Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hei Toxic People, Enyahlah!

24 Juli 2020   15:26 Diperbarui: 24 Juli 2020   17:04 1697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toxic people akan membuat Anda dipenuhi emosi negatif (Sumber: www.kurio.id)

"Pipimu tirus. Butuh berapa puluh titik suntik botox sampai pipimu setirus itu?", tanya Riak sambil tertawa. "Kok sekarang bulu matamu lentik dan lebat, ya. Kemarin-kemarin nggak gitu, deh!"

Suara tawa Riak Banyu Bening, teman akrab Denniz Farshad, terus menggema di gendang telinga Mehrin. Ia ingin sekali menyanggah, tetapi ia tidak mau menyakiti hati Denniz. Ia tahu, betapa berartinya Riak bagi Denniz. Itu sebabnya ia memilih diam dan menyeruput Cinnamon dolce latte dengan khusyuk.

Airin Purnama, kekasih Riak, ikut menimpali, "Kok kulitmu juga makin kinclong, sih?! Berapa banyak biaya yang kamu habiskan untuk suntik putih?", Matanya berkilat-kilat seperti pedang iri atau belati sirik yang siap mencabik-cabik kulit musuh.

Hampir saja Mehrin memuntahkan Cinnamon dolce latte di mulutnya, andai ia tidak buru-buru menahan diri. Setelah sesak di dadanya mereda, ia mengirim pesan lewat Whatsapp kepada Denniz, "Gila ya, kamu. Betah banget sih temenan sama pasangan toxic ini!"

Mehrin memperhatikan Denniz yang tengah membaca pesannya. Wajah lelaki itu datar; sikapnya hambar. Di seberang meja, Riak dan Airin sibuk berfoto-foto. Kadang memotret makanan, kadang minuman. Semua dipotret. Rasa dongkol menjalar di wajah Mehrin seperti barisan semut berjalan di bawah kulit.

Kehadiran Toxic People di Sekitar Kita
Apa yang dialami oleh Mehrin dapat menimpa kita semua. Hal seperti itu kerap terjadi karena di sekitar kita memang banyak orang yang berkarakter "beracun". Istilah psikologinya toxic people.

Kadang kita sudah berusaha mati-matian menghindari orang semenyebalkan itu, tetap saja suatu waktu kita kepergok. Kapan-kapan justru kongko bersama dan ngopi bareng. Kita terpaksa lebih banyak menelan ludah, karena pelbagai pertimbangan membuat kita menahan diri dari hasrat melabrak atau menggebrak meja.

Mehrin, misalnya, sebenarnya ingin sekali melabrak Riak dan Airin. Namun, ia tidak mau menyakiti perasaan Denniz. Ia berusaha keras untuk menjaga perasaan kekasihnya. 

Membentak Riak tidaklah sulit, karena yang sulit justru memadamkan kemarahan Denniz. Bagaimanapun, Denniz punya perangai yang sama. Melabrak Riak tiada beda dengan membentak Denniz.

Orang-orang seperti Riak dan Airin bertebaran di muka bumi. Jumlahnya banyak. Susah dihitung kalau cuma memakai kalkulator. Orang-orang beracun atau toxic people mengisap energi positif orang-orang di sekitar mereka, seperti lintah mengisap darah manusia.

Tocix people (Ilustrasi: cheaper-than-therapy.tumblr.com)
Tocix people (Ilustrasi: cheaper-than-therapy.tumblr.com)
Seperti apakah model toxic people itu? Sederhananya, mereka sebenarnya kumpulan tukang. Hanya saja, mereka tidak seperti tukang batu yang bisa membangun rumah atau tukang cukur yang dapat memangkas atau menata rambut.

Pertama, Kang Kritik. Jika kalian bertemu dengan orang semodel Riak, hati-hati saja. Mereka senang mengkritik penampilan orang. Apa saja dikritik. Pipi orang diledek, bulu mata orang dirisak. Kang Kritik seperti Airin juga banyak. Kulit kinclong cewek lain dicemooh. Biaya perawatan per bulan dinyinyiri. Dasar kurang kerjaan!

Secantik atau seindah apa pun dandanan orang lain, ya, biarkan saja. Meskipun kecantikan itu hasil bedah plastik, toh bukan Airin yang membiayainya. Walaupun keindahan dagu itu hasil operasi plastik, toh bukan Riak yang mengongkosinya. Kaum rempong seperti itu bukan cuma satu-dua orang. Jumlahnya setara dengan tetes air hujan yang tumpah lebat. Mengerikan!

Kedua, Kang Narsis. Orang beracun juga memiliki keunikan yang menjengkelkan, yakni senang menjadi pusat pembicaraan. Seakan-akan dunia hanya milik mereka saja. Yang lain boleh berbicara asalkan merekalah yang dibicarakan.

Riak dan Airin hanya sebatas contoh. Di sekitar kita terlalu banyak orang yang siap berbicara, tetapi sangat malas mendengarkan. Jika orang lain mengatakan "dulu aku begitu", mereka kontan menyatakan "aku dulu juga begitu". Pendeknya, mereka penganut paham sentralisasi obrolan.

Ketiga, Kang Caper. Selain ingin menjadi pusat pembicaraan, kaum toxic people juga sangat gemar mencari perhatian. Ada-ada saja kelakuan mereka. Mendeham, pura-pura batuk kecil, atau sedikit-sedikit main towel.

Urat malu para toxic people memang sudah ditakdirkan putus seputus-putusnya. Otot tengsin juga sudah tidak mereka miliki. Tidak heran jika mereka doyan caper. Akibatnya, justru kita yang merasa risih dan salting.

Keempat, Kang Hasut. Orang-orang beracun juga senang menjadi pusat peradaban. Bukan menjadi manusia beradab, melainkan manusia biadab. Biasanya di depan si A berkata begini, tiba di depan si B mengatakan begitu.

Orang Belanda bilang "devide et impera". Hasut sana hasut sini. Teman sendiri dirancang sedemikian rupa sehingga bertengkar. Mereka tidak segan-segan mengguyurkan bensin ke dalam api yang sedang berkobar-kobar.

Kelima, Kang Kabur. Pasukan toxic people biasanya selalu ada pada saat mereka sedang membutuhkan kita. Giliran kita yang butuh, eh, mereka malah hilang. Orang Inggris menyebut kaum seperti itu sebagai "ghosting".

Tentu menyebalkan berteman dengan toxic people. Selagi butuh mereka menyapa, begitu tidak butuh mereka lupa.

Antara Kemarahan dan Triangular Theory of Love
Bukan hanya Mehrin yang piawai menahan diri demi menjaga perasaan pasangan. Banyak orang bertabiat setabah itu di sekitar kita. Rasa kesal mereka hadapi dengan tabah, walaupun hati mereka sehancur kaca yang terjatuh ke batu.

Mengapa Mehrin bisa setabah itu? Robert J. Sternberg punya teori. Triangular Theory of Love. Teori Segitiga Cinta. Teori yang mencakup tiga komponen dasar, yaitu keintiman, gairah, dan komitmen.

Sternberg (1986) menggambarkan keintiman sebagai elemen afeksi memicu kedekatan, kehangatan, dan kepercayaan. Adapun gairah merupakan elemen motivasi yang memantik dorongan percintaan, ketertarikan fisik, dan penyempurnaan seksual. Sementara itu, komitmen adalah keputusan untuk tetap mempertahankan hubungan dan setia pada pasangan.

Seseorang yang dilanda cinta, seperti Mehrin, pasti ingin membahagiakan pasangan. Kalau perlu, meningkatkan kesejahteraan pasangan. Mehrin, contohnya, rela mengorbankan perasaan sendiri demi menjaga perasaan Denniz.

Sikap Mehrin sejalan dengan pendapat Sternberg tentang perbedaan karakteristik komponen cinta berdasarkan lamanya usia hubungan. Pada hubungan singkat, pasangan memiliki kadar keintiman (intimacy) yang cukup, renjana (passion) yang tinggi, dan komitmen (commitment) yang masih rendah.

Mehrin berbeda. Hubungannya dengan Denniz sudah berlangsung lama. Ia sudah memiliki komponen keintiman yang tinggi, renjana yang cukup, dan komitmen yang memadai.

Coba tengok orang-orang di sekitar kalian. Lihat dengan saksama orang yang tetap berusaha mempertahankan hubungan sekalipun berkali-kali disakiti. Cinta mereka seperti gudang permaafan yang isinya tidak pernah habis terpakai.

Orang-orang seperti itu memiliki tabiat yang mirip dengan Mehrin. Ada istri yang suaminya berteman dengan orang beracun, dia diam-diam saja agar tidak menyakiti hati suami. Ada suami yang rela menelan kesal karena istrinya bersahabat dengan kaum toxic people, ia kalem-kalem saja demi menjaga hati istri.

Seperti petuah Sternberg (2009), setiap pasangan harus pintar-pintar memahami, membangun, dan memperbaiki kualitas hubungan agar terhindar dari bencana perpisahan. 

Meski begitu, jika memang hubungan benar-benar sudah tidak layak dipertahankan, misalnya komitmen makin tidak jelas, maka berpisah bisa menjadi alternatif lain. Ingat, kebahagiaan dan kesedihan hanya dapat dirasakan oleh kamu.

Mengapa Ada Orang yang Beracun?
Mungkin hati kalian bertanya-tanya mengapa ada orang seperti Riak dan Airin yang seolah-olah berhati batu. Banyak sebab yang memicu seseorang menjelma toxic people.

Salah satunya adalah iri. Penyakit hati ini termasuk di antara penyebab munculnya orang beracun, toxic people, yang sarat dengan nuansa psikologis dan dapat menyebabkan persoalan sosial yang serius.

Dalam relasi sosial, iri memiliki muatan emosi yang sangat tinggi. Iri dapat memperburuk relasi sosial, sekaligus berkembang menjadi kondisi psikologis yang negatif. Mula-mula inferior, ujung-ujungnya toxic people.

Ada satu lagi. Namanya sirik. Penyakit hati ini sangat berbahaya. Sirik dalam kajian psikologi diistilahkan dengan schadenfreude, yakni merasa senang melihat orang lain gagal atau susah. Cowok lain terlihat ganteng, Riak semaput. Cewek lain tampak cantik, Airin sekarat. Tepat benar apa kata orang-orang: sirik tanda tak mampu.

Schadenfreude berawal dari rendahnya rasa percaya diri (self-esteem). Ketika orang yang rendah diri bertemu orang lain yang lebih sukses maka dia makin minder. Ketika orang lain yang lebih sukses itu kesakitan, kaum minderan merasa sangat terhibur.

Dalam bentuk ringan, schadenfreude diperlihatkan dengan cara tertawa saat orang lain jatuh, salah bicara, alis tidak rata, atau hal sepele lainnya. Dalam siklus yang parah dan toxic berbentuk pengucilan atau perisakan.

Riak dan Airin sudah tiba pada tahap kronis atau parah. Mereka sudah memasuki ruangan khusus bagi Toxic People. Cara menghadapi mereka tidak cukup dengan bersabar seperti Mehrin.

Pada tahap tertentu kita tidak bisa terus-terusan membiarkan orang-orang beracun mengisap habis energi positif kita. Mereka harus dibantah. Mereka perlu disanggah. Mereka tidak boleh dibiarkan merajalela.

Kepada Kang Hasut, misalnya, kita harus berani mengatakan "tidak begitu". Kalau perlu, langsung patahkan dengan kalimat: Kalau hari ini kamu sanggup membicarakan kejelekan si A di depanku, besok-besok kamu pasti mampu menjelek-jelekkan aku di depan si A.

Harus kita ingat bahwa umat toxic people memang berbahaya. Mereka dapat menimbulkan permusuhan dan perpecahan. Kalau tidak bisa menegur mereka, semisal Denniz tidak mampu menegur Riak, lebih baik hindari saja.

Merawat Cinta Membunuh Benci
"Aku heran, Denniz", Mehrin bersungut-sungut ketika ia dan Denniz duduk di mobil, "Apa sih susahnya kamu bela aku ketika Riak dan Airin membahas fisikku. Duit, duit aku. Yang kerja kerja keras, aku. Kok mereka yang pusing!"

Denniz mendengus, "Nyetir aja, Mehrin. Jangan bawel!" Lelaki bertubuh tegap itu mengembuskan napas keras-keras, "Kamu sudah mengidap sindrom Thanos. Selalu merasa benar sendiri. Selalu merasa paling hebat."

Mehrin mengegas mobil keras-keras. "Apa kamu bilang? Aku tidak menderita sindrom Thanos. Hei, ngaca! Kamu yang mengidap shadenfroide. Sama kayak Riak, toxic people. Kalau bukan karena cinta, aku sudah lama ninggalin kamu. Aku muak, Denniz!"

Dan, mobil seperti terbang. Melesat begitu laju. Denniz mengumpat-umpat.

Amel Widya

Referensi:

  1. Beall, E. A. & Sternberg, R. J. 1993. The Psychology of Gender. New York: Guilford Press.
  2. Chaplin, J. P. 2000. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  3. Sternberg, R. J. 1986. A Triangular Theory of Love. Psychological Review, 93, 119--135.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun