Ustadz memberikan air minum. Mengusap wajahnya dan meniup ubun-ubunnya. Mereka yang hadir disitu menarik nafas lega ketika Ami mulai membuka matanya.Â
"Sebisa mungkin jangan membiarkan Ami sendirian" pesan Ustadz Nung sebelum pamit pulang.
Budi dan Fatih mengantarkan Ustadz ke pintu. Berterima kasih sudah datang dan minta maaf  tidak menjemput Ustadz sebelumya. Ustadz Nung menatap Budi dan Fatih ingin mengatakan sesuatu tapi diurungkannya. Ia tersenyum saja dan pergi.
Subuh tadi sepulang bertugas menjadi Imam shalat di desa tetangga Ia dicegat perempuan berbaju kurung yang pernah dilihatnya di halaman rumah Ami. Perempuan itu menatapnya memelas seperti meminta pertolongan sambil membisikkan nama Ami.
Ustadz Nung mengerti kalau Ia harus segera ke rumah Ami seperti yang sudah direncanakan bersama Budi dan Fatih. Itulah sebabnya Ia bergegas datang tanpa menunggu jemputan lagi.
            ********
Tubuh Ami bergetar ketika genggaman itu terlepas perlahan. Salam perpisahan dan janji bertemu kembali terucap diiringi sebuah kecupan.Â
Dan lambaian tangan terakhir menutup sebuah temu yang entah kapan terulang lagi. Â Lalu desir aneh menjalari sekujur tubuh mendesak air matanya menggenang. Ia mulai kehilangan.
Tiba-tiba semua terasa senyap. Ada yang terampas darinya. Hening sesaat seolah mati. Tak satupun suara terdengar. Hanya bunyi berdenging yang menyayat.
Lalu satu-satu kisah manis membayang, pelukan hangat dan kecintaan membujuknya untuk berdamai. Dan langkah tegak kembali pasti dengan mantap berbalik pergi. Meninggalkan gerbang yang memisahkan mereka.
"Selamat jalan lelakiku."