Mohon tunggu...
Amalia
Amalia Mohon Tunggu... Guru

Guru MAN 1 Palembang, Lulusan Magister Pengajaran Fisika ITB, Juara 3 Guru Madrasah Berprestasi tingkat nasional tahun 2022, Top 5 Duta Rumah Belajar Sumsel 2020, Wardah Inspiring Teacher 2021, dan Gold Medal di beberapa kegiatan kompetisi guru. Bisa disapa di Instagram @channel_buamel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sub Tema : Bukan Sekadar Mengajar, tapi Mendorong Anak jadi Hebat Judul : Seperti Inikah Hangatnya Pelukan Mama?

20 Agustus 2025   19:27 Diperbarui: 20 Agustus 2025   19:27 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjadi guru bukan sekadar bertugas menyampaikan ilmu. Setelah 20 tahun mengabdikan diri pada profesi ini, aku sadar bahwa anak-anak datang ke sekolah bukan hanya untuk belajar matematika, bahasa, atau sejarah. Mereka datang dengan luka dan dengan pertanyaan yang kadang tak terucap. Yang mereka butuhkan kadang bukan jawaban, tapi pelukan. Bukan sekadar pengajaran, tapi dorongan untuk percaya bahwa mereka bisa menjadi hebat diantara banyak luka dan masalah yang ada dalam keluarga.

Dari sekian banyak wajah yang aku temui setiap hari di ruang kelas, ada satu yang tak pernah aku lupakan. Wajah seorang anak perempuan yang selalu tampil ceria. Gita begitu nama si anak. Nama itu terpatri dalam ingatanku, bukan karena prestasinya yang gemilang saat itu, bukan pula karena kenakalannya---karena memang ia bukan anak yang nakal. Ia adalah anak yang ceria, dan selalu tampak baik-baik saja. Tapi tak seperti banyak anak-anak lainnya, wajah ceria itu menyimpan cerita yang tak pernah ia bagi, kecuali kepada mereka yang benar-benar mau mendengar.

Awalnya, aku tak pernah menaruh perhatian khusus padanya. Ia bukan tipe anak yang menonjol di kelas, tapi juga bukan yang bermasalah. Ia berada di tengah-tengah---cukup aktif, cukup sopan, cukup pintar. Tapi suatu hari, saat aku sedang memeriksa buku raport, mataku tertumbuk pada kolom keterangan wali murid. Tertulis: 'hubungan keluarga : kakek.'

Aku terdiam sejenak. Dalam hati, aku bertanya-tanya. Di balik senyum ceria itu, apakah ada sesuatu yang selama ini tak terlihat?

Hari berikutnya, aku memanggil Gita ke ruang guru. Ia tampak bingung, mungkin mengira ada masalah dengan nilainya. Tapi aku hanya ingin bicara. Kami duduk berdua, dan aku mulai dengan pertanyaan ringan: bagaimana kabarnya, bagaimana sekolah, bagaimana teman-temannya. Ia menjawab dengan sopan, seperti biasa.

Lalu aku bertanya, "Gita, kamu tinggal sama kakek dan nenek, ya?"

Ia mengangguk pelan. "Iya, Bu."

"Boleh Ibu tahu, kenapa tidak tinggal sama ayah atau ibu?"

Gita terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca. Aku tak ingin memaksa, tapi aku juga tak ingin melewatkan kesempatan untuk benar-benar mengenalnya.

"Kalau kamu nggak nyaman cerita, nggak apa-apa," kataku lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun