya sangat pantastis.

Terkadang aktivitas yang memang baik yang mereka  kemas dalam suatu program, mereka  lakukan ujung-ujungnya demi rupiah. Bagi yang tidak cermat, terkadang aktivitas yang mereka  lakukan tersebut memberi kesan baik, memberi kesan positif, memberi kesan dapat membantu anak negeri ini, namun terkadang dibalik aktivitas tersebut terkadang "ada udang dibalik batu" ,entah secara langsung atau beberapa tahun kedepan baru terasa, diduga justru akan menguntungkan  mereka semata, menguntungkan pihak mereka dan tim mereka. Di duga akan memperkuat posisi mereka dan akan mempertahankan kekuasaan mereka.

Jika dalam aktivitas keseharian, mereka  dengan serta merta membela salah satu pihak, itu semua di duga  demi memburu rupiah,  terlepas dari mereka harus menjatuhkan dan mengorbankan pihak lain, semua mereka lakukan demi memburu rupiah.

Begitu juga dalam melakoni bisnis, pelaku bisnis yang satu tidak segan-segannya menjatuhkan lawan bisnis-nya, demi memburu profit atau rupiah yang gede.

Dalam  bisnis skala kecil saja terkadang pelaku bisnis skala kecil ini saling menjatuhkan dengan mempromosikan lawan bisnis-nya secara negatif. Misalnya, pelaku bisnis skala kecil yang berusaha di bidang kuliner dalam kesehariannya kelihatan "laris",  maka pelaku bisnis skala kecil yang tidak laris tersebut mulai mencari-mancari cara negatif untuk menjatuhkan pelaku bisnis selaku lawannya dengan jalan "memberi issu negatif", "jangan makan di sana, jangan beli di sana, di sana "makanan-nya"" di beri ini dan itu lho, sehingga konsumen dan atau pelanggan yang sudah setia, akan ragu dan akan lari ke tempat lain, sehingga unit bisnis-nya mulai sepi dan lama kelamaan collapse..

Begitu juga dengan pelaku bisnis skala besar dan mapan,dengan semakin "sengit" nya persaingan antar pelaku bisnis, maka terkadang tidak disadari bakan memang ada unsur kedak sengajaan atau memang sengaja pelaku bisnis yang satu menjatuhkan pelaku bisnis yang lain.

Contoh sederhana adalah dalam hal iklan sebagai media promosi yang mereka lakukan. Konten iklan yang mereka sajikan atau buat dengan tidak sengaja bahkan terkadang dengan sengaja untuk menjatuhkan lawan bisnis-nya, baik yang dilakukan oleh mereka sendiri maupun dengan menggunakan jasa pihak lain. Misalnya; makanan/minuman "a" mengandung ini dan itu (bahan yang haram bagi umat agama tertentu atau mengandung  bahan kimia yang berbahaya/mematikan dan lainnya).

 

Biasakan Bertindak Baik dan Jujur.


Memang tidak mudah untuk merubah suatu tindakan kejahatan yang sering mereka lakukan tersebut untuk berubah menjadi baik atau bertindak jujur.Kejahatan  dan atau tindakan ketidak jujuran yang merek sudah lakukan sudah mengakar tersebut, akan menjadi budaya yang memperkuat posisi mereka, apakah di dalam aktvitas keseharian atau dalam aktivitas bisnis. Tinggal kita harpakan mereka akan mendapat petunjuk dari Tuhan Yang Masa Esa dan paling-paling kita bisa mendoakan mereka agar di beri petunjuk dan agar kembali ke jalan yang benar.

Negeri ini membutuhkan perubahan yang mendasar, perubahan itu menghendaki kebaikan dan kejujuran dari kita semua selaku anak  negeri  ini. Kejayaan yang pernah kita raih, diusahakan dapat dikembalikan dan atau dapat dihadirkan kembali.

Negeri yang kaya yara ini  ini harus benar-benar dapat memberi kesejahteraan bagi penghuni-nya. Semua itu bisa diwujudkan, jika dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki dan mengelola tatanan negeri ini dilakukan dengan landasan "kebaikan dan kejujuran".


Kita semua berpotensi untuk jujur dan tidak jujur, di suatu saat kita bisa memposisikan diri menjadi malaikat disaat yang lain kita bisa memposisikan diri menjadi "syaiton", untuk itu mari   kita berupaya untuk senantiasa memposnisikan diri dalam kebaikan dan kejujuran, karena kejujuran  yang terpatri dalam sanubari kita tinggal dibangkitkan saja. Saya yakin dengan mengesampingkan rupiah masih banyak anak negeri ini yang masih jujur. Dengan senantiasa menonjolkan kejujuran diharapkan "kekisruan" yang terjadi di negeri ini saat ini dan ke depan akan bisa disulap menjadi "kemesraan". Semoga!!!!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun