Mohon tunggu...
Ama Atiby
Ama Atiby Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Pencari ilmu yang takkan pernah berhenti menambah ilmu" http://lovewatergirl.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Wild - Rahasia Aeva - (#2 Ilusi)

16 Januari 2011   09:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:32 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu kehidupan tercipta dalam suatu geometry ruang tiga dimensi yang menghubungkan setiap sisinya dengan continuitas edge; masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Ruang dan dimensi hati memiliki tautan yang berbeda satu sama lain. Ruang memberikannya tempat dimana segenap rasa tumbuh, sedangkan dimensi memberikan rasa dan karakteristik perasaan yang tumbuh di hati, dapat berupa cinta, sayang, benci dan rindu. Perasaan-perasaan itu dapat menjadi suatu tautan implikasi, Jika ada cinta maka ada rindu. Negasi Cinta adalah Benci. Tapi taukah kamu bahawa kenegasiaan itu terkadang cenderung muncul dalam sifat yang imajiner, yang menyebabkan hubungan keduannya seperti suatu persamaan yang kompleks. *****

"Aeva... kok kamu termenung?" Kutatap wajah wanita yang kini sedang menyentuh bahuku. Kuperhatikan wajahnya yang ayu, Ia selalu saja kelihatan cantik meski tanpa riasan di wajahnya "Aeva lagi memandangi hujan Ma... Aeva sangat suka aroma tanah yang basah" "Memang kamu ga kedinginan?" Kugelengkan kepalaku cepat. Kulihat ia dengan perlahan mengambil tempat disebelahku.

12951685311582365447
12951685311582365447

Aku memang menyukai menyendiri di teras taman belakang rumahku ini. Taman yang luas dan dipenuhi dengan aneka bunga dan tumbuhan yang beraneka ragam. Mama dengan rajin selalu merawat dan memberikan kasih sayangnya sehingga mereka dapat tumbuh dengan indah. Ruang keluarga dan taman belakang hanya di batasi oleh dinding dan pintu kaca yang trasparan. Di teras yang menuju taman terdapat sebuah kursi sofa yang panjang yang menjorok ke taman, Sofa tempat kami duduk sekarang. Di tengah-tengah taman terdapat kolam renang yang cukup luas berbentuk oval yang dapat dilalui dengan jalan setapak. Di antara batas taman dan kolam terdapat sebuah gazebo sebagai tempat istirahat dan berkumpul yang dilengkapi dengan seperangkat meja dan dua pasang kursi. Tempat berkumpul ini beratap fiber untuk melindungi dari sinar matahari dan hujan. Teringat dulu aku pernah bercinta dengan om ku di atas Sun Longer dari kayu di bibir kolam renang, Kami saling bersahut-sahutan dan mengerang dalam luapan gairah dan hasrat. Belomba-lomba mencapai kenikmatan batin yang sesat dan sesaat. Percintaan panas itu kemudian berakhir di dalam kolam renang. Dinginnya air dalam kolam seolah tak mendinginkan hasrat liar kami waktu itu sehingga kami memulai lagi adegan percintaan itu. Adegan demi adegannya terekam kuat dalam ingatanku. Seperti hari ini, hari itu juga hujan menjadi saksi persetubuhan kami, bedanya aku sekarang menikmati persetubuhan itu sendiri dalam ruang imajinerku. "Kamu masih teringat dengan Om Haris ya?" Aku tak berusaha untuk menjawabnya. Kupandangi lagi kolam renang biru yang beriak itu. Rasanya tenggorokanku semakin sakit menahan rasa sesak di dadaku. Hatiku sedih... batinku merindu... "Mama juga masih teringat dengan om kamu itu, Aeva... Padahal sudah sebulan yang lalu. Rasanya mama belum bisa percaya dia udah ga ada. Padahal terakhir dia bilang ia ingin memperkenalkan calon istrinya pada mama." Kuperhatikan wajah mama sebentar, masih terlihat sekali gurat kesedihan di wajahnya. "Kamu pasti sedih sekali karena sejak kecil kamu sudah akrab sekali dengan dia. Dimana ada om, disitu ada kamu. Bahkan sampai saat terakhir dia pun, mungkin kamulah orang terakhir yang dilihatnya." Hatiku menjadi panas seketika. Aku sudah tak tahan lagi mendengar ocehan kesedihan dan kenangan masa lalu itu. Ah... seandainya mama tahu apa yang telah adik bungsunya itu lakukan padaku. Seandainya dia tahu bagaimana hatiku hancur saat om yang paling kusayang itu memperkosa dan menjerumuskan aku, bagaimana ia telah membuat aku begitu membenci dirinya dan membenci diriku sendiri. "Mama sedih sekali... Mengapa Haris menenggak minuman dan pil laknat itu. Memang beberapa hari ini mama perhatikan ia seperti ada masalah, tapi setelah mama tanyakan ia selalu menghindar seolah-olah semua baik-baik saja." Aku dapat menangkap betapa sedih dan pilunya hati mamaku ini. Aku terdiam dan terisak. Air mata memang tak dapat berdusta. Ia tak berusaha menyembunyikan keperihan hatiku. Air mata yang curang ini sekali lagi menghancurkanku. Dengan cepat aku mengusap air mata ini. Aku tak ingin lagi bersedih untuk seorang bajingan yang begitu aku cintai itu. Yah... Entah sejak kapan aku menjadi begitu mencintainya, dan entah sejak kapan aku mulai berpikir untuk melenyapkannya dari kehidupanku. ***** "Hari ini kamu mau ikut papa ke kantor kan Va?" "Iya... Tapi Aeva mau pergi sendiri, dan papa harus janji untuk tidak memperkenalkan Aeva sebagai anak papa di kantor." "Kamu ini kenapa sih, Va? Mau main petak umpat dengan para karyawan?!" "Papa perkenalkan aja Aeva sebagai pengganti om Haris. Tapi jangan sebagai anak papa. Aeva ingin beberja secara professional, bukan lantaran punya koneksi atau karena anak direktur. Aeva ingin diperlakukan sama seperti karyawan yang lain. Kalau bukan karena permintaan papa yang bersikeras memaksa aeva untuk menggantikan Om Haris, Aeva ga akan mau bekerja di kantor papa itu." Jawabku ketus. Kutantangi mata papa yang berada di hadapanku ini, aku ingin dia menghargai pendapat dan perinsipku. "Sudahlah, Pa... Hargai keputusan Aeva itu." Ujar mama melerai perdebatan di antara kami. "Pa... Dika hari ini pergi bareng mba Aeva aja yah..." Sela Andika, adik bungsuku. "Apa nanti ga terlambat?" Sanggah mama yang sedang membereskan sisa sarapan ke dapur. "Ga ma... hari ini bisa pergi telat dikit, kan udah selesai ujian. Paling cuma ngisi kegiatan ekstrakulikuler aja." "Oh... ya sudah kalau gitu. Aeva, kamu buruan siap-siap, jam 9 papa tunggu dikantor, jangan terlambat dihari pertama kerja. Papa akan memperlakukanmu seperti karyawan biasa, bukankah itu mau kamu, kan?" "Iya Pa..." Kulihat betapa mesranya mama dan papaku itu. Dengan sabar mama memasangkan dasi, mengaitkan kancing jas papa, dan mengantarnya ke depan pintu. Papa pun selalu menciumi kening mama sebelum ia berangkat. Aku iri pada kemesraan mereka. Dengan langkah cepat aku kembali ke kamarku. Kulucuti seluruh pakaian yang melekat di tubuhku, bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Kuputar keran shower dan kubasahi seluruh tubuhku, dari ujung rambut sampai ujung kakiku. Kuusap dengan lembut permukaan kulitku dengan sabun mandi Enchanteuer kesukaanku. Kulihat bayangan seluruh tubuhku di cermin kamar mandi itu. Kupandangi tubuh telanjangku yang sebagian tertupi oleh busa sabun. Sayup-sayup kudengarkan sebuah suara dikupingku.. "Kamu cantik Aeva... aku mencintaimu... aku menyukaimu... aku mengagumi setiap bagian tubuhmu... kamu begitu sempurna sayang... kamu selalu menggoda." Aku tertegun... tanpa kusadari buku kudukku merinding, kuusap kembali busa sabun di seluruh tubuhku... dengan sentuhan yang lembut... Kupandangi lagi tubuhku di depan cermin... aku begitu tertegun melihat bayangan seseorang yang berdiri di belakangku sedang mencumbuiku tengkuk lalu menciumi punggungku... Bibirnya menyentuh setiap permukaan kulitku lembut dan menghisapnya dalam. Tangannya tak berhenti bergerilya meraba setiap inci kulitku... dan membelainya lembut... Tubuhnya begitu rapat denganku... seolah aku bisa merasakan pori-pori kulitnya di tubuhku.

1295168536159239180
1295168536159239180

Dengan cepat kupalingkan wajahku dan melihat sekelilingku... batinku kembali terusik. Kuputar lagi kran shower dan membersihkan tubuh yang penuh busa. Kembali kulihat bayanganku di cermin itu... dan... Oh... Mengapa air mata terus meleleh membasahi pipiku... ***** Sebelumnya : Wild - Rahasia Aeva - (#1.Teorema Cinta) Selanjutnya : Wild - Rahasia Aeva - (#3. Born To be Wild or Die Hard)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun