Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidya_ Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Badai Finansial dan Benteng Bernama "Stabilitas Sistem Keuangan"

24 Juni 2019   20:29 Diperbarui: 25 Juni 2019   11:01 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: backgrounddownload.com

Dengan kata lain, kondisi ekonomi Indonesia pasti dipengaruhi kondisi ekonomi global. Apabila kondisi ekonomi global baik dan sehat berarti kondisi ekonomi negara kita juga, kemungkinan besar, juga baik dan sehat. Tidak jauh berbeda dengan kondisi hati seseorang yang, suka tidak suka, sering kali dipengaruhi oleh suasana di luar dirinya sendiri.

Kondisi ekonomi global tidak statis. Tidak tetap. Tidak pasti. Kadang membaik, kadang memburuk. Di sini letak masalahnya. Ketidakpastian perekonomian global memengaruhi stabilitas sistem keuangan negara kita. Sekadar contoh, perang dagang antara AS dan Tiongkok, misalnya, berimbas pada transaksi ekspor dan impor kita. 

Contoh di atas, juga hal lain di percaturan ekonomi global, berpotensi memojokkan perekonomian Indonesia. Penyebabnya sederhana. Sistem keuangan negara kita masih rentan atas tiga perkara. 

Pertama, perlambatan pertumbuhan pendanaan ritel (retail funding) yang masih menjadi sumber dana utama bank. Kedua, kondisi kesenjangan investasi (saving investment gap) di tengah pasar keuangan yang masih dangkal. Ketiga, kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi yang berimbas pada nilai tukar dan suku bunga.

Selaku bank sentral, posisi Bank Indonesia tidak bisa dianggap sepele. Tanggung jawabnya pun tidak main-main. Kebijakan makroprudensial pun bukan tidak boleh serampangan diterapkan. Kebijakan tersebut mesti memenuhi syarat menjaga stabilitas sistem keuangan, berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan, dan upaya membatasi ruang gerak risiko sistemik.

Strategi operasional untuk kerangka kebijakan makroprudensial | Sumber: Bank Indonesia
Strategi operasional untuk kerangka kebijakan makroprudensial | Sumber: Bank Indonesia
Jika satu keluarga terpapar badai keuangan tiga komitmen saling harus ditumbuhkembangkan. Jika negara ingin menjaga stabilitas sistem keuangan, prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan harus diutamakan. Tujuannya tiada lain demi menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi.

Kini timbul pertanyaan baru. Apa perbedaan antara kebijakan mikroprudensial dan makroprudensial? Sederhananya begini. Fokus kebijakan mikroprudensial, dikutip dari Bank Indonesia dalam Mengupas Kebijakan Makroprudensial, tertuju pada individu. Cakupannya tingkat kesehatan individu institusi keuangan, baik bank maupun nonbank. Sementara itu, fokus kebijakan makroprudensial lebih terpusat pada sistem keuangan secara keseluruhan.

Jadi, kebijakan makroprudensial meliputi elemen sistem keuangan secara menyeluruh. Pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, infrastruktur keuangan. Semuanya. Dengan kata lain, "terminal akhir" yang disasar kebijakan makroprudensial adalah mengurangi terjadinya risiko sistemik.

Yang dimaksud risiko sistemik adalah risiko yang dapat menghilangkan kepercayaan publik dan meningkatkan ketidakpastian dalam sistem keuangan. Nah, risiko tersebut dapat terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga. Jika itu terjadi, sistem keuangan tidak dapat berfungsi dengan baik. Imbasnya dapat mengganggu laju pertumbuhan ekonomi.

Menilik hal tersebut, jelaslah bahwa posisi Bank Indonesia sangat krusial. 

Dari Keluarga ke Negara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun