Mohon tunggu...
Amelia
Amelia Mohon Tunggu... Menulis Dengan Tujuan

Penulis amatir , mencari inspirasi dan terinspirasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Obat 'Kesendirian' Itu Bernama Menulis

24 September 2025   20:27 Diperbarui: 25 September 2025   08:07 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang wanita di tengah keramaian ( foto : by Lightpoet via Adobe Stock)

Begitu juga setelah menikah. Ternyata arah obrolan kami pun berbeda. Jika saya dan pasangan membahas sesuatu, pasangan saya menilai sesuatu dari sisi pandang yang berbeda. Hal ini membuat saya lagi-lagi berpikir, sebetulnya titik masalahnya dimana? Masa sih sampe pasangan hidup aja gak klop?

Ketika berkeluh kesah kepada manusia yang ada kita justru di judge tidak bersyukurlah, tidak tau terima kasihlah, tidak bijaksana, de-el-el.

Terkadang ada masa kita ingin didengarkan saja tanpa di gurui, di ceramahin, syukurnya jika ketemu temen ngobrol yang merasakan hal yang sama dengan kita. Wah rasanya seperti menemukan 'jodoh', atau, ketemu hidayah deh.

Dari 1000 orang peluang ketemu orang yang klop sama kita paling hanya 1, jadi 1:1000 ibaratnya. Dan kalau sudah ketemu orang yang cocok dengan kita, belum juga kita mampu mempertahakannya.

Dari sini saya menemukan fakta, jika kesendirian saya harus ada obatnya. Obatnya bukan bergaul ke sana sini, ngopi dengan teman-teman, ternyata obat kesendirian itu bernama menulis.

Ya menulis.

Dengan menulis saya sudah meluangkan waktu kesendirian, mentransfer pikiran-pikiran mumet saya melalui tulisan dan bahkan saya mendapat apresiasi dari para pembaca, wah rasanya saya menemukan teman sejati di dunia maya, loh.

Padahal, banyak opini yang bilang kalau, netijen itu mulutnya jahat bagaikan pembully virtual. Sebetulnya semua tergantung di platform apa kita nyemplung. Jika di platform yang sesuai dengan minat dan hobi kita, saya rasa justru kita akan bertemu dengan banyak orang yang sejiwa dengan kita. Rasanya tidak merasa sendirian lagi deh. Malahan, saya banyak ketemu temen sejiwa di dunia maya.

Mengapa Menulis Itu Menenangkan Jiwa?

Saya bukan seorang psikolog yang paham mengenai masalah kejiwaan. Hanya saja saya pernah mengalami masalah ini dan menemukan solusinya sendiri. Setelah bercerita dengan sesama manusia malah jadi aib, ghibah, di judge, di ceramahin padahal lagi gak butuh nasehat, hanya butuh di dengerin saja sebagai bentuk support sistem.

Menulis bagi saya seperti proses kontemplasi , merenung, berpikir dan meluapkan nya melalui tulisan dengan hati - hati dan teliti. Terkadang , apa yang kita tulis orang lain merasakan hal yang sama. Atau, justru penderitaan kita mendapat support sistem dari orang lain, sesuatu yang tidak kita dapat dari orang - orang terdekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun