Kasus Rohingya di Myanmar termasuk kasus kejahatan genosida karena termasuk kejahatan yang menelan banyak korban dan di lakukan dengan niat untuk menghancurkan suatu wilayah. Menurut MSF, sedikitnya 9.000 umat Muslim Rohingya tewas di Myanmar pada periode 25 Agustus hingga 24 September 2017. Ini menjadi bukti bahwa kasus Rohingya dapat dikategorikan sebagai kejahatan Genosida terbesar di abad ini.
Lalu seperti apa analisa kasus Rohingya dalam konteks hukum Internasional?
Dalam konteks hukum internasional, genosida diatur di dalam beberapa instrumen internasional, di antaranya adalah Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide ("Konvensi Genosida") pada tahun 1948 dan The Rome Statute of the International Criminal Court ("Statuta Roma") pada tahun 1998.
Menurut Artikel 2 Konvensi Genosida dan Artikel 6 Statuta Roma menjelaskan pengertian genosida yaitu sebagai berikut:
 "Genosida berarti setiap perbuatan berikut ini yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan'', seperti misalnya:
a. Membunuh anggota kelompok tersebut;
b. Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut
c.Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang   diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian;
d.Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut
 e.Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok lain.
 Dalam Hukum Internasional cara menganalisa suatu kasus kejahatan menggunakan dua macam pendekatan yaitu, Actus Reus dan Mens Rea.