Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Pakaian Bekas Impor: Pertaruhan Antara Pendapatan Rendah dan Menjaga Gengsi

25 Maret 2023   14:45 Diperbarui: 31 Maret 2023   21:05 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toko thrifting wanita di Kota Cimahi, Jawa Barat.(Kontributor Bandung Barat dan Cimahi, Bagus Puji Panuntun)

Di kalangan masyarakat/konsumen beranggapan bahwa dengan memakai pakaian bekas impor yang bermerek tersebut, gengsi mereka meningkat, ada rasa percaya diri. 

Menurut hemat saya faktor yang satu ini justru lebih mendominasi mendorong konsumen memburu pakaian bekas impor tersebut.

Sebenarnya kondisi ini tidak hanya dalam hal pakaian bekas impor tersebut saja, pakaian baru pun berlaku juga, seperti pakaian lokal yang meniru atau memasang merek luar sebelumnya banyak diburu, karena selain harganya memang lebih murah dibandingkan dengan pakaian aslinya, juga karena faktor menjaga gengsi tersebut. Dengan memakai pakaian "bermerek" tersebut, walaupun tidak asli,  terlihat lebih "percaya diri" dan dapat manjaga  gengsinya.

Pakaian bekas tersebut, walaupun menimbulkan efek negatif, juga berdampak positif, seperti dampaknya dalam menyelamatkan bumi karena dapat menunda waktu pembuangan pakaian bekas ke dalam kotak sampah yang akan mencemari bumi. Namun, terlepas dari itu semua, yang jelas dalam menyikapi persoalan yang satu ini, setidaknya ada beberapa faktor yang harus diperhatikan.

Pertama, larangan terhadap pakaian bekas impor tersebut harus tuntas. Bila peraturan larangan impor pakaian bekas tersebut akan diefektifkan, maka harus ada solusi yang dapat mempertahankan pelaku usaha yang sudah terlanjur melakoni penjualan pakaian bekas impor tersebut agar tetap dapat berusaha, sebaiknya kita menjembatani mereka untuk melakukan bisnis lain sesuai dengan minat mereka masing-masing. 

Setidaknya, harus ada pembinaan dan bantuan baik dari sisi manajemen maupun dari sisi modal.

Kedua, agar gengsi anak negeri ini selaku konsumen (yang sudah bekerja) dalam hal berpakaian tersebut tetap terjaga (dapat membeli baju baru), tidak ada pilihan lain kita harus berupaya meningkatkan pendapatan/penghasilan mereka. 

Peningkaan pendapatan/penghasilan, secara umum dapat dilakukan dengan peningkatan pendapatan negara dengan mengoptimalkan sumberdaya alam yang kita miliki, karena dengan demikian pengeluaran negara pun akan meningkat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatkan pendapatan unit usaha tempat mereka bekerja yang pada akhirnya akan berdampak juga pada peningkatan pendapatan/penghasilan pegawai yang ada.  

Bagi konsumen (yang belum bekerja), supaya ada dorongan untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya dan mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja lokal untuk mengisi unit usaha yang ada di negeri ini. 

Ketiga, lakukan suatu hal yang mendasar. Maksud saya, sebelum aktifitas bisnis tersebut menimbulkan akses negatif, maka jauh-jauh hari kita sudah dapat mengantisipasinya. Seperti penjualan pakaian bekas impor ini kan sudah lama ada, mengapa baru sekarang kita peduli?

Menurut hemat saya, karena pelaku usaha yang melakoninya sudah terlanjur banyak dan konsumen sudah terlanjur gandrung dengan pakaian bekas impor tersebut. Untuk itu, mulai saat ini dan sedini mungkin mari kita (legislatif dan eksekutif) memulai membiasakan diri mencermati "sesuatu", agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,  seperti persoalan yang satu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun