Oleh Amidi
Untuk mendianosa penyakit yang diderita oleh pasien, biasanya dokter melakukan wawancara atau menelusuri apa yang dirasakan oleh pasien, setelah pasien mengemukakan keluhan  penyakit yang dideritanya, biasanya dokter sudah dapat mengambil kesimpulan atau menyatakan penyakit apa yang diderita pasien.
Agar diagnosa tersbut lebih konprehensif, biasanya dokter juga akan melakukan pemerikaan penunjang, menggunakan media tertentu, misalnya pemeriksaan labor, USG, atau lainnya sesuai dengan indikasi penyakit yang di derita oleh pasien.
Untuk itu, pengalaman saya selama diamanahi (diberikan tugas tamabahan) menjadi  manager (baca : Direktur) keuangan salah satu rumah sakit di Palembang (RSMP),  saya upayakan  melengkapi sarana dan prasarana atau alat medis di rumah sakit  tersebut, agar pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan oleh dokter dapat dilaksanakan.
Kesimpulannya, diagnosa dokter  ditambah pemeriksaan penunjang tersebut sudah dapat menentukan pengobatan yang harus dilakukan.  Artinya tidak sulit kan, tinggal apakah pasien akan dirawat inap atau hanya rawat jalan.
Namun, ternyata berbeda dengan diagnosa penyakit ekonomi yang sering mengusik perekonomian negeri ini. Korupsi, dan lainnya termasuk peng-oplos-an.
Untuk mendiognosa penyakit ekonomi, seperti korupsi, dan lainnya termasuk peng-oplos-an suatu produk sebenarnya tidak "se-sulut" seperti mendiagnosa suatu penyakit yang diderita pasien. Namun, mengapa penyakit ekonomi  ini sepertinya "sulit" dan atau "banyak hambatan".
Â
Lagu Lama.
Bila dicermati, penyakit ekonomi peng-oplos-an tersebut "bukan barang baru" atau bukan baru-baru ini saja terjadi, tetapi sudah sering terjadi dan terus mewarnai dinamika perekonomuan di negeri ini.
Belum lenyap kasus peng-oplos-an  BBM,  jenis pertamax   dengan jenis pertalite untuk dijual sebagai produk "BBM jenis pertamax" yang barang  tentu harga jualnya adalah harga jual BBM jenis pertamax.
Tujuannya jelas, yakni agar memperoleh keuntungan yang berlipat ganda untuk memperkaya oknum yang melakukannya dan oknum yang terlibat. Apapun produk yang akan di oplos, tujuannya sama yakni memburu rupiah sebanyak-banyaknya agar dapat memetik keuntungan yang sebesar-besarnya.
Kini ada lagi informasi adanya  peng-oplos-an gas elpiji 3 kg. Polisi berhasil mengungkap sindikat pengoplosan elpiji bersubsidi di sebuah gudang di Banjar Griya Kutri, Desa Singapadu Tengah, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali. Dalam kurun waktu tertentu, mereka sudah dapat merauap keuntungan secara fantastis mencapai Rp. 3,3 miliar (lihat Kompas.com, 13 Maret 2025)
Tidak hanya itu, sebelumnya kasus yang senada pun terjadi,  kecurangan mengurangi berat Minyakita 1 liter hanya di isi 750 ml. Tempo.co, 8 Maret 2025, mensitir bahwa Menteri Pertanian (Mentan)  Andi Amran Sulaiman menemukan dan membuktikan  kemasan Minyakita  1 liter ternyata hanya berisi 750 ml saat sidak ke Pasar Lenteng Agung.