Mohon tunggu...
Amalia
Amalia Mohon Tunggu... Guru

Guru MAN 1 Palembang, Lulusan Magister Pengajaran Fisika ITB, Juara 3 Guru Madrasah Berprestasi tingkat nasional tahun 2022, Top 5 Duta Rumah Belajar Sumsel 2020, Wardah Inspiring Teacher 2021, dan Gold Medal di beberapa kegiatan kompetisi guru. Bisa disapa di Instagram @channel_buamel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sub Tema : Bukan Sekadar Mengajar, tapi Mendorong Anak jadi Hebat Judul : Seperti Inikah Hangatnya Pelukan Mama?

20 Agustus 2025   19:27 Diperbarui: 20 Agustus 2025   19:27 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tapi Gita menggeleng. "Nggak apa-apa, Bu. Aku mau cerita."

Dan di sanalah, di ruang guru yang biasanya penuh dengan tumpukan kertas dan suara canda para guru, aku mendengar kisah yang membuat hatiku pilu.

Gita bercerita bahwa sejak kecil ia tinggal bersama kakek dan neneknya. Ayah dan ibunya berpisah saat ia masih balita, dan masing-masing membangun keluarga baru.

"Eh, kan ada kakek nenek," aku menyela.

"Beda, Bu. Kasih kakek dan nenek beda dengan kasih ayah dan ibu!"

Air matanya mulai mengalir. Tangis yang selama ini ia tahan bertahun-tahun di balik senyum dan tawa bersama teman-temannya akhirnya pecah di pelukan seorang guru yang bahkan baru ia kenal beberapa bulan. Spontan, aku memeluk Gita. Pelukan yang mungkin tak sempurna, tapi jujur, penuh ketulusan. Aku tak bisa membiarkan seorang anak putri berurai air mata seperti itu di hadapanku. Yang kuingat hanya bagaimana jika anak tersebut adalah putriku yang sedang menangis, akankah dunia cukup simpati padanya atau berlalu begitu saja. Aku hanya ingin ia tahu bahwa ada seseorang yang peduli, bahwa ia tidak sendiri.

Gita menangis dalam pelukanku. Lama. Dan aku membiarkannya. Guru-guru lain bahkan ada yang menatapku dengan tanya curiga dari mata mereka, "Lu apain ini anak sampe menangis sesenggukan begitu?". Dan aku pun hanya bisa menjawab dengan senyum ala kadarnya.

Selesai ia menangis, aku cium pipinya. Sungguh, yang ada dalam pikiranku saat itu adalah bagaimana jika yang menangis itu adalah putriku, anak kandungku. Karena kadang, yang dibutuhkan anak bukanlah solusi, tapi ruang untuk merasa berharga. Dan sungguh aku tidak tahu, saat itu, bahwa pelukan itu akan menjadi titik balik dalam hidupnya.

Hari-hari berikutnya aku sudah tenggelam dalam aktivitas mengajarku seperti biasa. Mempersiapkan bahan ajar, material praktikum, lembar kerja siswa dan mencari informasi terbaru terkait dengan materi yang aku ajar. Aku sedikit terlupa tentang Gita.


Suatu hari aku mengajar di kelas Gita dan mendapati tidak ada satu pun anak yang mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) yang aku tugaskan. Aku marah dan memberi hukuman pada semua siswa agar menulis tentang pentingnya belajar Fisika, mata pelajaran yang aku ajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun