Mohon tunggu...
Amaranggana Ratih Mradipta
Amaranggana Ratih Mradipta Mohon Tunggu... Lainnya - history graduates, bachelor of literature

culture, culinary, events and travel enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berkunjung ke Monumen Pers Nasional Surakarta

5 Juli 2021   11:45 Diperbarui: 5 Juli 2021   13:21 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disclaimer: kunjungan dilakukan pada bulan Desember 2019, tetap patuhi protokol kesehatan, jangan bepergian apabila tidak darurat.

Kunjungan saya ke Monumen Pers Nasional ini perlu saya beritakan kepada teman-teman pembaca Kompasiana, khusunya bagi peneliti dan mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir skripsi (lah saya juga dong) tentang dunia perwartaan Indonesia. Karena secara sejarah, gedung Monumen Pers ini sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang.

Pada awal pendiriannya, gedung ini bernama Gedung Societeit Sasana Soeka, dan hanya berfungsi sebagai gedung pertemuan yang dibangun atas prakarsa KGPAA. Sri Mangkunegoro VII pada tahun 1918. Kemudian pada tahun 1933, diadakan pertemuan di Gedung Societeit Sasana Soeka ini yang diprakarsai oleh Sarsito Mangunkusuma dan para insinyur untuk membentuk Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang menjadi radio pribumi pertama. 

Kemudian pada 9 Februari 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di gedung ini. Dan pada peringatan 1 dasawarsa PWI, 9 Februari 1956, wartawan-wartawan ternama Indonesia seperti Rosihan Anwar, dan BM Diah, mencetuskan suatu gagasan mendirikan Yayasan Museum Pers Indonesia. Kemudian pada kongres di Palembeng pada tahun 1970 muncullah niat mendirikan Museum Pers Nasional. 

Pada kongres di Tretes tahun 1973, nama Museum Pers Nasional yang dicetuskan di Palembang, diubah menjadi Monumen Pers Nasional atas usul PWI Surakarta, dan Museum Pers baru resmi dibuka pada 9 Februari 1977.

Museum Pers ini terletak di bundaran Jalan Gadjah Mada, Surakarta. Cukup mudah menemukan bangunan Monumen Pers, karena bangunannya berwarna abu-abu batu yang bertuliskan Monumen Pers Nasional. Sayangnya ketika kunjungan kami disini, diorama yang berada di depan Monumen Nasional sedang mengalami perbaikan, sehingga kami diarahkan untuk langsung masuk dan mendengarkan pemaparan dari petugas sambil diberikan flyer mengenai profil Monumen Pers Nasional. 

Oke, jadi, kenapa sih di awal tadi saya mengatakan bahwa saya perlu memberitakan mengenai kunjungan saya ini, memang di dalam Monumen Pers ada apa saja? 

Dalam Monumen Pers ada berbagai koleksi benda bersejarah terkait dengan pers, seperto Pemancar Radio Kambing (iya kambing) milik SRV yang waktu itu menyiarkan musik gamelan untuk dari Keraton Mangkunegaran untuk mengiringi Gusti Nurul menari untuk pernikahan Putri Juliana dengan Pangeran Bernhard tahun 1936 di Istana Noordiende Den Haag, Belanda, iya diiringi dari Solo menarinya di Belanda. 

Tapi kenapa sih kok benda bersejarah ini dinamain 'kambing'?, jadi ceritanya, sewaktu Agresi Militer Belanda II, Belanda mengebom pemancar radio PTP Goni Delangu. 

Sehingga R. Maladi kemudian memerintahkan untuk memindahkan pemancar RRI Solo (si kambing ini), ke desa Balong dan disembunyikan di dekat kandang kambing, jadi seolah-olah backsound siarannya suara kambing, RRI dapat mengudara kembali secara sembunyi sembunyi dengan si kambing.

Benda lain yang sangat bersejarah yang ada di Monumen Pers ini adalah kamera wartawan Udin, tau kan? Wartawan Bernas Jogja yang dianiaya orang tidak dikenal hingga meninggal dunia. Ada juga beberapa koleksi bukti terbit media seperti Hindia-Nederland, Tjaja Hindia dan Djawa Baroe. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun