Cermin di kamarnya memantulkan wajah seorang perempuan yang menangis, tapi tetap keras hati. Ia tetap hidup dengan topeng munafiknya, terjebak dalam kebohongan yang ia bangun sendiri.
Namun, di dalam hati, Ratna tidak pernah benar-benar menyesal. Setiap kali ia duduk dengan kitab di tangannya, air matanya mengalir---tapi bukan karena tobat, melainkan karena ia merasa dizalimi. "Merekalah yang salah menilai. Aku tidak bersalah," bisiknya.
Hari demi hari, ia semakin larut dalam peran yang ia ciptakan. Saat orang lain menunduk berdoa dengan ikhlas, Ratna melakukannya sambil mengintip, memastikan ada yang melihat. Ketika tidak ada yang memperhatikan, ia merasa hampa. Namun, gengsi menahannya untuk jujur pada diri sendiri. Hatinya yang keras menolak kebenaran, seakan lebih memilih sepi daripada meruntuhkan topeng yang sudah lama melekat. Begitulah Ratna hidup, di antara doa palsu dan senyum dusta, hingga tak ada lagi yang percaya selain dirinya sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI