Sejak Facebook telah meningkatkan statusnya menjadi Meta, berbagai fitur baru pun muncul dengan maksud agar para penggunanya semakin 'betah' dalam berkoneksi dan berinteraksi secara cepat tanpa kenal ribet.
Bahkan tak hanya itu, wajah baru Meta dalam platform Facebook pun telah menarik perhatian para penggunanya dalam membuat konten dengan tawaran monetisasi.
Asalkan saja setiap penggunanya yang saban hari menjelma menjadi kreator konten mampu memenuhi tuntutan demi tuntutan yang telah  tersistematis muncul di dalamnya.
Ihwal rayuan monetisasi inilah, yang konon katanya bisa mendulang dolar, mendorong setiap pengguna Facebook berlomba-lomba untuk menjadi kreator konten, dengan menghadirkan berbagai konten setiap harinya.
Uniknya, dalam proses nge-konten, tidak perlu harus dengan fasilitas yang mewah atau Lux.
Cukup dengan kamera gawai seadanya dan bisa untuk menangkap setiap momen ataupun peristiwa yang terjadi saat itu, semuanya langsung jadi.
Mau dari latar belakang apa pun dengan usia berapapun, kalau sudah terkoneksi langsung dengan dunia online secara sadar dan langsung, semuanya menjelma menjadi satu profesi digital yang sama yakni kreator konten.
Meskipun di satu sisi menjadi kreator konten mendatangkan dampak yang positif. Misalnya untuk meningkatkan kreativitas, membangun komunitas yang luas, meningkatkan penghasilan, meningkatkan keterampilan dan lain sebagainya.
Akan tetapi di sisi lain, justru menjadi petaka yang tak terkendalikan terhadap kesadaran dari para penggunanya dalam hal berkomunikasi. Menyitir apa yang dikatakan oleh Budi Hardiman yakni komunikasi menjadi bodyless.
Demi mengejar tuntutan Meta yang ditawarkan dalam Facebook, para kreator konten melarutkan hidup sepenuhnya dalam ruang digital sehingga jati diri sebagai person yang berkesadaran perlahan-lahan kehilangan makna sama sekali.