Mohon tunggu...
Amelia
Amelia Mohon Tunggu... Menulis Dengan Tujuan

Penulis amatir , mencari inspirasi dan terinspirasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

It's Okay To Be Egois

3 Oktober 2025   14:18 Diperbarui: 3 Oktober 2025   17:16 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SEORANG WANITA TERSENYUM BAHAGIA | FOTO by JULIA AVAMOTIVE via PEXELS

Ketika itu saya memulai babak baru di dalam kehidupan sebagai seorang wanita seutuhnya adalah ketika menjadi seorang ibu. Tentunya bagi saya yang tidak memiliki pengalaman sebagai seorang ibu belajar berkorban adalah pelajaran kehidupan kedua di dalam hidup saya setelah menikah.

Ketika itu, berkorban bagaikan memutuskan ya atau tidak, hitam atau putih, tidak ada abu-abu dan lain-lain. Contoh nyatanya, ketika penulis harus membuat keputusan untuk membeli pelembab, karena kulit saya kering dan sudah tidak tertahankan, sedangkan di saat yang sama saya harus membeli pampers. Tentunya keperluan anak adalah di atas segalanya. Enggak apa-apalah saya menahan keinginan untuk sekedar beli lotion semua dilakukan demi anak.

Hal ini terus dilakukan hingga semua kebutuhan anak terpenuhi, hingga saya mengacuhkan kualitas hidup, hidup sendiri tidak terurus, penampilan tidak teurus, rambut rontok sulit disisir, jam tidur yang kurang, pola makan yang tidak teratur, kulit kering, lelah serasa hidup sendiri mengurus semua, stres berkepanjangan dan lain-lain.

Sampai kapan saya akan mengalah? Apakah saya bahagia? Sayangnya, tidak.

Ketika itu saya seperti hidup sendiri, padahal sudah punya pasangan. Rasanya saya bekerja sendiri, lelah sendiri dan jelek sendiri. Lalu saya bercermin, banyak sekali hal-hal yang hilang. Kebebasan, kesendirian, kepedulian terhadap diri sendiri, tertawa, senyum, waktu untuk diri sendiri, melakukan hobi, dan lain-lain. 

Sehingga saya mempertanyakan diri sendiri, ada apa dengan saya? Saya tidak sakit , tapi saya jenuh, bosan melakukan pekerjaan yang tiada habisnya dan pekerjaan yang sama selama bertahun-tahun. Tidak membagi waktu untuk diri sendiri. Lalu kapan saya punya waktu untuk sendiri? Hampir tidak ada.

Waktu yang berjalan dengan cepat, semua tidak terasa hingga sudah berapa ribu jam tidur yang hilang kualitasnya, kualitas diri, potensi diri dan bahkan kesulitan untuk berkomunikasi. Dunia bagaikan terkungkung di dalam tempurung.

Akhirnya di satu titik saya merasa sudah waktunya untuk egois! Ya egois. Orang mungkin akan berpikir ibu macam apa yang bersikap seperti ini, egois, tidak peduli keluarga?

Oh tentu tidak, setelah waktu demi waktu yang berjalan dengan penuh pengorbanan, ada saatnya saya memiliki keinginan dan harus melakukannya untuk menyenangkan diri sendiri. Ketika tu anak-anak saya sudah cukup mandiri dan sibuk dengan sekolah. Saatnya saya kembali mengaktualisasi diri. 

Saatnya untuk egois dalam arti, kembali menekuni hobi untuk melawan rasa jenuh saya dalam keseharian, entah itu menulis, membaca atau melukis. Saatnya juga saya lebih memprioritaskan merawat diri, me time, sekadar membeli skin care, ngopi sendirian tanpa membawa anak, olahraga pagi tanpa ribet mikirin masak dulu dan lain-lain.

Rasanya kebebasan saya kembali seperti dulu, di saat anak-anak sudah sekolah, saya bisa kembali menekuni apa yang selama ini tertunda setelah menahan keinginan sekian lama. Saya bisa memprioritaskan diri sendiri, bisa berlari pagi tanpa khawatir anak saya terbangun dan mencari saya. Wah rasanya egois seperti ini tidak membuat saya merasa bersalah karena saya merasa sudah melakukan semua tanggung jawab walaupun belum menyelesaikan semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun