Mohon tunggu...
Amelia
Amelia Mohon Tunggu... Menulis Dengan Tujuan

Penulis amatir , mencari inspirasi dan terinspirasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Pentingnya Sosialisasi Makanan Bergizi dari Dalam Rumah

23 September 2025   21:27 Diperbarui: 24 September 2025   11:36 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Artikel ini penulis tulis berdasarkan pengalaman pribadi. Semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca.

Masa anak-anak adalah masa emas pertumbuhan dan perkembangan. Masa emas ini dimulai dari lahirnya seorang bayi ke dunia. Bayi akan mendapatkan makanan pertamanya melalui ASI (Air Susu Ibu). Bagi ibu yang menyusui bayinya dengan ASI, momen ini sangat berharga dan tidak dapat diulang kembali. Karena bonding yang kuat antara ibu dan bayi, makanan sehat murni langsung dari ibu menyusui kepada bayi berupa ASI.

Kandungan ASI adalah makanan yang dimakan oleh ibu itu sendiri. Masa menyusui juga merupakan masa krusial di mana sang ibu harus menjaga kualitas makanannya. Bagi kondisi tertentu, masa menyusui membutuhkan suplemen yang mendukung kesehatan si ibu dan bayinya.

Jika ibu sehat maka bayi pun sehat. Baik itu ibu yang bekerja maupun ibu yang di rumah. Masa emas menyusui adalah masa bayi pertama kali mendapatkan makanannya dari ASI usia dari 0-6 bulan. Sedangkan pada usia 6 bulan, bayi mendapatkan makanan padat pertamanya atau MPASI, makanan pendamping ASI. MPASI diberikan untuk menunjang perkembangan si bayi. Proses MPASI seru juga loh. Karena masa-masa ini anak akan belajar mencicipi aneka makanan pertamanya. Seperti apa rasa manis buah pisang, asam, buah naga, kentang dan lain-lain.

Makanan MPASI perdana yang penulis berikan kepada anak saya ketika itu adalah pisang. Buah ini selain memiliki Vitamin B6, Vitamin C, Folat (B9), dan Riboflavin (B2). Vitamin-vitamin ini berperan penting dalam mendukung fungsi tubuh, termasuk produksi energi dan sel sehat, peningkatan sistem kekebalan tubuh, serta kesehatan jantung. 

Pisang juga buah yang memiliki tekstur yang lembut sehingga tidak perlu blender untuk melembutkannya, cukup ditekan dengan sendok saja. Sehingga mudah untuk dibuat puree atau buah yang dihaluskan. Setelah si bayi dirasa perlu naik tekstur, makanan selanjutnya adalah bubur nasi atau nasi tim dengan aneka lauk yang dimasak secara lambat seperti menggunakan slow cooker dengan tekstur lembut seperti bubur. 

Ilustrasi pure pisang | SHUTTERSTOCK/ZOEYTOJA
Ilustrasi pure pisang | SHUTTERSTOCK/ZOEYTOJA

Semakin bertambah usia bayi, makanan pun akan naik tekstur, mulai dari tekstur makanan yang lembut, lunak, satu jenis makanan seperti pada usia 6 bulan, berupa puree buah atau sayur. Makanan akan semakin beragam ketika anak berusia 1 tahun ke atas. 

Moment makan pun bukan tanpa tantangan. Ada masa-masa anak bosan, gerakan tutup mulut atau yang lebih dikenal GTM. Ketika ini, ibu harus senantiasa kreatif meramu masakan untuk anaknya sekaligus mengenalkan rasa asin dari garam dan manis dari gula. 

Di saat usia perdana anak makan, secara otomatis sang ibu sudah menerapkan disiplin soal jam makan, mengenalkan makanan bergizi seperti protein hewani, nabati, sayur, buah, kacang-kacangan dan lain-lain. Otomatis anak sudah belajar makan sehat dari bayi. 

Namun kebiasaan makan sehat bawaan dari bayi tidak berlangsung secara abadi, terlebih ketika anak sudah mulai makan dengan jenis menu makanan yang bervariasi. Sudah mulai mengenal rasa asin, manis, pedas, penyedap dan lain-lain. 

Masalah datang ketika anak sudah mulai merasakan makanan yang berperisa, pengemulsi, bukan rasa makanan yang autentik atau asli, tapi lebih dominan rasa mecin, penyedap, pedas bubuk bukan murni dari cabai, makanan instan terutama mie instan, keju bubuk, sirup jagung, pemanis dan lain-lain.

Ketika anak sudah di fase ini, rasanya sudah nyaris jauh untuk menarik kembali sang buah hati agar mau makan makanan sehat seperti ketika usia balita.

Sebetulnya, sosialisasi makanan bergizi sejatinya sudah dilakukan oleh setiap ibu dari dalam rumah. Bagaimana seorang ibu menyiapkan dan memberikan makanan sehat dan bergizi kepada anak-anak mereka. Memenuhi kebutuhan gizi dari bahan makanan yang mudah didapat.

Tidak perlu sumber protein organik, mahal, eksklusif. Yang penting bahan makanan mudah didapat dan bisa dilakukan secara konsisten. Penulis senantiasa membiasakan anak-anak makan bahan makanan yang sederhana dan murah meriah. Begitu juga dengan buah-buahan. Memilih buah yang murah meriah dan menyehatkan. 

Selain itu, saya membiasakan anak-anak makan roti tanpa selai, terutama cokelat. Karena cokelat memiliki rasa manis yang dominan dan lemak, sehingga jika rasa manis yang lebih dulu dikenalkan kepada anak, kemungkinan anak akan sulit beradaptasi dengan makanan dengan rasa dibawanya. 

Ini akan menyulitkan proses makan anak di usia sekolah, yang mana sangat perlu makan makanan kaya protein, karbohidrat, lemak berupa susu, telur, daging sapi, ayam dan lain-lain. Sebagai ibu, saya akan merasa aman jika anak kenyang makan nasi ketimbang susu dan makanan manis lainnya.

Jadi ketika itu saya lebih sering menyajikan roti tawar, pengenalan susu mulai dari UHT yang tawar, memperbanyak porsi makan nasi ketimbang mengudap biskuit. 

Selain itu di rumah, sebagai ibu, saya menggunakan sedikit penyedap, garam, dan gula dalam masakan. Anak-anak sudah terbiasa makan makanan yang nyaris hambar dan tidak medok di lidah. 

Setelah diterapkan sosialisasi makanan bergizi dari rumah, hasilnya akan terlihat di masa yang akan datang. Perlunya peran orangtua menjadi garda terdepan di dalam rumah untuk mengenalkan jenis-jenis makanan bergizi yang murni/raw/mengenalkan rasa asli makanan seutuhnya tanpa campur tangan perisa.

Ilustrasi makanan sehat | Shutterstock
Ilustrasi makanan sehat | Shutterstock

Penulis merasakan hasilnya saat ini. Di saat sekolah anak-anak termasuk ke dalam sekolah yang menerima MBG (Makanan Bergizi Gratis), syukurlah anak -anak tidak mendadak picky eater alias pilah pilih makanan. Mereka terbiasa makan tahu, tempe orisinil tanpa rasa tambahan, sayur tumisan sederhana, susu tawar, roti tawar dan lauk yang tidak terlalu medok bumbu di lidah.

Sehingga kisruh kualitas rasa makanan bergizi gratis tidak masalah di lidah anak-anak saya. Namun, bagi mayoritas anak-anak yang lain, tahu tempe itu tidak enak dan tidak ada rasanya. Tumisan sayur pokcoy di rasa anyep , mau basi, ayam kaldu yang benyek, kentang kukus yang OH NO! Roti tawar dan susu UHT tawar melengkapi stigma MBG sebagai makanan anak-anak yang tasteless. 

Padahal justru makanan bergizi adalah makanan yang nyaris tasteless alias ga ada rasa, hehe. Makanan yang memiliki rasa asli tanpa perisa. Walaupun gak ada salahnya juga jika pakai penyedap sedikit dan tidak berlebihan, loh.

Intinya, makanan bergizi gratis anak-anak habis saja dan mereka sudah awam dengan rasa asli tahu, tempe, ayam rebusan , sayur tumisan dan susu tawar. Tantangan yang tidak mudah di saat teman anak-anak terbiasa makan cokelat, gempuran makanan instan, seperti mie instan, teh kemasan, susu dengan aneka rasa dan lain-lain.

Bukan berarti anak-anak saya terus makan makanan sehat, ada kalanya saya memperbolehkan anak-anak makan bebas seperti permen, mie instan, roti cokelat, susu berperisa, teh kemasan dan makanan berperisa. Sebagai hadiah dan kadang-kadang saja. 

Rasanya kalau makanan anak-anak terlalu steril juga tidak baik juga. Karena nantinya anak justru lahap ketika makan makanan yang tidak bergizi jika pola makan terlalu ketat. Sementara di dalam rumah si anak disiplin makan, namun begitu jajan di luar malah sakit. Tentunya kita tidak ingin pencernaan anak-anak terlalu sensitif sehingga akan merepotkan di kehidupan mereka ketika dewasa nanti. Yang sedang-sedang saja, makan sehat bisa, jajan kaki lima juga bisa. 

Terakhir, perlunya peran aktif orangtua dalam mengalakkan sosialisasi makan sehat dan bergizi dari dalam rumah sebagai pondasi yang akan dibangun di dalam sendi-sendi kehidupan dan kesehatan si anak merupakan investasi yang berharga di masa yang akan datang. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun