Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aku Mau Hidup Seribu Tahun Lagi

7 Agustus 2022   20:46 Diperbarui: 7 Agustus 2022   21:11 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


BUKAN soal gelisah atau risau. Ini tentang harapan, proyeksi masa depan dan apa yang akan kita tinggalkan di dunia. Semua orang mau menjadi yang bermanfaat. Terlebih untuk diri dan keluarga.

Tapi, kenapa tidak semua orang dalam napaki samudera kehidupan dilanda masalah. Yang kadang kala rasanya tidak ada habisnya. Ada pula, yang meraih sukses, tiba-tiba diterpa gelombang kegagalan. Kaya raya, hidup bermewah-mewah, akhirnya jatuh miskin.

Bingkai kehidupan lainnya. Ada yang hidup hemat, bersahaja dalam keseharian, dan berkecukupan. Lalu, merangkak naik, menjadi kaya. Dermawan dan peduli pada sesama. Masya Allah, seperti itulah realitas kehidupan. Kemudian, dimana posisi kita?.

Memilih yang biasa saja perubahannya. Ataukah yang drastis dan fundamental. Tentu semua itu ada konsekuensinya. Untuk diri sendiri, sebagai self reminder. Hari ini haruslah lebih baik, dari hari-hari kemarin.

Tidak boleh sia-sia waktu yang dilewati. Atau tidak boleh juga hedonis, melupakan orang-orang tercinta. Kita senang berjalan ria, berkawan sebanyaknya. Namun, lupa akan orang-orang terkasih. Mereka yang siap menunggu kita tiap saat.

Orang-orang tulus yang mendoakan dan merasa bangga atas keberhasilan. Minimal, capaian kita saat ini membuat merasa sumringah, tersenyum gembira dan bangga. Kadang kita lupa ada mereka.

Sehingga, hari-hari yang kita lewati berlalu begitu cepat. Jauh dari mereka, tak terpandang, tak bersentuhan secara fisikli dengan mereka. Akhirnya, kita menjadi seperti orang asing. Waktu istimewa dan berkualitas juga terlewatkan.

Teringat puisi Chairil Anwar, yang berjudul "Aku Mau Hidup Seribu Tahun Lagi". Jika kita ditakdirkan mati muda, apa yang akan tinggalkan?. Harta materil, mungkin belum ada. Kekayaan kita tak punya. Bahkan masih minus, dan memprihatinkan. Kita hanya punya akal budi, sikap yang luhur. Legacy, integritas, idealisme, dan loyalitas.

Kita hanya punya dedikasi. Selebihnya, belum ada. Keberhasilan duniawi, seperti jabatan kekuasaan yang menghasilkan uang, belum ada. Sedangkan, waktu kita di dunia terbatas. Sungguh, aku mau hidup seribu tahun lagi. Hidup dalam rentan waktu yang lama. Menghidupkan kebaikan dan kasih sayang.

Menghidupkan spirit perjuangan. Menghidupkan tentang kerja keras dan militansi dalam berjuang. Kita harus mampu mewariskan nilai-nilai kemanusiaan. Memberi contoh yang baik buat orang-orang terkasih.

Mungkin hanya itu. Kita tidak punya keunggulan apa-apa. Maka, bila kita juga tak menanam apa-apa, maka tidak akan mungkin kita memanen atau memetik buahnya. Insya Allah kita bisa optimalkan proses.

Memanfaatkan waktu berbuat yang terbaik. Terutama untuk diri, dan keluarga, agar kelak bila kita telah tiada ada yang mengingat kebaikan-kebaikan kita. Nasib seribu tahun itulah, segala kebaikan kita.

Modal dan aset sepanjang masa. Budi baik, perilaku yang memukau dan menginspirasi orang lain hal-hal yang membawa maslahat bagi orang banyak. Disinilah, kita akan hidup seribu tahun lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun